Bab 125

1172 Kata
Novan Andriansyah Udah kamu blokir? Valdi Udah. Itu siapa? Novan Andriansyah Gak tau. Gak kenal. Sok kenal aja dia. Thanks ya. Jangan buat hal lain- lain kalian pake tu, aku kasih buat PP aja. Valdi Iya iya. Aman. Novan menaruh smartphone di atas meja. Ia menaruh tas sembarangan dan melempar dirinya ke atas kasur. Ia menatap langit- langit dengan tatapan kosong. Ada yang DM? Novan bertanya dalam hati. Ia tidak melihat jelas sih foto tangkapan layar yang di kirim oleh Valdi tadi. Ia meraih smartphone dan membuka chatnya dengan Valdi. Ia terpenjat kaget. Novia_12 Halo Van Apa kabar? Hehehe Masih ingat aku nggak? Novia? Novia … Novia … Novia … Novan mencoba mengingat- ingat. Hem, namanya pasaran sih, tapi dia tidak ingat punya kenalan dengan nama itu. Ah, palingan hanya orang lain yang sok kenal dengannya. Kadang ini terjadi sih. Sudahlah abaikan saja. **** Novan sedang menikmati makan malamnya dan saat itulah smartphone miliknya bergetar. Papa berdehem saat Novan hendak memeriksanya. “Jangan main HP di meja makan,” gumam papa, lalu menyantap dendeng sambal. Novan mematuhi. Ia matikan smartphone dan mengantonginya. Ia melanjutkan makan malamnya dengan cepat. “Loh? Udah bang?” Tanya ibu Novan. Novan mengangguk. Ia bangkit dan menaruh piring kotor di westafel. Ia mencuci piringnya, lalu meletakkannya di laci. “Abang duluan, mau belajar,” pamit Novan, lalu melesat pergi ke kamarnya. Ia mengunci pintu kamar dan menyalakan smartphone. Berbagai chat masuk dari Valdi. Valdi Van, ini orang nge dm elu mulu dah. Gimana? Aku jawab apa? Aku bilang aja ya, ini udah bukan akunmu lagi. Nih liat. *sent 3 picture* Novan memperhatikan foto itu lamat- lamat. Hem, dia masih tak gentar untuk DM, sampai di spam. Valdi juga mengirim screen shoot profilnya. Kini Novan agak terpenjat melihatnya. Hei, perempuan ini tidak asing. Ia tahu siapa perempuan ini. Novan Andriansyah Val, kalo dia DM lagi Kamu blokir aja. **** Ini sudah lama, tapi ternyata ia masih saya mengingatnya. Ia baru ingat siapa perempuan tadi. Dia adalah Novia, Novia Cantika. Seperti namanya, dia cantik. Dia adalah anak perempuan tercantik di angkatan, bisa di bilang begitu. Selain cantik, ia juga populer. Satu sekolah tahu siapa dia. Populer dan punya banyak teman, itulah dia. Ah, tambahan. Novia adalah mantannya Novan. Mantan pertama dan terakhir, sepertinya. Mantan yang paling b******k. Novia memang cantik, tapi sisi gelapnya itu tidak seindah wajahnya. Terlihat polos, namun ia yang menyebarkan ghibah ke banyak orang. Tampak polos, tapi dia yang diam- diam membully lewat kata- katanya. Jangan tanya kenapa Novan dan Novia bisa pacaran. Ia juga lupa. Dia hanya ingat kalau mereka sering kali di jodohkan karena nama mereka yang mirip. Lalu entah bagaimana, mereka jadi pacaran. Tak lama, hanya sebulan saja. Novan tidak tahan dengan sikap Novia yang memaksanya untuk ikut kemana pun dia pergi, harus selalu nempel pokoknya. Harus siap sedia melayani Novia meskipun itu hanya masalah sepele. Dulu Novan sempat di bilang ‘kacung bucinnya Novia’. Setiap pagi harus ia bawa tas Novia ke kelas, begitu pula saat pulang. Mulanya Novan masih sabar. Yah, tidak semuanya berisi sisi buruk sih. Novia tanpa teman- temannya itu gadis baik kok. Mereka sering bertukar cerita. Novia anaknya lucu kok, dan ya, tampak polos. Tapi kesabaran Novan menghilang saat ia mengetahui satu fakta yang merubah semuanya. Sore itu, dia terlambat pulang. Ia sibuk mengurus tugas kelompok yang harus di selesaikan hari ini. Setelah mengumpulkan tugas, Novan kembali ke kelas. Ia urung masuk ke kelas saat melihat ada Novia dan teman- teman gengnya di dalam, bersama dengan anak berandalan dari kelas lain. “Paling enak di antara kita nih si Novia nih,” timpal anak laki- laki berambut gondrong sambil mengisap rokok. Novia mengangguk. “Emang mantep banget nih anak. Bisa- bisanya dia deketin si Novan, sampai jadi pacaran pula! Bucin kali pun dia kayaknya samamu,” timpal teman Novia yang lain. Novia mendengus. “Iya dong. Novia gitu loh. Cowok cupu culun kayak di amah, kecil itu.” Novia menjentikkan jarinya. “Tinggal di sapa sedikit, dempetin, deketin sikit- sikit, juga bakalan klepek- klepek.” “Memang nih anak, nggak ada otaknya! Maen- maen dia bah sama anak orang!” Novia membusungkan dadanya dan mendengus. “Ya dong, Novia nih! Mana katanya mana? Udah sebulan nih, udah expired. Kan katanya kalian liatnya sampai 2 mingguan doang. Mana?” Novia mengayun- ayunkan tangannya. Teman- temannya berdecak kesal. Mereka merogoh kantung dan mengeluarkan segepok uang kepada Novia. Novia nyengir lebar dan duduk bersila, menghitung satu persatu uang yang ada di sana. “Betolan jadi bahan mainan aja anak itu bah.” “Tapi kalau dia udah keburu sayang sama kamu gimana Vi?” “Halah, itu resiko dialah. Nggak mungkin lagi, tuh anak nggak naksir gue.” Terdengar cekikian dari yang lain. “Parah kali memang nih Novia. Nggak ada otaknya kau memang!” “Nih ya, lagian. Dia tuh cuma memang cakep doang tau nggak! Tapi sebenarnya dia cupu banget, asli. Dih. Nggak sukak aku sama cowok cupu menye- menye kayak gitu. Menang cakep doang, ya buat apa!” Ujar Novia. “Oh, jadi gitu?” Tanya Novan. Ia berdiri di belakang Novia. Ia mendengar seluruh percakapan dari balik pintu. Tadinya ia ingin bersembunyi saja sampai mereka keluar, tapi ia tidak tahan karena namanya terus di sebut. Novia dan teman- temannya terbelak kaget melihat Novan berdiri tegak di belakang Novia. “Eh .. Novan sayang … udah dari kapan di sini yang?” Tanya Novia dengan nada manjanya. “Daritadi,” jawab Novan ketus. “Ini apa?” Novan menunjuk ke tumpukan uang yang ada di depan Novia. “Oh, ini yang. Mereka ada hutang samaku, baru di bayar sekarang. Parah banget deh yang, padahal hutangnya udah setahun yang lalu, tapi baru di bayar sekarang. Padahal kan nggak boleh begitu kan ya, di mintain malah lebih galak. Nggak sopan banget.” Novia bercerita sambil merangkul lengan Novan. “Kalian ini! Masih baik nggak aku tambahin bunga!” “Iya dah, sori dah Nov. Kan baru ada duitnya …” Balas salah seorang teman Novia. Novan mendengus kecil. Ia mengelus pelan rambut Novia, yang membuatnya semakin mempererat rangkulan. “Hem … begitu ya …” Gumam Novan. Novan menyeringai. “Lepas dong, nggak usah gitu.” “Hah?” Novia melongo. “Ih kenapa sih yang. Kan aku mau ngelendot.” “Aku bilang … LEPAS!” Novan menarik lengannya dengan kuat hingga cengkaraman Novia terlepas dan ia sedikit terpelanting. Novan mengelus lengannya. “Cih. Dasar manusia sampah kalian semua! Nggak ada adab! Nggak ada otaknya! Kalian kira lucu kayak gini hah?! b******n kalian semua!” Novan mengeluarkan sumpah serapah. Ia menendang tumpukan kursi hingga jatuh berserakan. Novia tersentak kaget. Wajahnya pucat, keringat dingin membanjiri. Novan menghampirinya dan memeperkan Novia ke tembok. Ia menatap tajam Novia. “Kita. Putus. Udahan. Jangan pernah kamu hubungi aku lagi. Enyah kau dari hadapanku.” Novia diam tak berkutik. Ia hanya bisa mengangguk pelan. Seluruh tubuhnya kaku. “Iya, Van. Maaf. Maaf.” “Maaf kau nggak di terima, kalau kau nggak enyah dari hadapanku. Jangan sampai kelihatan batang hidung kau itu!” ****
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN