bab 126

1074 Kata
Ah, pengalaman yang menyebalkan. Sejak itu, Novia masih keukeh untuk dekat dengan Novan, tapi Novan selalu menolak. Setiap kali Novia hendak merangkulnya langsung ia tepis. Kabar soal putusnya mereka dengan cepat menyebar ke seluruh penjuru sekolah. Tidak ada yang merasa sedih dengan kabar ini, malah jadi kabar gembira. Para laki- laki kini bebas mendekati Novia lagi, begitu pula sebaliknya. Beberapa anak perempuan mulai berani untuk mendekati Novan. Mereka tidak peduli lagi dengan tatapan tajam Novia dari ujung sana, toh mereka sudah tidak ada apa- apa lagi kan? Tapi tetap saja, Novan tidak mengindahkan semua ajakan mereka. Ia lebih memilih menghindar. Perlakuan Novia masih membekas di hatinya. Ia pikir, Novia akan menyembuhkan sedikit rasa takutnya selama ini, ternyata ia malah menambah rasa takut itu. Novan sempat tidak sekolah dua hari setelah putus seminggu dari Novia. Ya, tiba- tiba dia drop. Sakit demam tinggi. Setelah sembuh, ia memutuskan untuk ikut papa pindah. Selama ini dia hanya tinggal sendiri, sedangkan papa di luar kota bersama keluarga barunya. “Ck, kenapa jadi keinget hal itu sih,” gerutu Novan. Ia bangkit dan mengganti pakaiannya dengan kaus dan celana pendek. Dia mengambil tasnya dan menaruhnya di kursi, lalu mengeluarkan isinya. Hem, sepertinya masih ada tugas yang lain. “Nanti aja dah.” Ia kembali rebahan dan akhirnya memilih untuk main game online. Satu set saja, tidak akan lama kan? **** Bohong kalau satu set itu tidak lama. Ah, tidak. Lebih bohong lagi kalau hanya main satu set. Nyatanya, Novan malah keterusan sampai adzan magrib berkumandang. Novan terpenjat kaget. “Walah, bablas ternyata!” Novan akhirnya mematikan smartphone dan memilih untuk mengambil wudhu. Jujur saja, Novan jarang shalat sih. Tapi entah kenapa kali ini hatinya tertarik untuk shalat. Setelah melaksanakan shalat magrib 3 rakaat di kamar, ia melipat sajadah dan melipirkannya di kursi belajar. Ia mengecek jadwal yang ia catat di jurnal. Ini jarang sih, baru kali ini saja dia menggunakan jurnal. Supaya lebih teratur. “Hem … tinggal tugas PKN sih ya. Kayaknya ada di kirimin kemarin sama Andi, tinggal di salin … bentar, dimana ya …” Novan mengambil smartphone dan membuka chat dari Andi. “Nah. Ini. Eh, bentar.” Valdi Vaan Eh ini cewek masih aja nge dm kamu deh Jadi nyepam, ganggu. Gimana nih? Novan Andriansyah Yang tadi lagi? Kamu blok aja. Kalo ada orang yang ga kamu kenal di sana nge DM, sok deket, nanya- nanya aku, aku blok aja pokoknya. Kenapa gak daritadi kamu blokir kalau ngerasa keganggu gitu? Valdi Hehe, kasian. Soalnya anaknya cantik. Novan Andriansyah Tobat. Udah punya cewek lu. Valdi Yaelah, kan muji doang. Ck. Eh dia masih nge DM nih Novan Andriansyah KAN UDAH DI BILANG, BLOKIR AJA. KENAPA MASIH DI LADENIN SIH VALDI?! YA TUHAN INI ANAK … Valdi Hehehe, maaf. Habis kasian anaknya nyariin kamu kayak putus asa gitu. Novan Andriansyah Tobat, kamu udah ada cewek. Tau cewekmu nanti ngamuk dia. Valdi Eh, eh, dia minta nomor kamu nih. Gimana? Novan Andriansyah TOLONG DI BLOKIR AJA YA VALDI. JANGAN SAMPAI NIH MULUT SAYA BERBUIH BUAT BILANG BLOKIR DOANG J ASTAGA. JANGAN COBA- COBA ELU KASIH NOMOR GUE YA. MATI LU. Valdi Jadi gimana nih? Novan Andriansyah Jangan b**o Val. GUE BILANG BLOKIR YA BLOKIR! Valdi Iya iya, ini aku blokir. Tuhan, galak amat. Novan Andriansyah Elu bikin naik emosi. Udah, kalau ada yang tipe kek gitu lagi kamu biarin aja. Nggak usah di ladenin. Ribet amat. Valdi Iya iya. Novan berdecak kesal. Valdi malah bikin dia naik darah. Ia membuka chat dari Andi yang berisikan kisi- kisi tugas PKN. Ia mengeluarkan buku dan mulai mengerjakan tugasnya. **** Novan jalan mengebu- ngebu menuju kelasnya. Ia mencampak tasnya ke kursi. Seisi kelas meliriknya. Hem, tidak biasanya Novan kesal di pagi hari begini. “Ndi!” Panggil Novan ketus. Andi yang sedang menikmati sarapannya terpenjat melihat wajah kesal Novan yang sudah memerah. “Hah eh, kenapa Van?” Tanya Andi pelan. “Si Valdi di kelas mana?” “Oh, Valdi? Dia sih di kelas IPS. IIS 3 dianya,” jawab Andi. “Antarin aku ke sana!” Ajak Novan. “Hah? Ngapain? Masih pagi gini …” “Pokoknya tunjukin aku kelasnya!” Novan menarik Andi dengan paksa. “Ah, eh, ngapain Van … si Valdi belum tentu ada di kelasnya pagi gini … eh, tunggu bentar!” Dengan terpaksa, Andi mengikuti langkah Novan. Mereka berhenti tepat di depan kelas XI IIS 3 yang masih sepi, hanya ada 2 orang perempuan di dalam kelasnya. “MANA SI VALDI?” Tanya Novan ketus di depan pintu kelas. Kedua anak perempuan itu tersentak kaget. “Sst, eh jangan bikin heboh pagi- pagi gini di kelas orang..” Andi berusaha menenangkan Novan. Ia mendorong Novan menjauh dari pintu kelas. “Eh anu… si Valdi udah datang belum?” “Tasnya sih udah ada di tempat, tapi orangnya nggak ada,” jawab salah satu dari mereka. “Oh ya, begitu. Makasih ya.” “Tapi biasanya sih dianya ke kantin dulu tuh,” timpal yang lain. “Kantin ya? Oke.” Aldi menoleh. “Van, katanya Valdi ke kan …” Novan menghiraukan Aldi. Ia meninggalkan Aldi di sana, menyusul Aldi pergi ke kantin. **** “VALDI!!!” Teriakan Novan memenuhi kantin yang masih sepi. Valdi yang sedang asyik menyantap siomay bandung terpenjat kaget, begitu pula seluruh pedagang yang ada di sana. “Valdi!” Novan langsung berdiri tepat di depan meja Valdi. “Hah heh … halo Van. Kenapa? Kok tumben nyariin aku?” Tanya Valdi linglung. “Kaget aku, kamu panggilnya teriak- teriak heboh gitu. Emang kenapa sih?” “Kamu kan?” Novan menggebrak meja. Ia menunjuk Valdi tepat di depan hidungnya. “Kamu kan? Ngaku nggak!” “Eits, apa nih? Ngaku apanya coba?” Tanya Valdi bingung. “Kamu kan …” Novan menatap tajam Valdi. “Kamu kan, yang kasih nomor aku ke cewek yang DM aku itu?” Valdi terpenjat kaget sesaat. “Lah, dia chat kamu? Kok?” Tanya Valdi heran. “Jadi beneran kamu yang kasih nomor aku ke dia hah?!” Tanya Novan setengah membentak. “Em … gini … sebenarnya …” “KAN UDAH AKU BILANG, BLOKIR! JANGAN DI PEDULIIN! INI KAMU MALAH KASIH NOMOR PULA, OTAK KAU DIMANA SIH?!” “Bukan Van, jadi gini … sebenarnya …” “Nggak. Nggak tahu, nggak mau dengar. Aku nggak mau lagi bantu kalian buat urusan apapun di event ini. Udah ya, aku pamit undur diri. Aku mundur dari kepanitiaan.” ****
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN