Bab 11

1888 Kata
      Gisel melirik Kirana dan terpenjat kaget. Ia menutup mulutnya, lalu berdehem dan mendongakkan dagunya.            “Iya, kenapa memangnya?” Tanya Gisel.            “Tapi semalam kamu nggak ada di grup chat. Padahal kan kita mau adain rapat semalam, dan aku bilang kalau ada apa- apa sebisa mungkin kabarin aja di grup chat meskipun telat,” jawab Kirana. “Kamu kemana semalam?”            “Aku ketiduran, sempet ketiduran waktu pulang sekolah,”jawab Gisel. Kirana mengernyitkan alisnya, lalu mangut- mangut.            “Ya, iya ketiduran. Tapi masih sempat ya buat chat si Novan ..” Gumam Kirana. Gisel menelan ludah. Kirana melambaikan tangannya. “Ya, terserah deh alasan kamu apaan. Mau ketiduran kek, apa kek, setidaknya ya harus ada kabar. Jangan ngilang. Aku nggak mau tau ya soal nggak ngabarin, apapun yang terjadi pokoknya di kabarin aja. Jangan buat alasan, yang jujur ajalah, lebih di terima kok.” Kirana berdehem.            “Yaudah deh, biar nggak buang- buang waktu, kita lanjut aja rapatnya. Duduk Sel,” pinta Kirana. Gisel hendak menarik kursi di sebelah Novan. “Jangan di sana, di sebelah Fiona itu ada kosong.”            Gisel berdecak kesal. Ia memasukkan kembali kursi dan menarik kursi di sebelah Fiona. Ia bersungut- sungut duduk di sana.            “Ini panitia event, bukan ajang cari jodoh,” gumam Kirana pelan. Kirana melirik Fiona sekilas. “Fi, kamu bener kan semalam nggak ada kuota?” Fiona terbelak kaget dan langsung mengangguk.            “Iyalah! Kalo kamu nggak percaya, tanya aja sama si Rudi!” Kirana mangut- mangut.            “Iya iya, aku percaya kok.”            “Anu, permisi kak … maaf telat …” Dewi dan Talia datang menghampiri sambil membawa nampan yang berisikan semangkuk bakso dan sepiring siomay.            “Oh ya, duduk terus ya Dew, Tal. Itu duduknya di sebelah Gisel aja kalian, jangan deket- deket sama cowok,” pinta Kirana. Dewi dan Talia sedikit menundukkan badan dan duduk di sebelah Gisel.            “Eh ini nih makan nih makan, aku bawa banyak!” Fiona menawarkan sandwich yang di bawanya. Dewi dan Talia mengambilnya dengan sungkan dan menyinggungkan senyum kecil.            “Iya, makasih banyak kak,”ujar Dewi dan Talia barengan. Kirana berdehem.            “Oke guys, rapatnya kita mulai ya. Santai aja sambil makan.” ****            “Jam istirahat sudah selesai. Murid- murid di harapkan kembali ke kelas.” Terdengar suara penanda waktu di speaker sekolah.            “Oke, rapat kita sampai di sini aja ya. Karyo, kamu ada catat juga kan tadi rangkuman rapat sementara kita ini?” Tanya Kirana. Karyo mengangguk sambil terus mencatat.            “Oke Kir. Udah beres. Udah aku rangkumin semuanya.” Karyo mengangkat agendanya. Kirana mangut- mangut.            “Baiklah kalo gitu. Kita sudahin rapat kita sampai di sini. Makasih kalian udah mau datang, maaf kalau menganggu waktu istirahat kalian. Yo, nanti tolong kamu fotokan ya rangkuman rapat ini terus kamu kirim ke grup kita. Masukin ke note aja, bisa kan?” Pinta Kirana. Karyo mengangguk.            “Bisa bisa. Siap Kir!”            “Oke kalo gitu. Udah bisa balik ke kelas masing- masing ya.” Kirana merapikan pulpen dan agendanya, lalu bangkit dari duduk. “Yuk balik.”            “Eh Kir, bareng ya!” Karyo bangkit dari duduknya dan mengikuti Kirana dari belakang. Mereka pun jalan beriringan.            “Kami juga permisi ya kak.” Dewi dan Talia bangkit dari duduk. “Makasih ya kak Fiona buat sandwich-nya,” ujar Talia.            “Sama- sama. Kapan- kapan aku bawain bekal lagi ya!” Fiona melambaikan tangan pada Dewi dan Talia. Tinggallah Novan, Gisel, dan Fiona di sana. Novan menyedot habis es teh manis yang di pesannya.            “Itu Kirana sama Karyo asik berduaan mulu ya, pacaran apa itu berdua?” Tanya Gisel.            “Hah? Nggak mungkinlah. Kan katanya mereka sohib, udah sahabatan dari lama,” jawab Fiona.            “Ya kali aja kan, dari sahabatan jadi ada rasa gitu. Mana sering banget tuh berdua nempel. Kayak bucin si Karyo tuh dengan si Kirana,” timpal Gisel. Novan menghela napas. Dasar cewek- cewek.            “Aku duluan …” Novan baru saja bangkit dari duduk, tapi Gisel dengan cepat langsung menarik tangannya.            “Eh eh, tunggu dulu Van!” Novan langsung menepis tangannya dan berdecak kesal.            “Apaan sih pegang- pegang?!” Gerutu Novan. Ia mengelus tangannya. Gisel bersungut kesal.            “Ih, kamu tuh. Kamu belum jawab pertanyaan aku tadi tau. Kamu kenapa nggak balas chat aku semalam sih? Padahal aku tungguin kamu balas loh, sampai ketiduran akunya, belum juga kamu bales,” tanya Gisel. Novan menghela napas dan melirik Gisel tajam.            “Karena nggak penting,” jawab Novan. “Aku juga udah block kamu.” Gisel terpenjat kaget. Ia melongo.            “Tapi kenapa …”            “Karena nggak penting. Kamu spam, menganggu tau. Makanya aku blokir.” Novan melirik Gisel tajam. “Dan jangan harap bakal aku buka blokirnya. Inget kata Kirana, ini urusan kepanitiaan, bukan ajang cari jodoh.” Novan menepis tangan Gisel.            “Aku duluan.” ****            “ARGH! s****n!” Gisel menggeram. Saat ini dia sedang di toilet dengan Fiona. Mereka mampir dulu di toilet sebelum kembali ke kelas.            “Masih kesel Sel?” Tanya Fiona.            “Menurut kamu?” Gisel mendengus kesal. Ia melipat tangannya dan mendongak. “Dih. Memang si Kirana itu, sok banget! Sok nge boss, padahal sebenarnya dia nggak becus jadi ketua!” Gerutu Gisel.            “Lah, kok jadi salahin Kirana?” Tanya Fiona bingung. Gisel menatap tajam Fiona. Ia menyudutkan Fiona.            “Denger, pokoknya semua salah Kirana. Semuanya salah dia, karena dia jadi ketua, karena dia kecaperan sama Karyo dan si Novan itu!” Fiona mengernyitkan alis dan mengedikkan bahu.            “Ya terserah deh.” Gisel menarik kerah baju Fiona. “Iya iya, ini semua salah Kirana.” Gisel tersenyum kecil dan melepas kerah baju Fiona dengan kasar.            “Kan? Semua salah Kirana kan? Karena dia udah cari muka dengan si Novan, padahal dia sendiri udah deket sama si Karyo!” Ujar Gisel.            “Siapa yang cari muka dengan Novan?” Tanya seseorang di belakang mereka. Suara yang tidak asing. Mereka berdua menoleh. Geng The Mean Girls yang beranggotakan Sarah, Lili, dan Rissa ada di belakang mereka. Mereka baru selesai mencuci tangan di westafel.            “Eh, ada Sarah, Lili, Rissa … hehe, kalian di sini juga toh …” Gumam Gisel. Sarah berdengus.            “Heh, jangan alihkan topik. Tadi aku nanya, siapa yang cari muka dengan Novan?” Tanya Sarah. Ia menatap Gisel lamat- lamat.            “Kamu?” Gisel menelan ludah. Sarah menunjuk Fiona. “Atau dia?”            Fiona geleng- geleng. “Nggak, aku nggak minat sama si Novan. Itu tuh si Gisel, yang minat dengan si Novan!” Fiona menunjuk Gisel. Gisel melotot pada Fiona.            “Oh, kamu … yang caper sama si Novan ya ..?” Tanya Sarah lagi. Gisel geleng- geleng kepala.            “Nggak, nggak! Bukan aku, tapi si Kirana!” Jawab Gisel. Sarah mengernyitkan alisnya.            “Kirana?” Tanya Sarah lagi. Gisel mengangguk. “Kirana Larasati, anak XI MIPA 4 itu? Yang deket sama Karyo itu ya, yang rambutnya lebat kayak hutan?” Gisel mengangguk kencang.            “Iya! Dia! Kirana Karyo itu! Dia yang kecaperan dengan si Novan. Dia sok deketin si Novan itu, pokoknya caper banget deh kalo kami lagi rapat. Dikit- dikit bilang Novan inilah, Novan itulah …” Sarah mengernyitkan alis.            “Rapat? Rapat apa?”            “Loh, kamu nggak tahu ya? Novan kan ikut kepanitiaan buat event sekolah nanti. Dia gabung di devisi Dana Usaha, ketuanya si Kirana itu.” Sarah terbelak kaget.            “Loh? Dia nggak ikutan audisi ‘Pangeran dan Putri Sekolah Samudera’?” Tanya Sarah. Gisel mengernyitkan alis dan melirik Fiona. Fiona hanya mengedikkan bahu.            “Anu … nggak tahu sih … aku nggak tahu dia daftar apa enggak, yang pasti dia udah kepilih jadi panitia Danus ..”Jawab Gisel. Sarah mengernyitkan alis.            “Aneh. Biasanya panitia kan nggak boleh ikutan audisi. Hem, mungkin dia sambil kali ya? Mungkin aja kan dia di kasih buat ikutan keduanya …” Gumam Sarah.            “Bisa jadi sih Sar. Tampang kayak dia kan, nggak mungkin nggak di tarik si Valdi buat ikutan audisi itu. Taulah Valdi gimana kalo udah rekrut orang, nggak boleh nggak rasanya,” celetuk Rissa. Sarah mangut- mangut.            “Kalo dia ikut, kemungkinan bakalan di pasangin sama kamu Sar. Kan kamu juga belum ada pasangan toh, itu kan harus berpasangan,” timpal Lili. Sarah mengangguk dan tersenyum kecil.            “Bener juga kalian. Udah pasti sih, aku bakalan pilih dia, dan aku yakin juga nggak bakal ada yang nolak. Dianya juga nggak bakal mau nolak guelah, nggak mungkin.” Sarah tertawa kecil. Gisel dan Fiona saling bertukar pandang.            “Iya dong. Kan kalian tuh udah deket banget kan, gencar banget toh. Tiap malam DM, selalu chatting kan,” celetuk Lili.            “Iya. Terus dia perhatian banget lagi ke kamu. Tapi sayangnya dia agak tsundere, malu- malu gitu. Jadi kalo di sekolah kan nggak pernah ngomong, padahal di belakang itu mereka sweet banget,” timpal Rissa. Sarah tersipu.            “Iya. Mana manis banget lagi anaknya! Duh, gemesin banget deh pokoknya liatnya! Tipe cool tsundere, haduh, jarang banget ada cowok kayak gitu!” Gumam Sarah.            “Tiap malam w******p, terus sesekali kirim VN. Mana suaranya merdu banget lagi kan, haduh meleleh banget,”celetuk Rissa. Sarah mangut- mangut. Gisel dan Fiona saling tukar pandang dan mengernyitkan alis.            “Anu … apa tadi? Chat di WA sama Novan?” Tanya Gisel pelan. Sarah melirik Gisel tajam.            “Kenapa memangnya?” Tanya Sarah ketus. “Kamu ada chatting sama dia ya di WA?” Sarah menatapnya tajam. Gisel geleng- geleng kepala.            “Nggak, nggak kok! Nggak pernah, aku nggak pernah kok chatting sama dia. Ngomong sama dia aja nggak pernah, di rapat juga diem- diem aja. Ya kan?” Gisel menyikut Fiona. Fiona mengangguk.            “Pokoknya, awas aja kalo kalian berdua ketahuan chatting sama Novan. Novan itu bentar lagi bakal jadian sama aku, camkan itu!” Ancam Sarah. Gisel dan Fiona mengangguk pelan.            “Sar, ayo balik. Pelajaran pak Yatno ini. Kalo telat masuk bakal di bawelin sama beliau!” Ajak Lili.            “Oh iya juga.” Sarah menatap Gisel dan Fiona lamat- lamat. “Pokoknya awas aja kalian kalo deket- deket sama Novan! Ingetin juga tuh ke si Kirana. Jangan kegatelan dengan Novan bilang!” Fiona dan Gisel mengangguk. The Mean Girls melenggang keluar kamar mandi. Fiona dan Gisel menghela napas lega.            “Eh, memangnya si Novan pakek WA ya?” Tanya Fiona. Gisel mengendikkan bahunya.            “Bukannya kemarin dia bilang nggak pakai WA ya, makanya kita buat grupnya di Line?” Tanya Gisel. Fiona balas mengendikkan bahu.            “Mungkin dia pake, tapi dia nggak mau kasih tau kita. Pengecualian buat Sarah,” jawab Fiona asal.            “Kok pengecualian buat Sarah? Memangnya Sarah itu siapa?” Tanya Gisel kesal.            “Ya, karena dia cewek cantik. Ya kan, kadang ada pengecualian buat kaum- kaum good looking,” jawab Fiona. Gisel berdecak kesal.            “Mana ada yang kayak begitu! Memangnya kamu kalo jadi cowok, bakal kasih pengecualian kayak gitu buat Sarah?” Tanya Gisel. Fiona diam sesaat, lalu mengangguk.            “Soalnya dia cantik, pengecualian. Apalagi Sarah famous, kan lumayan ya buat di pamerin ke yang lainnya,” jawab Fiona polos. Gisel melongo. Fiona mengepalkan tangannya dan mengangkatnya ke atas.            “Hidup untuk kaum- kaum good looking! Pengecualian untuk mereka yang tampan dan cantik!” Gisel mendengus kesal.            “Bodoh ah, aku balik duluan!” Gisel melenggang keluar dari toilet.            “Eh, tunggu Sel!” ****
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN