20- Fanatik

1673 Kata
      "I wanna know How love could be as sweet as candy? How it's like flying in the sky? How it keeps you smiling all day? How the whole world turns beautiful? I wanna  know What is love? Will love come to me someday?" —What Is Love? (Twice)   ~♥~♥~♥~     "Bal......" "......" "Ssst.... ssttt.... " "....." "Iqbaaaal." "....." "Ih bikes cewek cantek dicuekin!" Azel mencebikkan bibirnya. Ia telah memperhatikan tunangan gantengnya yang sibuk berkutat dengan buku bercover hijau dengan tulisan Matematika untuk Kelas X sejak sepuluh menit yang lalu. Azel melongokkan kepalanya di tengah pintu, berniat mencuri perhatian Iqbal, tapi sejak tadi ia diabaikan. Iqbal terlalu fokus pada buku digenggamannya itu.   "Sekarang melongokkan kepala di tengah pintu kamarku jadi hobi Noona?" Iqbal masih memfokuskan perhatiannya pada bukunya ketika bertanya. Azel terdiam, bingung mau menjawab apa. Mampus lo Zel, sekarang lo yang kayak caper banget ke Iqbal!   "Sana Noona, aku lagi ngejar ketinggalan nih gara-gara nggak masuk seminggu kemarin." Iqbal mengibas - ngibaskan tangannya. "Banyak PR."  Tangannya mencoret, menghapus, kemudian menulis lagi jawaban yang salah menurutnya.   Cih, gue diusir?!   "Njiiir, nggak fokus!"   Terkejut, Azel melihat Iqbal mencak-mencak di kursinya. Kini ia jadi merasa tidak enak karena mengganggu kegiatan belajar Iqbal.   Ih lo jahat banget Zel!   Azel merenges. Gadis itu memandang Iqbal yang kini  tengah berjalan ke arahnya. Iqbal berkacak pinggang dengan menyebalkan. "Ada apa Noona?" tanyanya. Iqbal membenarkan kacamatanya.   "Hehehe.. gabuutt nih Bal." Azel mengedip-ngedipkan matanya menatap pemuda itu.   Iqbal berdecak. Tapi selanjutnya ia tersenyum lebar hingga menampakkan deretan giginya. "Noona mau ngapain?" tanyanya.   Azel menundukkan kepalanya dan berpura-pura menunjukkan raut sedih. "Kita belum Qtime, Bal. Banyak yang pengen aku tanya plus omongin ke kamu."      Iqbal mengangkat alis kanannya. "Qtime?"   "Iya... " Azel malah nyengir gaje.   "Oh, mau minta cium?" tanya Iqbal menggoda Azel. Pemuda itu menyeringai aneh.   Azel melotot tidak terima. "Eh bukan itu! Maksudku, quality time, Bal! Qtime!" jelasnya. "Dari kemarin kamu ke sekolah terus sibuk sama geng kamu itu. Pulangnya kita nggak pulang bareng karena kamu ada latihan taekwondo."   Tanpa diduga, tawa Iqbal pecah. Matanya yang membentuk garis itu menatap Azel dengan aneh. "Noona lucu," katanya setelah melihat pelototan Azel.   "Hemmmmm... " Bibir Azel kini manyun. Iqbal seneng banget kalo godain Azel.   "Noona butuh ngobrol sama aku gitu?"   "Iya. "   Tangan Iqbal yang sedari tadi berkacak pinggang kini malah bersandar pada daun pintu, menghalangi Azel untuk masuk. "Aku sibuk Noona."   Azel membalikkan badan dengan kesal. Ia menghentakkan kakinya sembari memasuki kamarnya. Sontak membuat Iqbal berderai tawa.   Kasihan Azel.. ckck   ~♥~♥~♥~   Pagi ini pelajaran olahraga. Semua murid sudah berkumpul di lapangan basket, mempersiapkan penilaian mereka. Namun ada yang spesial hari ini ketika kelas X IPA 3 dan XI IPS hari ini digabung karena kebetulan guru yang mengajar mereka sama.   Hal ini tak ingin disia-siakan para cewek kelas XI yang modusin adik kelas mereka tersebut.   "PAGI INI DUA KELAS SAYA GABUNG,  KARENA SAYA ADA KEPERLUAN DI HARI KAMIS BESOK " Seruan guru olahraga mereka terdengar memenuhi lapangan basket.   Semua murid mendengar dengan seksama sambil istirahat di tempat sebelum melakukan pemanasan.   "Kelas kita digabung sama kelas Iqbal?" Ica berbisik disamping Azel. Gadis itu celingak-celinguk nggak jelas mencari keberadaan nama yang disebutnya tadi.   "Iya , Ca. Diem napa. Ntar Pak Kumis marah," sergah Azel sesekali melihat ke depan memperhatikan gurunya. Guru berkumis tebal itu memegang tongkat panjang yang siap untuk dipukulkan pada murid yang tidak memperhatikan. Irma menggelengkan kepala melihat tingkah keduanya.   "JADI NANTI KELAS X AKAN MELAWAN KELAS XI UNTUK PENILAIANNYA, TIMNYA DIBENTUK BERDASARKAN URUT ABSEN. LAKI-LAKI DULU" Pria yang dijuluki Pak Kumis oleh Azel itu memainkan kumisnya. Sebelah tangannya memegang bola basket. "PAHAM?" tanyanya yang langsung dijawab serentak oleh semua murid. "PAHAM!"   Semua murid cewek berpencar menuju tribun untuk mencari tempat duduk yang nyaman. Azel langsung ditarik oleh kedua sahabatnya dengan paksa. Mereka menempati deretan kedua dari depan. Azel memperhatikan Iqbal yang sedang melakukan pemanasan. Iqbal tetap keren dengan kaos olahraga kedodoran miliknya. Tanpa disangka, Iqbal melihat ke arahnya.  Lalu mengerling.   "Aaaaaaa Iqbal ganteng banget sih!"   Bukan. Itu bukan suara Azel. Melainkan suara cempreng milik Cindy teman sekelasnya yang duduk tepat di belakangnya.   "Iqbal tadi ngedip ke gue, kalian liat?!" Cindy berkoar pada teman-teman segengnya.   Azel menoleh ke belakang dan menyaksikan kehebohan mereka.  Keempat cewek yang tengah ditatap Azel itu malah semakin heboh menyemangati adik kelas mereka, bukannya teman sekelasnya.   "Zel, liat tuh si Cindy heboh banget manggil-manggil Iqbal." Ica mengapit lengan Azel dan berbisik di telinga gadis itu. "Iya Zel, kecentilan banget tuh anak." Di sisi satunya Irma malah menyipitkan matanya. Matanya seperti memancar leser untuk membolongi wajah Cindy.   "Kok Cindy gitu banget sih? Emangnya dia naksir Iqbal?" tanya Azel pada keduanya.   "Lo nggak tau Zel?" Ica tambah mengencangkan kaitan tangannya di lengan Azel.   "Tau apa?"   "Cindy n the geng kan sering ngomongin Iqbal sama temen-temennya yang ganteng itu." Ica menjawab. "Mereka fansnya Iqbal."   Mendengar hal itu Azel tertawa. "Apa? Fansnya Iqbal?" tanyanya.  Azel kembali menatap lapangan, mencari sosok Iqbal.   Belum jadi artis aja Iqbal punya fans, gimana kalo jadi artis?   Dan ketemu.   Iqbal tengah melakukan dribel untuk mengecoh lawan. Permainan tangan Iqbal sangat berteknik. Ia piawai memainkan bola basket di tangannya. Pemuda itu mengoper pada Adit yang berada di bawah ring basket, dan shoot. Adit melesatkan bola ke dalam ring dengan jump shoot.   Kelas X memimpin.   Iqbal berlari girang dan memeluk teman setimnya. Pandangannya menyapu tribun dan menemukan Azel yang tersenyum ke arahnya. Azel mengacungkan jempolnya. "Keren." Kata  Itu yang dapat Iqbal tangkap lewat gerak bibir Azel.   Iqbal balas tersenyum. Selanjutnya ia kembali menuju ke permainan.   "Kita semangatin temen kelas kita dong, Ca." Azel memperingati Ica yang turut heboh di duduknya. Irma menggeleng.   "Ih, temen-temennya Iqbal ganteng juga ya." Ica menunjuk Adit yang tengah mengelap keringatnya.   "Adit?" tanya Azel. Gadis itu melihat Iqbal sedang berbicara dengan cowok yang Ica maksud.   "Namanya Adit?" Ica sekali lagi memastikan pendengarannya. Azel mengangguk. Hal itu membuat Ica menyeringai aneh.   Tapi tiba-tiba Azel mengingat perkataan Ica tadi. Cindy n the geng itu fans Iqbal?     ~♥~♥~♥~   Azel berpangku dagu. Ia sudah mengganti kaos olahraganya dengan seragam batik sekolahnya. Ia menatap Ica dan Irma yang sedang mengobrol tentang penilaian basket tadi, mereka mengeluh karena tim mereka kalah. Yang artinya mereka mendapat nilai standar antara 75-80, tidak bisa meraih nilai sempurna. Kemudian tatapan Azel mengedar memperhatikan kelas. Semua teman kelasnya sudah berganti baju. Tapi ada yang hanya mendobel di luarnya saja, ada yang tidak dikancing, ada yang tidak dimasukan ke dalam celana. Kebanyakan murid cowok yang tidak benar-benar mengenakan seragam dengan rapi. Ada juga siswi yang tengah berdandan dan menyemprotkan parfum semerbak ke seisi kelas. Bau harum bercampur keringat kini memenuhi kelas. Azel memperhatikan Cindy.   Cindy itu salah satu pentolan kelas. Dia cantik dan pintar. Azel sejak kelas X selalu bersaing dengan Cindy untuk masalah pelajaran. Cindy centil, sering berganti pacar, dan itu sebanding dengan wajah cantiknya. Kalau benar cewek itu menyukai Iqbal, berarti dia saingannya dong?    Azel tau kalau Iqbal banyak fansnya. Tapi mendengar ada teman sekelasnya yang ngefans Iqbal, kenapa ia jadi kesal?   "Azel ngeliatin gue mulu. Kenapa?" Tanpa diduga, Cindy melontar pertanyaan padanya. Cewek itu mendekati Azel. Azel yang baru sadar kini ia jadi perhatian seisi kelas.   Tercyduq   "Eh apa iya? Enggak kok. Gue lagi merhatiin make up yang lo pake." Azel menjawab dengan santai.   Cindy mengedikkan bahu. Ia melewati Azel dan menuju keluar kelas.   Ica dan Irma bersitatap. Mereka menanyakan lewat raut wajah. Azel menggeleng.   "Gue kok sebel sejak tau dia ngefans Iqbal." Azel menatap keduanya.   "Kenapa?"   "Sebel aja..."   "Gimana latian lo Zel buat lomba dance lusa besok?" Ica mengalihkan topik pembicaraan.   "Yaa.. gitu deh.. " jawab Azel malas-malasan. Ia menyandarkan kepalanya pada meja. Diingatkan tentang latihan persiapan lomba dance membuatnya tidak nyaman.   "Semangat dong!" Irma menyemangati.   "Ntar kita dukung, kita duduk di bangku terdepan. Bawa spanduk tulisan buat semangatin lo," kata Ica. "Iya, kan Ir?" ia meminta persetujuan.   Irma mengangguk. "Iya lah. Ntar ajak anak kelas buat ikut semangatin."   "Iya iya, gue semangat banget kok." Azel tersenyum lebar. "Doain! "   ~♥~♥~♥~   Alunan lagu Rather Be memenuhi kamar Azel. Gadis itu meliak-liukan tubuhnya seirama dengan koreografi yang dibuatnya sendiri. Baru sampai bagian reff, kemudian lagu berganti menjadi Lose Control kepunyaan Ledisi. Ini bagian solo dancenya. Dan Azel benar-benar harus  menghafalnya.   H-2 Lomba Dance Antar Sekolah. Azel sibuk latihan. Hal itu membuat Iqbal merasa ia gantian yang dicuekin Azel. Azel sesekali menyeka keringatnya. Ketika ia lupa pada gerakan koreonya, ia mengulang lagi. Mengulangi berulang kali hingga benar-benar hafal. Pasalnya ide untuk solo dancenya ditengah lagu itu terpikirkan kemarin.   "Kak, makan! Jangan jogetan mulu.. "   Danang mengetuk pintu kamarnya dan berseru. Cowok itu lalu mengetuk pintu di sebelah kamar Azel. Dan kembali turun ke lantai bawah.   "Iya!"   Klik. Azel mematikan Music player di ponselnya. Ia membuka pintu kamar sambil mengelap keringatnya. Dan Azel langsung terkejut saat Iqbal tiba-tiba sudah ada tepat di depan pintunya. Iqbal mencebikkan bibir gemas.   "Noona balas dendam ya?" tuntut Iqbal. Azel kebingungan. Mata gadis itu mengedip.   "Apa?"   "Gara-gara kemarin kan, Noona gantian cuekin aku."   Azel malah tertawa dituduh seperti itu. "Balas dendam?" tanyanya pada Iqbal. Pemuda itu mengangguk. "Enggak," sergahnya. "Udah ayo turun Bal. Aku laper."   "Kalo enggak, kenapa pulang latihan dance langsung ngunci kamar dan baru keluar sekarang?" Wajah Iqbal menggemaskan sekarang. Sudut bibir  Azel tertarik.   Ia memang hari ini sengaja tidak pulang bersama Iqbal karena harus berlatih dance. Jadi tadi ia menyuruh Iqbal pulang terlebih dahulu. Dan baru keluar saat jam makan malam.  Hingga membuat Iqbal berpikir jika ia balas dendam, gantian mengabaikan dirinya. Siapa yang sangka Iqbal akan selucu itu saat merajuk?   "Kenapa ketawa?" tanya Iqbal.   "Aku dari tadi latihan dance, Bal. Nggak sempat keluar kamar lah, orang sibuk." Ia tersenyum geli.   "Apa latihan di sekolah itu nggak cukup?"   Azel berdecak . "Ada gerakan yang belum hafal." Gadis itu ingin berjalan mendului Iqbal, tapi dicegat. "Harusnya kamu nyemangatin aku dong." Azel mendongak menatap Iqbal.   Seperti dihantam batu, Iqbal tersadar ketika Azel melontarkan kalimat itu. "Eh, maaf Noona. Bukannya aku nggak nyemangatin Noona."   Azel melipat tangan di depan d**a. "Semangatin. Lawannya berat."   Tangan Iqbal yang sejak tadi di saku celana kini terangkat. Ia mengelus rambut gadis itu, dua kali, lalu tangannya beralih mencubit pipi gadis itu. Azel mengaduh.   "Aaww."   Iqbal mendekatkan wajahnya dan tersenyum lebar. "Semangat, Noona!"   Azel tersenyum dengan rona wajah memerah. Ia yakin, malam ini ia tidak akan bisa tidur. Benar, harusnya ia tidak perlu kesal pada Cindy ataupun fans Iqbal yang lain di luar sana. Karena ia tau, Iqbal sudah memilihnya.   Iya kan?       ~♥~♥~♥~        
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN