14- Awkward?

757 Kata
"When I look into your eyes Feels like I know everything Without an answer You just look ahead Only awkward air remains" – Eyes (Apink)   ~♥~♥~♥~   Azel sedang mencatat materi yang disampaikan Pak Bagas dengan malasnya ketika Ica menoel-noel lengannya. Azel melirik sebelah kanannya dimana Ica duduk dan melempar tanda tanya lewat kerutan dahinya. Ica yang mendapat tatapan seperti itu hanya memasang cengiran. "Gue belum ngerjain PR Geografi. Liat dong Zel," kata Ica dengan raut wajah tidak enak.   Azel menghela napasnya. Sedetik kemudian ia membalikkan tubuhnya dan meraih tas selempangnya seraya mengambil buku yang Ica maksud. Ketika buku bersampul biru itu di tangan Azel, Ica memandang buku tersebut dengan bahagia. "Kerjain buruan, abis mapel ini Bapak Geografi dateng," tegas Azel, tangannya mengayunkan buku tersebut. Cengiran Ica semakin lebar saat itu mendarat mulus di hadapannya.   "Gomawo."   Ica bergegas menyalin sambil curi-curi pandang ke Pak Bagas. Bukan karena suka, tapi Ica takut ketauan tidak memperhatikan pelajaran dengan baik. Azel menggelengkan kepalanya sambil berdecak.   Azel masih kepikiran kejadian tadi pagi ketika ia buru-buru meninggalkan Iqbal, ia bahkan sampai berlari saking malunya. Azel malu, dan pipinya merona mengingatnya. Apalagi ketika panggilan Iqbal padanya kembali terngiang.   "Noona~"   Azel menggelengkan kepalanya untuk menghilangkan bayangan itu. Sebuah senyuman terbit dari bibirnya.   Dan entah bagai tersihir, ia jadi bersemangat saat mencatat materi di papan tulis. Ini semua gara - gara Iqbal.   ~♥~♥~♥~   Iqbal celingukan di tengah pintu berbahan  besi yang terbuka lebar. Ruangan dengan pintu yang terbuka lebar itu adalah ruang latihan ekskul taekwondo. Dan hari ini Iqbal berniat untuk mendaftarkan dirinya pada ekskul tersebut setelah memikirkannya semalaman penuh. "Cari siapa?"   Seorang cowok berbadan gagah tiba-tiba menghalangi pandangannya. Iqbal nyengir. "Emm.. gue mau daftar ekskul taekwondo,Kak," jawab Iqbal. Iqbal mengerutkan dahinya seolah mengingat cowok di depannya. "Bang Yudis kan?"   Cowok itu terheran dan Iqbal buru-buru menjelaskan. "Iya, gue temennya Adit. Iqbal."   "Oh temennya Adit?" Iqbal mengangguk. Detik berikutnya cowok itu mengizinkan ia masuk ke ruangan itu. Saat pertama kali Iqbal memasuki ruang itu ia merasakan aura familiar yang sebelumnya pernah ia rasakan. "Suka taekwondo? Belajar dari kapan?" Yudis akhirnya membuka suara ketika Iqbal diam saja.   "Dari kecil emang suka liat orang latihan Taekwondo, pas SMP sempet ikut latihan, terus ada insiden yang mengakibatkan gue cedera. Setelah itu nggak pernah latihan lagi." Iqbal menjelaskan. "Dan cedera gue udah sembuh, kepengen latihan lagi," tambah Iqbal sambil menggerak-gerakkan kaki kirinya.   Cowok di sampingnya mengangguk-anggukkan kepalanya seolah paham.   "Eh ada anak baru?"   Sosok lain yang sedari tadi latihan, muncul. Cowok ini tingginya sama dengan Iqbal dan rambutnya jabrik, serta ada t**i lalat di bawah matanya. "Iya ini.  Namanya Iqbal," sahut Yudis.   "Oh, yang katanya banyak fans itu ya?" cowok itu tersenyum ramah. "Gue Kenio," katanya sambil mengulurkan tangannya. Iqbal menyambut uluran tangan itu. Dan tersenyum. Tapi ada yang aneh dengan diri Iqbal saat pertama tangannya bersentuhan dengan cowok bernama Kenio itu. Iqbal kok nggak suka ya sama Kenio? Entah kenapa.   ~♥~♥~♥~   "Kak, Mama belum pulang? " Danang melempar tasnya ke sofa tempat Azel tengah menonton drama kesayangannya. Azel mendengus. "Bisa nggak sih tasnya langsung masukin kamar?" tanya Azel sewot.   Danang mencebik, "Kaya nggak biasanya aja sih."   "Nah itu... KEBIASAAN!"   "Iya iya, gue bawa ke kamar."   "Mama belum balik. Masih arisan," jawab Azel sambil merogoh toples biskuit di tangannya.   "Oke " Danang berlari menenteng tasnya menuju kamarnya. Azel yang melihatnya hanya menggeleng sebal.   "Noona... "   Azel bergidik mendengar panggilan itu. Buru-buru ia memfokuskan tatapannya pada layar televisi. Dan gadis itu tertawa sumbang setelah menetralkan degup jantungnya. "Perasaan nggak ada adegan lucu, kok ketawa?" Azel melirik sofa di sebelahnya yang kini sudah diduduki Iqbal. Pemuda itu duduk dengan santainya berbanding terbalik dengan Azel yang menciut di tempat duduknya kini.   "Drama ini nggak tamat-tamat sih? Dari kemarin nyetel ini mulu." Iqbal menggerutu menatap televisi yang menampilkan adegan dua orang tengah memakan ramen.   Iqbal akhirnya menjatuhkan pandangannya pada Azel karena gadis itu sedari tadi diam. Iqbal tersenyum saat gadis itu tampak tegang. Azel seperti sedang duduk dengan setan saja.   "Noona... "   Azel mau tidak mau menoleh saat namanya dipanggil. "Kenapa?" tanya Iqbal.   Sekali lagi senyum Iqbal merekah. "Aku tau Noona berusaha nerima pertunangan kita. Tapi kalo dengan sikap canggung ini, jujur aku nggak suka. Mendingan kemarin waktu Noona judes sama aku, seenggaknya nggak canggung kayak gini."   Mata Azel mengerjap. Apa yang dikatakan Iqbal ada benarnya. Kalau Azel ingin menerima pertunangan itu, harusnya ia semakin terbuka dan nggak judes lagi, bukannya malah semakin menjauh karena canggung kan?   Azel tersenyum, sedetik kemudian ia mengangguk. "Iya. Maaf ya. Janji deh nggak canggung lagi, hehe."  Cengirannya membuat gadis itu semakin manis di mata Iqbal.   Iqbal mengusap kepala gadis itu dengan gemas . "Pinter," katanya.   Tapi Azel justru tidak senang ketika kepalanya diusap. Gadis itu menggeplak lengan Iqbal yang keheranan seraya berkata, "Aku lebih tua dari kamu ya!"     ~♥~♥~♥~    
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN