Bab 12

1489 Kata
      Sarah sedang kembali ke kelas selepas dari perpustakaan. Ia kegirangan dalam hati karena dari kejauhan dia melihat sosok Novan di ujung sana. Ia menarik nafas dalam dan membuangnya perlahan. Ia merapikan sedikit rambutnya yang tidak berantakan.            “Hai Novan,” sapa Sarah ramah begitu Novan mendekatinya. Novan hanya meliriknya sekilas lalu melengos pergi begitu saja, meninggalkan Sarah yang melongo di tempat.            “Ya ampun itu anak. Memang malu- malu kucingnya gemesin banget ya. Cuek banget kalau papasan, tapi kalo di chatting ramah banget,” gumam Sarah. Dia geleng- geleng kepala. “Ah udahlah, nanti aku chat ya Van!”            Sarah jalan sambil bersenandung. Novan yang sudah jauh dari sana, masih menggengam erat tangannya. Berusaha jalan setenang mungkin. Jantungnya berdebar kencang, nafasnya sedikit sesak. Keringat dingin perlahan mulai bercucuran. Ia berusaha mengatur nafasnya. Udah lewat, udah lewat. Nggak ada yang perlu di khawatirkan. Semuanya akan baik- baik saja, tenang Novan …            Novan menarik nafas perlahan dan mengeluarkannya dengan kencang. Ia kembali jalan ke kelas. Dia harap dia tidak akan berpapasan dengan Sarah lagi, atau perempuan siapapun deh.            “Harusnya tadi aku ajak si Andi,” gumam Novan. “Tapi aneh juga, kalo dua cowok ke toilet bareng.” ****            Sarah mengeluarkan smartphone begitu bel pulang sekolah berdering kencang. Ia tidak peduli meski di depan kelas masih ada bu Nunung yang menjelaskan materi PKN. Bel sudah berbunyi, tandanya sudah waktunya pulang kan? Seharusnya bu Nunung sudah berkemas untuk pulang, bukannya masih semangat mengajar.            “Heh Sar, di lihat bu Nunung tuh nanti, di sita HP-mu.” Lili yang duduk di sebelahnya memperingatkan.            “Sstt! Ini kan juga udah jam pulang, udah habis jam pelajaran. Ya boleh dong. Salah si ibulah, kenapa nggak langsung pulang aja,” balas Sarah. “Memangnya kamu masih dengerin apa yang beliau jelasin?”            Lili nyengir lebar dan mengeleng. “Enggak sih, udah pengen pulang aku tuh.”            “Ya udah, makanya. Aku pun juga gitu.” Sarah mengemas semua bukunya dan kembali fokus dengan smartphone. Lili menempelkan badannya dekat Sarah.            “Oh, lagi chatting sama anak ganteng toh,” gumam Lili. Sarah berdecak kesal dan menepis Lili.            “Apaan sih kamu ngintip HP orang sembarangan?!” Gerutu Sarah.            “Yaelah Sar, sama aku doang juga. Kayak yang apa kalilah ..”            “Nggak! Sana sana!” Sarah menepis Lili. Tiba- tiba terdengar suara berdehem dari depan. Sarah dan Lili berhenti bergaduh dan melirik ke depan. Bu Nunung berdiri tegak di sana dan menatap mereka dengan tatapan tajam.            “Sedang apa kalian di sana? Kenapa kalian nggak memperhatikan jam pelajaran saya?!” Bu Nunung menggebrak meja. Sarah dan Lili terdiam. Mereka duduk manis dan menundukkan kepala.            “Bu Nunung!” Seseorang mengangkat tangannya. Semua mata menoleh ke Kevin, ketua kelas XI MIPA 1.            “Kenapa? Kamu mau bela temanmu itu juga? Mau ikut di hukum dengan mereka juga?” Tanya bu Nunung sambil menunjuk Sarah dan Lili. Kevin mengangguk.            “Iya bu. Tapi mereka nggak salah juga bu. Mereka nggak memperhatikan lagi jam pelajaran ibu, karena ini udah jam pulang sekolah bu. Bel pulang udah bunyi daritadi, udah 20 menit yang lalu.” Kevin menunjuk ke jam dinding yang ada di depan kelas. Bu Nunung melirik ke arah jam itu.            “Oh iya, kamu benar juga nak,” gumam bu Nunung. “Maaf anak- anak, jam pulangnya jadi terpakai. Kalau begitu, sebelum pulang, kalian akan saya berikan PR, buat essai mengenai Otonomi Daerah. Minggu depan di kumpulkan sebelum jam masuk di meja ibu. Oke sekian dari ibu, ibu pamit undur diri.” Bu Nunung merapikan buku- bukunya yang berserakan di meja, lalu memasukkannya ke dalam tas. “Hati- hati di jalan ya anak- anak.”            Murid- murid langsung berhamburan keluar kelas sebelum bu Nunung meninggalkan kelas. Sarah dan Lili yang keluar paling dulu. Mereka menghela napas. Untung saja tadi ada Kevin yang membela mereka.            “Hampir aja! Untung si Kevin udah ingetin bu Nunung,” gumam Lili sambil menghela napas lega. Ia melirik Sarah yang masih berkutat dengan smartphone. “Eh, jalan tuh nengok ke depan, bukan ke HP. Jatuh nanti.” Lili menyikut Sarah.            “Ck, apaan sih!” Gerutu Sarah. Lili mengintip smartphone Sarah. Hem, seperti yang sudah ia duga, Sarah memang sedang asyik chatting dengan Novan.            Novan            Lah kamu baru pulang nih? Kok lama banget? Iya nih, gak tau tuh bu Nunung. Terlalu asik ngajar kayaknya. Jadi baru ngeh kalo udah jamnya pulang L Eh oh iya btw            Ya, kenapa Sar? Aku tadi nyapa kamu, kok kamunya cuek aja sih L Sapa balik kek, ini cuma ngelirik doang Sombong banget sih huhuhu            Hah? Oh hahaha sorii            Aku malu, tadi kamu tiba- tiba sapa aku gituu            Oalaah gituu            Tapi aku malu deh kalo mau sapa kamu hehe            Takutnya nanti juga bakal bikin heboh di sekolah Iya sih, bisa aja ya nanti jadi heboh Ya udah deh, kamu maunya gimana? Kalo di sekolah aku sapa apa enggak?            Nggak usah aja Sar.            Nanti pada heboh, kan repot.            Kalo kamu kena rumor yang enggak enggak, susah.            Aku juga malu kalo kamu sapa sih sebenarnya, hehe … Oh oke deh Kamu lucu deh Van, hehe Yaudah, tapi kalo gak ada siapa- siapa kayak tadi, boleh kan aku sapa kamu?            Boleh kok ****            Novan menghentakkan kakinya berkali- kali. Ia menggerutu kesal. Ini sudah lama sejak jam pulang sekolah. Seharusnya saat ini dia sudah di rumah dan rebahan di kasur kesayangannya. Seharusnya begitu, kalau saja Andi tidak menariknya sebelum keluar dari gerbang sekolah tadi. Andi meminta Novan untuk menemaninya, karena ada keperluan OSIS.            “Sebentar aja ya Van, mau ya? Bentar aja kok, nanti aku anterin pulang deh!” Andi memohon. Novan menghela napas.            “Ya udah, jangan lama. Nggak usah antar aku pulang, masih ada ojol kok,” jawab Novan. Andi sumringah.            “Oke bentar ya Van! Janji nih nggak lama!” Andi meninggalkannya.            Ya, dan di sinilah dia sekarang. Berdiri di depan ruang OSIS, menunggu Andi keluar dari sana. Tadinya dia di ajak masuk oleh Andi, tapi Novan segan untuk masuk ke dalam. Toh, dia bukan anggota OSIS. Dia tidak berhak masuk ke sana kecuali ada rapat devisi seperti waktu itu.                 “Ck, apanya yang bentar! Ini mah lama!” Gerutu Novan sambil melirik jam tangannya. Sudah 20 menit dia menunggu di luar, tapi Andi belum keluar juga. Ia menghela napas dan bersender di dinding. “Yah, nggak apalah ya sesekali pulang telat.”            Novan melirik sekitar. Sepi, tidak ada siapapun. Ya jelas dong, siapa juga yang masih di sekolah sedangkan jam pulang sudah berlalu 20 menit? Kalaupun ada orang, palingan mereka lagi di kantin dalam atau di warung depan sekolah sambil menunggu jemputan.            Tiba- tiba, terdengar ramai suara langkah kaki dari ujung lorong. Novan sedikit terkejut karena ternyata masih ramai anak yang belum pulang.            “Loh, kirain udah pada pulang semua,” gumam Novan. Salah seorang guru lewat di depannya sambil menenteng tas.            “Loh nak, kamu belum pulang?” Tanya beliau. Novan sedikit membungkukkan badannya dan menyalim beliau.            “Belum bu. Saya lagi tunggu temen,” jawab Novan sambil menunjuk ruang OSIS. Guru tersebut mangut- mangut.            “Ya sudah, nanti langsung pulang ya, jangan kelayapan lagi.” Setelah berkata begitu, beliau pergi ke kantor guru yang tak jauh dari ruang OSIS.            “Hai Novan!” Sapa seseorang. Novan menoleh dan tersentak kaget. Sarah ada di depannya, menyapanya dengan ramah sambil menyinggungkan senyum. Novan memalingkan wajahnya. “Kamu belum pulang ya? Aku kirain kamu udah pulang.”            Novan mengeleng tanpa menoleh sedikitpun ke Sarah. “Kamu ngapain di sini? Kok belum pulang? Nungguin siapa? Nungguin aku ya?” Sarah melontarkan pertanyaan bertubi- tubi. Hidih, nggak penting banget tungguin kamu! Duh, nih anak ngapain pake nyapa segala sih. Bukannya pulang terus! Ganggu aja! Gerutu Novan dalam hati.            “Hei? Hei? Jawab dong kalo di tanya.” Sarah berusaha memperlihatkan wajahnya kepada Novan, tapi Novan terus memalingkan wajahnya.            Syukurlah tak lama setelah itu, pintu OSIS terbuka. Satu persatu anak keluar dari sana. Andi yang keluar paling awal langsung menyapa Novan.            “Woi Van! Wih masih di sini aja kamu ternyata! Makasih loh udah mau tungguin aku!” Andi merangkul Novan. Ia menoleh dan melirik Sarah. “Eh Sar, baru pulang?”            Sarah mengangguk. “Oh, ternyata kamu tungguin Andi ya. Ya udah deh, aku pulang duluan. Bye!”            “Eh, Sar, mau aku anterin pulang nggak?” Tawar Andi.            “Nggak usah Ndi, thanks. Aku udah di tungguin sama supir di depan. Duluan ya.” Sarah melambaikan tangannya. Andi membalas lambaian itu, lalu menyikut Novan.            “Wih Van. Kamu ngapain tadi sama Sarah hah?” Tanya Andi.            “Kebetulan dia lewat sini, itu aja. Nggak ngapain- ngapain kok,” jawab Novan. Andi menatapnya dengan tatapan penuh selidik.            “Ah masa? Nggak ada apa apa nih?” Andi menyikut Novan. Novan berdecak kesal.            “Nggak, nggak ada apa- apa. Nggak usah mikir yang aneh- aneh deh kamu. Mending kita pulang aja sekarang.” Novan melengos pergi dari sana.            “Eh Van, eh tungguin! Ya elah malah ngambek ini anak.” ****            
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN