Bab 6

2002 Kata
      “Yah intinya sih, kamu melewatkan kesempatan langka. Soalnya kamu nolak waktu kenalan sama Sarah, dewi sekolah kita yang cantik paripurna itu,”ujar Gilang, yang di susul oleh anggukan yang lain.            “Dewi? Dewi sekolah? Kalian bilang dia begitu?”Tanya Novan.            “Dia dewi! Bukan cuma cantik, dia juga anaknya pintar! Dia sering ikut lomba ini itu dan sering kali menang di setiap perlombaan!” Jawab Iwan.            “Dia multitalent banget cuy. Kayak, nggak ada yang dia nggak bisa gitu. Dia jago masak, pernah ikutan konter masterchef kids waktu dia kecil dulu. Terus pernah ikutan lomba nyanyi dan sempat masuk TV juga. Pokoknya prestasi dia segudang deh!” Ipang menimpali.            “Terus ya, dia itu anak orang kaya loh. Papanya bos perusahaan gede, mana dia anak tunggal lagi. Udahlah itu uang mengalir ke dia aja terus!” Gilang ikut menimpali.            “Terus ya, dia itu anaknya ramah banget. Kalo misalnya di kasih coklat valentine tuh gak pernah dia buang, selalu dia terima. Pokoknya kalau ada yang kasih dia hadiah pasti bakal dia terima, sering kok dia nyapa orang- orang dan anaknya murah senyum juga. Duh, senyumnya itu manis banget. Lebih manis daripada yang di foto. Paripurna banget pokoknya!”            Novan mangut- mangut mendengar penjelasan ketiga teman barunya ini mengenai Sarah sang primadona sekolah. Ya, semua yang mereka sebutkan itu adalah kelebihannya. Tapi entah kenapa, Novan tidak menganggap Sarah spesial. Dia merasa, tidak semua yang di sebutkan oleh ketiga temannya ini benar adanya. Mungkin ada beberapa bagian hanya sekedar kabar angin lalu sebagai pemanis berita.            “Iya deh terserah. Iya anaknya memang hampir sempurna, tapi tetap aja aku nggak mau kenalan dengan dia.”                       “Yaudah kalo enggak mau sama dia, kalo kenalan sama anak cewek lain mau nggak?” Iwan mengedarkan pandangannya keliling kelas, lalu menarik salah satu anak cewek yang melewati kami. “Nah, kenalan sama dia nih! Nih, mau nggak?”            “Ck, apaan sih kau Wan!” Anak perempuan itu menepis tangan Iwan dari pundaknya. Iwan nyengir lebar.            “Nih, kamu mau nggak kenalan sama dia?” Iwan menunjuk anak perempuan itu. Novan menundukkan wajahanya dalam- dalam, lalu mengeleng pelan.            “Dih, dia sama yang secantik Sarah aja ogah kenalan. Apalagi yang kayak si Lidya ini. Lebih males lagi dia, mana anaknya garang!” Celetuk Gilang.            “Heh apa kamu bilang?!” Anak perempuan itu mengacungkan botol minuman yang ada di tangannya, lalu memukul kepala Gilang dengan botol itu. Gilang meringis kesakitan.            “Nah kan, galak banget dia. Tuh buktinya! Memang Lidya cewek kasar!” Ujar Gilang. Anak perempuan yang bernama Lidya itu berdecak kesal.            “Dih, kalian ini memang terlalu mengagung- agungkan si Sarah. Sementang dia cantik. Padahal sama aja dia kayak cewek- cewek lain.” Anak perempuan itu melempar sebungkus snack tepat megenai wajah Gilang. “Tuh makan tuh si Sarah! Kalian kunyah- kunyah lah dia tuh!”            Lydia berdecak kesal dan pergi dari sana. Gilang mengelus wajahnya yang di lempar oleh bungkus snack, lalu mengambil bungkus snack yang jatuh.            “Eh, ini kan snack yang ada wajah si Sarah di bungkusannya!” Ujar Gilang. Iwan dan Ipang mendekatinya.            “Oh iya. Ini kan snack hasil kolaborasi dia dengan influencer yang lain,” celetuk Iwan.            “Eh ini limited edition loh katanya. Cuma ada di tiga bulan pertama aja katanya,” timpal Ipang.            “Lid! Buat aku kan ini? Makasih ya! Sering- sering!” Gilang mengacungkan bungkus snack itu. Lidya hanya mengangguk dan mengacungkan jempol. ****            Ternyata rapat guru itu berlangsung lebih lama. Karena itu, daripada banyak jam pelajaran yang kosong, guru- guru memutuskan untuk memulangkan murid- murid lebih cepat. Jelas kabar baik ini di sambut dengan sangat baik oleh semua murid. Sorak sorai terdengar dari setiap kelas, kecuali dari ruang OSIS. Ya, hanya para petinggi OSIS dan jajarannya yang harus tinggal di sekolah untuk mengikuti rapat.            “Sori Van, udah ngerepotin kamu,” ujar Andi. Ia mengambil tasnya dari tangan Novan.            “Iya gak apa. Kamu nggak pulang nih jadinya?” Tanya Novan.            “Ya mana bisa gila. Kena bantai nanti sama si ketos galak satu itu.” Andi menunjuk ke dalam. Ada seorang anak laki- laki di sana yang tampak serius membaca berkas yang ada. “Itu ketos sekolah kita, anak XI IIS 1. Namanya Valdi.” Andi mendekat ke kuping Novan. “Galak banget dia. Dia juga anak pencak silat. Salah sedikit, bisa kena silat sama dia.”            “Ehem.” Terdengar suara orang berdehem dari belakang. Andi menoleh dan terbelak kaget. Valdi, ketua OSIS yang baru saja ia bicarakan tadi sudah berdiri tegak di belakangnya sambil melipat tangan di dadanya.            “Eh .. Valdi … hehe …”            “Kamu ngapain lagi di sini? Udah masuk ke dalam sana!” Andi sigap mengangguk. Valdi melirik Novan. “Siapa ini? Kok nggak pernah aku liat ya?” Valdi menunjuk Novan.            “Oh, anak baru di kelas aku. Namanya Novan. Baru pindah 2 hari yag lalu.” Andi merangkul Novan dan memperkenalkannya. Novan sedikit menundukkan kepalanya. Valdi mangut- mangut dan mengulurkan jabatan tangan.            “Oh, anak baru. Pantes gak pernah nengok. Kenalin. Aku Valdi, ketua OSIS di sini, kelas XI IIS 1.” Novan membalas jabatan tangannya.            “Novan, kelas XI MIPA 2.”            “Oke. Kalo gitu, aku bawa si Andi ini rapat dulu ya.” Valdi merangkul bahu Andi. “Kami masuk dulu ya. Kamu pulang terus gih, nanti keburu di tutup pintu gerbang sama mamang Ojak.”            “Iya. Duluan ya.” Novan melambaikan tangannya dan berlalu dari sana. ****            Seperti biasa, hari ini Novan juga datang sebelum bel berbunyi. Sudah kebiasaannya sejak dulu sih. Menurutnya mending datang lebih cepat tapi sedikit merasa bosan daripada harus datang terlambat. Toh, kalau dia masih ngantuk, kan dia bisa lanjut tidur di kelas. Nyaman juga kok tidurnya, kan suasananya masih sepi.            Tapi hari ini ada yang sedikit berbeda. Andi sudah tiba lebih dulu di kelas. Kelas masih kosong, hanya ada mereka berdua di sana. Andi langsung bangkit dari duduk begitu melihat Novan di muka pintu.            “Nah ini dia orang yang aku tunggu- tunggu!” Ujar Andi. Novan mengernyitkan alis dan menaruh tas di bangkunya.            “Kenapa? Kamu nungguin aku memangnya ada apa?” Tanya Novan.            “Bentar, bentar.” Andi merogoh laci mejanya. Novan coba mengintip, tapi Andi menutupi dengan badannya. Andi mengeluarkan kotak bekal yang lumayan besar dari sana. “Nih, ini mau gue bagiin sama kamu.”            Andi membuka kotak bekal itu dan tampaklah berbagai macam rasa bolu gulung di sana. Novan terpenjat kagum.            “Wih. Buset dah, banyak amat. Buat sendiri?” Tanya Novan.            “Bundaku yang buat. Bunda emang ada jualan kue sih, biasanya pesanan orang atau di taruh di toko- toko kelontong gitu,” jawab Andi. “Nih ambil nih, cicip.”            Novan mengambil sepotong kue bolu gulung keju dari sana. “Thanks. Aku makan ya.” Novan menggigit kue itu. Hem, enak juga. Apalagi dengan isian keju yang lumayan banyak. Enak banget sih ini untuk di jual di toko kelontong.            “Gimana? Enak nggak?” Tanya Andi. Novan mengangguk sambil terus mengunyah kue bolu gulung itu. Andi menghela napas lega.            “Syukurlah. Sebenarnya aku bawain ini buat kamu karena aku mau minta maaf, udah sering minta traktir sama kamu. Mana nggak ngotak lagi pesannya. Aku ada ceritain sekilas ke bunda soal kamu, terus bunda marahin aku dan suruh aku bagiin ini ke kamu,” cerita Andi.            “Oh, sadar diri juga kamu ya ternyata,” gumam Novan. Andi nyengir lebar.            “Tapi selain minta maaf soal itu, aku juga mau minta maaf soal yang lain sih …” Gumam Andi pelan. Novan mengernyitkan alis.            “Mau minta maaf soal apa memangnya?” Tanya Novan. Andi menghela napas panjang dan menyatukan kedua telapak tangannya.            “Maaf Van, maaf banget! Kamu aku daftarin ke event sekolah, event ‘Pangeran dan Putri Sekolah Samudera’ kali ini, dan pasanganmu nanti si Sarah.” Novan terbelak kaget.            “Apa?!” ****            “Aku nggak mau Ndi!” Novan menolak tawaran Andi. Kenapa bisa- bisanya Andi kepikiran untuk daftarin aku ke event semacam itu? Nggak deh makasih, dia nggak mau deket- deket dengan Sarah atau siapapun yang bakalan jadi peserta event itu. “Memangnya nggak ada orang lain apa?”            “Please Van, mau ya? Please. Ini bukan mau aku kok, ini di suruh sama si Valdi.” Andi memohon untuk kesekian kalinya. Novan mengeleng.            “Enggak. Nggak mau aku Ndi. Apalagi sama Sarah! Enggak pokoknya!” Sekali lagi Novan menolak.            “Tapi aku di suruh sama si Valdi, nggak enak aku mau nolaknya. Bingung mau nolaknya gimana,” ujar Andi.            “Biar aku yang bilangin ke Valdi itu! Enak aja dia malah sembarangan suruh orang, nggak nanya lagi orangnya mau apa enggak!” Novan mengajukan dirinya. “Mana kelasnya? Biar aku samperin dia!”            Andi mencegat Novan. “Eh, jangan. Nanti aja. Nanti istirahat kami bakalan ada rapat lagi, jadi kamu nanti ikut aja. Oke?” Novan menghela napas dan mengangguk.            “Oke. Kamu harus ajak aku pokoknya ya.” ****            Akhirnya jam istirahat tiba juga. Sedari tadi Novan gelisah. Setiap materi yang diberikan tidak ada yang masuk di otaknya. Ia kepikiran dengan ajakan Andi tadi. Jelas dia tidak mau. Untuk kenalan dengan Sarah aja dia ogah, apalagi harus jadi partner dalam pemilihan Pangeran dan Putri kayak gitu.            “Loh? Kamu nggak mau jadi kandidat Pangeran?” Tanya Valdi. Syukurlah ruang OSIS sepi, hanya ada Valdi di dalam sana. Novan mengangguk yakin.            “Kenapa? Padahal aku pilih kamu secara langsung loh. Partner kamu juga si Sarah, masa kamu nggak mau?” Tanya Valdi lagi.            “Yah, masa anak baru masuk belum seminggu juga yang ikutan lomba kayak gitu? Nggak enak dong dengan anak- anak yang lain,” jawab Nova nasal. Valdi mangut- mangut.            “Tapi itu nggak masalah sih. Mau anak baru kek, anak sepuh yang udah lama kek, selama masih jadi siswa di sini boleh kok ikutan lomba itu,” ujar Valdi. Novan mengeleng kuat.            “Nggak. Pokoknya aku nolak. Aku nggak mau. Kamu cari aja kandidat lain, buat sayembara kek apa kek. Pasti bakalan banyak yang mau ikut kalo partnernya si Sarah,” usul Novan.            “Hem … sebenarnya ini agak susah ya … karena sebenarnya Sarah ini agak pemilih buat partner kompetisi beginian, jujur aja. Tadi dia sendiri yang saranin ke aku buat pilih kamu.” Valdi menatap Novan. “Yakin kamu nggak mau nih?” Tanya Valdi sekali lagi. Novan mengangguk mantap.            “Yakin!” Valdi menghela napas.            “Ya udah deh, yah kan nggak bisa maksa juga ya. Nanti aku bilangin ke Sarah, biar dia cari partner lain aja. Sori ya kalo jadi ngerepotin kamu.” Valdi menepuk pelan pundak Novan, lalu menggaruk kepalanya. “Yah, walaupun si Sarah ini bakalan ngambek sih agaknya. Tapi yaudahlah, kamunya kan nggak mau. Nggak bisa aku paksa juga.”            “Tapi kalo kamu memang butuh anggota tambahan, yah selain ikut kompetisi semacam itu, aku bisa kok bantuin.” Novan menawarkan diri.            “Hem … sebentar. Ndi, bagian mana nih yang kekurangan orang?” Tanya Valdi pada Andi. Sigap, Andi langsung mengeluarkan notes kecil dari sakunya.            “Hem … yang butuh anggota lagi sih, kayaknya anak acara sama dekor sih. Itu kan memang butuh banyak orang ya, apalagi anak acara,” jawab Andi. Valdi mangut- mangut.            “Hem, aku lihat listnya boleh nggak?” Andi mengangguk dan memberikan notes itu pada Valdi. Valdi membolak- balik notes itu dan mangut- mangut.            “Oh, ada sih ini yang kosong. Ya udah, kamu ikut rapat panitia nanti bisa nggak? Besok, pulang sekolah. Nggak apa kan? Nanti aku bilang di sana kamu masuk ke bagian panitia mana, mana yang butuh orang tambahan memang,” tanya Valdi. Novan mengangguk.            “Iya nggak apa Val. Thanks ya. Sori aku nggak bisa ikutan kompetisi itu.”            “Nggak apa. Makasih loh kamu udah mau tawarin diri jadi panitia. Kami memang lagi kekurangan orang, tapi pada malas jadi panitia.”            “Nggak apa kok, kan bantu- bantu sikitlah.”  Nggak apa deh, mau bantu bagian apa aja. Asal nggak banyak anak ceweknya aja, batin Novan dalam hati. *****
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN