Bab 132

1112 Kata
“Yah, nggak ada lagi orangnya,” gumam Novia. Ia melirik ke sekumpulan anak laki- laki yang sedang meliriknya. Ia menghampiri mereka, seketika mereka mengalihkan perhatian. “Halo!” Sapa Novia ramah. Ia menyinggungkan senyum manis. “Ah, hai …” Sapa mereka berbarengan. “Anu, kalau boleh tahu nih, Novan dimana ya?” “Ah, kalo Novan ..” Mereka saling tukar pandang. “Kayaknya ke kantin sih. Biasanya kalau nggak di kelas, ya dia ke kantin.” “Oh, gitu …” Novia mangut- mangut. “Aku nggak tahu dimana kantin. Kalian mau tunjukin aku nggak?” Novia menatap mereka satu persatu dan menyinggung senyum manis. Mereka bangkit dari duduk dan mengangguk serempak. “Iya iya, siap! Kami antar kamu ke kantin!” “Makasih ya. Kalian baik banget.” “Siap tuan putri! Ayo kita pergi!” **** Novia mengedarkan pandangan begitu mereka tiba di kantin. Anak laki- laki yang mengantarnya masih mengikutinya layaknya bodyguard. “Makasih ya udah mau temani aku ke kantin. Kalian mau apa? Biar aku traktir, karena udah temani aku.” Ketiga anak laki- laki itu tampak berbinar dengan tawaran Novia. “Hah? Beneran nih? Eh, tapi nggak usah aja sih. Nggak apa, kok,” tolak salah satu dari mereka. “Nggak apa, nggak usah malu- malu.” “Eh, nggak boleh tolak rejeki,” timpal yang lain. “Ini kami boleh beli apapun kan?” Novia mengangguk. “Silakan.” Mereka bertiga mencar dan mulai memesan jajanan yang ada, sedangkan Novia menghampiri Novan yang tampak duduk di pojokan bareng Andi dan Iwan. “Hai, Novan,” sapa Novia ramah. Mereka terdiam kaget melihat kehadiran Novia. Iwan sampai melongo lebar. “Ah, kenalin!” Iwan bangkit dari duduknya. Ia mengulurkan jabatan tangan. “Aku Iwan, temannya Novan! Aku … aku sekelas sama Novan!” Iwan memperkenalkan dirinya. Novia tersenyum canggung dan membalas jabatan tangannya. “Hai.. halo … aku Novia, murid baru kelas XI MIPA 3.” Novia memperkenalkan diri. Iwan menggenggam erat jabatan tangan Novia. “Anu … hem, tolong tangannya …” “Oh, maaf maaf.” Iwan melepaskan jabatan tangannya. Iwan nyengir lebar dan kembali duduk. “Aku boleh gabung nggak?” Tanya Novia. “Oh ya boleh, boleh. Silakan.” Iwan menyapu bangku kosong di sebelahnya. “Duduk, silakan.” “Thank you.” Novia duduk di sebelah Iwan dan melirik Novan. Novan tidak mengalihkan pandangan dari makanannya. Ia merutuk dalam hati karena kehadiran Novia. “Kamu nggak makan?” Tanya Andi basa- basi. “Nanti aja, aku nyusul. Aku mau ngobrol sama Novan.” Novia melirik Novan dan menyinggungkan senyum kecil. “Novia!” Ketiga anak laki- laki tadi menghampiri meja mereka sambil membawa nampan berisi jajanan. “Makasih ya! Eh, kami gabung di sini ya. Minggir dong.” Mereka menyikut Novan. Novan dan Andi menggeser duduknya. Meja itu semakin ramai. “Maaf ya kami nimbrung. Soalnya nggak ada lagi meja kosong,” ujar salah satu dari mereka. “Nggak apa, santai aja. Lebih asik kalau rame- rame kok,”tukas Novan. “Novia, kamu nggak makan? Kamu mau ini nggak?” “Ah, nggak usah …” “Ini aja, nih. Kamu mau bakso nggak? Aku pesan lebih nih, kali aja kamu mau. Kan biasanya cewek demen sama bakso.” “Thank you, tapi …” “Nggak apa, makan aja. Nggak usah malu- malu gitu. Kan kamu juga yang bayar, hehe …” Novia tersenyum meringis dan mangut- mangut. “Ah thank you ya ..” Novia terpaksa memakan bakso itu. Ia menyicipnya sedikit. Mereka makan sambil mengobrol, hanya Novan yang diam di tempat. Ia hanya mangut- mangut saja mendengar obrolan itu. “Anu …” Salah seorang anak perempuan berkacamata dengan rambut di kepang menghampiri mereka. Semua melirik ke anak perempuan itu. “Anu … kakak … bukannya Novia Arabella?” Tanya anak itu. Novia mengangguk. “Iya, aku Novia.” “Kakak … yang baru aja debut di girlband Glasses itu kan?” Tanyanya lagi. Novia mengangguk. “Iya … memang …” Anak perempuan itu terpenjat dengan mata penuh binary. Ia menahan teriak kencangnya. “Kak! Aku fans kakak! Aku fans sama kakak sejak kakak masih trainee! Ya ampun, aku juga anggota Novbelici.” Anak itu mengeluarkan sebuah kartu keanggotan. “Wah, halo. Makasih udah dukung aku.” Novia menyinggungkan senyum manis. “Anu kak … boleh jabatan tangan nggak?” “Oh, boleh. Boleh.” Novia mengelap tangannya dengan tissue dan membalas jabatan tangan anak perempuan itu. Anak itu melompat kegirangan di tempat. “Kak, kalau misalnya aku minta foto boleh nggak?” “Ah, boleh sih … tapi kayaknya mukaku lagi kucel banget deh …” “Nggak kak. Tetep cantik kok! Boleh nggak kak?” “Hem, boleh deh.” “Thank you kak! Bentar!” Anak perempuan itu mengeluarkan smartphone dan selfie berdua dengan Novia. “Makasih banyak kak! Makasih banyak! Oh ya kak, aku belum kenalin diri. Aku Sofi, kelas X IIS 1. Anu …anu .. kalau aku post di sosmed boleh nggak?” “Boleh kok, silakan. Boleh. Mau tag juga nggak apa kok.” “Ah, makasih banyak kak! Makasih banyak! Kakak baik banget! Aku pamit ya kak! Makasih banyak! Pamit kakak- kakak semua!” “Ah iya, hati- hati ya dik!” **** Novan menghela napas lega saat bel masuk berdering. Karena ramai, Novia tidak punya kesempatan untuk mengobrol dengannya. Sedaritadi ia di kerumuni oleh orang- orang yang ingin berkenalan dengannya. Kehadirannya lebih menarik perhatian daripada dirinya. “Udah bel, ayo balik,”ajak Andi. “Buru- buru amat, entaran lagi aja kenapa,” gerutu Iwan. Andi menyenggol Iwan dan memberi kode melalui lirikan. Tampak bu Julia jalan mendekati kantin. “Ah iya, ayo kita balik ke kelas,” ajak Iwan. “Tumben kamu mau buru- buru masuk ke kelas,” celetuk yang lain. “Bu Julia …” Ucap Andi tanpa suara sambil melirik ke pintu kantin. Tampak bu Julia berdiri di sana, memperhatikan anak- anak dengan seksama. “Iya iya. Ayo balik kelas. Kita nggak boleh telat. Yuk.” Mereka bangkit dari duduk. “Yuk Nov, kita balik.” “Kamu kami anterin sampai ke kelas ya.” Iwan menawarkan. “Oh boleh, thank you ya. Oh ya, kalian semua aku traktir ya. Temani bayar yuk.” “Eh, beneran nih?” Tanya Iwan tak percaya. Novia mengangguk. “Bener. Nggak apa, santai. Ini bayarnya dimana ya?” Novia celingak celinguk. “Aku nggak usah, udah bayar duluan,” tolak Novan. “Eh, yaelah lu. Kapan lagi kan di traktir, jarang- jarang loh.” Iwan menyikut Novan. “Jangan maruk lu, malu sikitlah di traktir sama cewek,” balas Novan. “Aku duluan.” ****
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN