~♥~♥~♥~
"Come back home
Can you come back home?
I'm still waiting for you like this
come baby baby come come baby
come back to me" – Come back home (2ne1)
~♥~♥~♥~
Pagi ini adalah pagi kelima tanpa adanya Iqbal di rumah ini. Azel memandang kursi ruang makan yang biasanya ditempati Iqbal dengan lesu. Dan ajaibnya tiba-tiba Iqbal muncul dalam imajinasinya. Pemuda itu tersenyum dengan bulan sabit di matanya seperti biasa. Azel menggelengkan kepalanya, ia pasti sudah gila sekarang. Efek Iqbal sungguh dahsyat. Buktinya saat ini Azel sampai membayangkan sosok Iqbal muncul di depannya padahal pemuda itu tengah jauh disana.
Seiring gelengan kepala, Azel mengucak kelopak matanya, dan Iqbal pun hilang. Azel mendesah panjang. Ia meminum segelas air putih dan menetralkan degup jantungnya.
Oh tidak! Azel kangen Iqbal! Pake banget!
"Kak, tumben jam segini udah bangun."
Azel mendongak ke arah tangga dan mendapati Danang melangkah mendekatinya. Gadis itu menghela napas sekali lagi.
"Oh gue tau... pasti kangen Mas Iqbal ya?"
Danang menaik turunkan alisnya, meledek.
"Sok tau!"
Tak mau ambil pusing, Azel bergegas meninggalkan ruang makan, berniat kembali ke kamarnya.
"Mas Iqbal kemungkinan nggak balik kesini deh kayaknya." Suara Danang menghentikan langkah Azel.
Azel berbalik badan dengan cepat. "Maksudnya?" Gadis itu mengerutkan dahi.
Didapatinya Danang tengah cengengesan nggak jelas. "Tuhkan bener! Kangen ciyeeee... "
Dasar adik kurang asem!
"Blegug!"
"HAHAHA.. MA INI KAK AZEL KANGEN MAS IQBAL!!"
Azel mendengus sebal dan tak menghiraukan ledekan Danang.
Lebih baik ia bergegas menyiapkan diri untuk sekolah pagi ini daripada menanggapi Danang. "Dia bukan adek gue, sungguh!" gerutunya sembari menaiki tangga.
~♥~♥~♥~
Azel tersenyum memandang pantulannya di cermin. Ia melebarkan senyumnya. Merasa tak cukup, kini jarinya ikut menarik sudut bibirnya agar senyumnya semakin lebar. Tapi akhirnya ia menyerah dan wajahnya kembali muram. Sekali lagi memandang cermin, ia merapikan rambut panjangnya. Gadis itu kembali tersenyum, kali ini bukan senyum yang dipaksakan. Azel harus tetap ceria bukan?
Azel yakin, Iqbal pasti akan kembali kesini. Ke rumahnya.
Gadis itu mengambil tas selempangnya dan bergegas menuruni anak tangga bersiap menyongsong hari baru. Iya, meski hari ini ia tidak berangkat bersama Iqbal .
Di sekolah, Azel melakukan kegiatannya seperti biasa. Mencatat pelajaran, pergi ke kantin saat waktu istirahat, mengikuti pelajaran olahraga ketika mapel olahraga, mampir sebentar ke ruang latihan dance, berbenah, kemudian pulang saat bel pulang telah berbunyi. Begitu seterusnya sejak hari kemarin.
Hal ini tidak luput dari pengamatan Ica dan Irma yang heran dengan sikap Azel yang tak seperti biasanya. Azel kembali menjadi Azel sebelum mengenal Iqbal. Menjadi pendiam jika tidak ditanya.
"Azelkuuu... jangan murung gitu dong," kata Ica sambil menepuk pelan pundak Azel. Ica merangkul pundak kiri Azel, disusul Irma yang ikut merangkul di sebelah kanannya.
"Cheer up, dear." Irma menoel dagu Azel.
Azel tersenyum kecil. "Gwenchana.. " katanya menirukan dialog drama.
Irma dan Ica berpandangan. Mereka tersenyum. "Gitu dong." Keduanya iseng menekan pundak Azel hingga gadis itu kesakitan.
"Eh sakit!"
Melihat Azel kesakitan, keduanya malah tertawa. Azel pun tertawa sambil mengaduh.
Azel sudah kembali. Dan semoga seterusnya begini.
Ketiga sahabat itu tertawa sambil berangkulan. Kedua lengan Azel memeluk erat pinggang Ica dan Irma. Sembari berjalan menelusuri jalan pulang, mereka bersenandung menyanyikan lagu korea. Entahlah, hanya mereka yang tau artinya.
~♥~♥~♥~
"Ma, Azel pulang!"
Reina tersenyum kecil. Ia melanjutkan acara masaknya. "Kok sore banget sayang pulangnya?" tanya wanita itu.
"Hehe. Tadi ada latihan dance dulu. Mau ada lomba minggu depan, Ma."
Azel meletakkan dagunya di atas meja makan, ia menatap Mamanya yang membelakanginya. Gadis itu tersenyum. Iya, dia tidak boleh terus murung begini kan? Jika Mamanya saja bisa ceria begitu, kenapa Azel harus murung? Azel harus tetap bahagia!
"Aku mandi dulu Ma!"
"Sekalian sholat maghrib sayang, udah adzan."
Saat menaiki tangga, Azel mendengar suara adzan berkumandang. Ia menyahuti kalimat Mamanya. "Oke."
Azel bersenandung kecil menyanyikan lagu korea kesukaannya. Sesekali menirukan gerakan dance yang diingatnya. Di depannya Reina memandang putrinya itu dengan senyum mengembang.
"Danang kok belum keluar kamarnya ya?" Reina menatap Azel yang langsung menghentikan gerakannya.
"Tadi katanya lagi pake baju."
Reina mengangguk.
Azel menatap makanan di atas meja. Lalu tatapannya beralih ke kursi sebrangnya. Kursi yang biasa tempat Iqbal duduk.
Iqbal dengan tampang slengeannya meledek Azel, Iqbal yang sering tersenyum hingga menampilkan bulan sabit di matanya, juga Iqbal yang terkadang centil mengedipkan sebelah matanya untuk menggoda Azel.
Oh bahkan saat ini Azel membayangkan semua tingkah Iqbal itu. Iqbal tengah tersenyum disana. Hingga suara Reina membuyarkan semuanya dan Iqbal menghilang dari pandangannya.
"Sini makan, Dan!"
Danang menarik kursi itu dan mendudukinya, membuat Azel mendengus.
"Yes Mama masak capcai!" Cowok itu tersenyum girang.
"Iqbal di sana makan apa, ya?" Azel menatap sedih makanannya. Reina dan Danang yang sudah mengangkat sendok masing-masing pun bersitatap.
Hingga hari ini Azel tidak berani menghubungi Iqbal. Ia takut jika nantinya mengganggu, jadi berakhirlah ia dengan segala tanda tanyanya. Penasaran apa yang Iqbal lakukan disana, penasaran apa yang pemuda itu makan, juga penasaran apa Iqbal tidur nyenyak disana.
Reina menatap putrinya. "Dia pasti makan enak di sana, sayang."
Azel langsung mendongak, kemudian tersenyum kecil. "Iya ya Ma, dia pasti makan enak, tidur nyenyak, dan harusnya aku nggak perlu sekhawatir itu kan?"
"Iya Kak, makanya kalo ada orangnya di depan mata tuh jangan disia - siain, jangan dicuekin. Pas jauh aja dikangenin," kata Danang meledek. Cowok itu mengedikkan bahu saat dipelototi kakaknya.
"Udah udah.. ayo makan!"
Beneran deh, mungkin dulu itu Danang ketuker sama adiknya yang asli.. Huft! Nyebelin!
~♥~♥~♥~
Ini hari libur. Ketika semalam Azel kegirangan melihat bahwa tanggal enam belas di kalender berwarna merah. Jadi hari ini, tepatnya setelah sholat subuh, Azel berniat untuk bermalas-malasan seharian.
Ia kembali menggulung dirinya dalam selimut tebal. Padahal sejak tadi ia sudah diteriaki dan dimaki Danang dari lantai bawah. Azel menghiraukannya. Lagipula ia tidak begitu mendengar dengan jelas apa teriakan Danang, paling hanya kata "Turun" , "Makan", "Mandi".
Azel akhirnya tidak tahan mendengar teriakan Danang, apalagi adiknya itu sedang bersumpah serapah sekarang. Lebay dasar!
"IYA IYA! GUE BANGUN!"
"MANDI!"
"IYA BAWEL IH!"
"GIMANA SIH ANAK PERAWAN JAM SEGINI BELUM BANGUN?! KATANYA MAU JADI IBU RUMAH TANGGA YANG BAIK?! GIMANA SIH?!"
"SUMPAH YA!"
"BURUAN KE BAWAH. GUE SAMA MAMA MAU KE PASAR! JAGA RUMAH KAK!"
"IYA BERISIK! "
Jadi... pagi itu pukul sembilan dan rumah itu berisik.
~♥~♥~♥~
Azel menuruni tangga sambil mengucak kelopak matanya. Ia sudah mandi, dan harum. Sudah berpakaian layak pakai dibanding baju tidur kedodorannya semalam. Juga sudah mengucir rambutnya dengan rapi dibanding rambut singanya saat baru bangun tidur.
Gadis itu dengan santai mendudukan dirinya ke atas sofa depan televisi. Kemudian mulai mencari tayangan yang ingin ia tonton. Mengambil kue kering dalam toples dan mulai menatap layar dengan malas.
Jadi, di dalam keluarganya, wajib bangun pagi dan mandi pagi. Kamu mau tidur lagi setelah solat subuh boleh, asal mandi dulu.
Begitu kata Mamanya.
Tapi memang Azel suka nggak nurutin Mamanya, dan sering diomel adiknya.
Dirasa haus, ia berniat mengambil sebotol air mineral dalam kulkas di dapur. Azel menatap kursi di ruang makan itu lagi. Dan kali ini bayangan Iqbal lagi-lagi tersenyum ke arahnya.
"Gue bener-bener kangen Iqbal kayaknya," katanya pelan.
"Noona.. "
Azel tertawa kecil. "Oh bahkan Iqbal manggil gue dalam imajinasi gue."
Gadis itu menggelengkan kepalanya dan berusaha mengabaikan bayangan - bayangan tentang Iqbal disana.
Ayolah Azel, kamu harus sadar! batinnya berkali - kali.
Tetapi ketika Azel membalikkan badannya, ia merasakan ada lengan kekar memeluknya dari belakang. Dan sebuah bisikan membuatnya merinding. "Kangen.... "
Azel buru-buru melepas tangan itu dan membalikkan badannya, menatap sosok itu. Sosok itu tengah tersenyum lebar.
"Katanya kangen sama aku, Noona. "
"IQBAL!"
~♥~♥~♥~