Bab 131

1476 Kata
Perpustakaan tampak riuh dengan murid- murid kelas XI MIPA 2. Tidak ada guru yang mengajar dan penjaga perpustakaan juga sedang tidak di tempat. Beberapa anak rajin sibuk mengerjakan tugas yang diberikan, beberapa ada yang berkumpul di belakang perpustakaan, dimana satu- satunya tempat yang tidak ada meja dan kursi, hanya karpet saja. Ada yang tidur di belakang sana, main game, dan bergosip. Novan memilih untuk battle game dengan Gilang dan Iwan. Suasana seketika senyap ketika pintu perpustakaan terbuka. Buru- buru mereka membuka buku dan bersikap seperti sedang mengerjakan tugas. “Nggak usah sok rajin kalian, aku tahu kalian masih ngerumpi tadi di belakang,” ujar penjaga perpustakaan, kak Linda. Tampak seorang anak membuntuti kak Linda masuk ke dalam. Semua anak terpana melihat sosok itu, hanya Novan yang terdiam di tempatnya. Ia memalingkan wajah dan merutuk dalam hati. “Eh, eh, siapa tuh kak Lin?” Iwan menghampiri kak Linda. “Anak baru,” jawab kak Linda singkat. “Dia kelas 11 juga btw.” Iwan mangut- mangut dan mengacungkan jempol. “Cantik juga ya kak,” gumam Iwan. “Yang bening gini baru cepet. Dasar lakik,” timpal kak Linda. Iwan nyengir. “Dik, kamu tunggu di sini sebentar ya. Sebentar lagi gurunya datang. Oh ya, kamu isi dulu ya ini.” Kak Linda memberikan selembar formulir padanya. Anak perempuan itu mengambil formulir itu dan mulai mengisinya. Iwan duduk di depannya dan mengintip. “Oh, namamu unik juga,” puji Iwan. Anak perempuan itu tidak perduli. Kak Linda berdehem, berusaha menahan tawa gelinya. “Wayoloh di cuekin,” goda kak Linda. Iwan berdecak kesal. Kak Linda tertawa geli. “Ini bu.” Anak perempuan itu menyerahkan formulir pada kak Linda. “Panggil kak saja, saya masih muda,” ujar kak Linda. Ia melirik formulir itu dan mangut- mangut. “Namamu beneran unik ya, cantik namanya.” Anak perempuan itu tersenyum simpul. “Kalau begitu, saya masukin dulu datamu ini ya. Kamu baca aja buku- buku di sini, banyak n****+ kok di sini.” “Ah iya, baik.” “Heh, kalian gurunya bu Indah kan?” Tanya kak Linda pada yang lain. Mereka mengangguk serempak. “Kalian di suruh balik ke kelas, buat kumpulin itu tugasnya. Biar langsung di periksa sama beliau.” “Loh? Bu Indah udah balik?” Tanya Iwan. “Kalo nggak, ngapain kalian di suruh balik ke kelas,” jawab kak Linda. “Hayoloh, kalian pasti pada belum kerjain kan?” “Udah kok,” jawab Iwan. Ia menghampiri Fela, salah satu anak terpintar di kelas. “Fel, ngintip dong tugasmu.” “Kami juga Fel!” Anak- anak yang lain mulai mengerubungi Fela. “Kan. Kebiasaan. Nih nih, jangan sampai rusak ya bukunya!” Fela menaruh bukunya di tengah meja dan melipir pergi, membiarkan teman- temannya yang lain menyalin tugasnya. Kak Linda geleng- geleng kepala melihatnya. “Memanglah anak- anak ini.” **** Kasak- kusuk memenuhi seisi kelas. Bu Indah sudah keluar daritadi, tidak jadi memeriksa tugas karena ada keperluan lain. “Kalian lihat nggak tadi anak barunya? Gils, cantik beud cuy. Bening.” Iwan membuka pembicaraan. Saat ini Iwan, Gilang, Novan, dan Andi sedang berkumpul di pojok kelas sambil menikmati cemilan yang di bawa Gilang. “Itu anak dari jauh aja udah nampak sih, bersinarnya,” timpal Gilang. “Tapi kayaknya sih, biasanya nih ya, anak kayak dia tuh agak sombong nggak sih?” Andi berpendapat. “Hah? Agak sombong gimana?” Tanya Iwan tak setuju. Andi mengedikkan bahunya. “Yah, kan karena dia cantik kan. Nampak sih kalau dia anak famous gitu, biasanya yang kayak gitu ada sombongnya dikit. Tuh, tadi kamu sapa aja dia nggak tanggepin kan?” “Ya, kali aja dia pemalu. Jangan underestimate dulu lah, kan belum kenal juga,” bela Iwan. Andi mengedikkan bahunya. “Yah, mungkin ya. Semoga aja anaknya nggak begitu. Siapa namanya? Kamu ada ngintip kan waktu dia isi formulir.” “Ada sih.” Iwan mengangguk. “Namanya unik, siapa tadi ya … Arendel Bhineka? Amandel Hipka?” Gilang, Andi, dan Novan mengernyitkan alis. “Hah? Arandel? Bhineka? Hipka? Nama macam apa itu,” komentar Gilang. “Masa namanya gitu. Itu bukan unik, tapi aneh!” Novan mulai angkat bicara, meski sedikit tenang karena mungkin saja perkiraannya salah. “Hah? Eh? Kayaknya bukan itu deh namanya. Ah, pokoknya namanya unik gitu dah! Mirip- mirip gitulah!” “Entah gimana si Iwan ini, ingat tampang nggak ingat nama,” gerutu Gilang. “Udahlah, palingan nanti juga tahu sendiri kok namanya. Dia kelas 11 kan? Tinggal kita lihat aja, nanti dia masuk kelas mana,” ujar Andi. “Kira- kira dia bakalan masuk ke kelas kita nggak ya?” Gumam Iwan. “Kayaknya nggak mungkin dah, soalnya di kelas kita kan baru aja masuk si Novan,” jawab Andi. Iwan melirik Novan dan berdecak kesal. “Kamu pindah kelas gih Van,” ujar Andi. “k*****t lu.” “Hei hei kalian!” Wawan tergopoh- gopoh masuk ke dalam kelas. Semua melirik Wawan. “Kalian semua! Anak baru yang cantik itu masuk ke kelas sebelah! Dia udah masuk ke kelas!” “Kan, udah kubilang dia nggak bakal masuk ke kelas ini,” ujar Andi. “Yah, seengaknya masuk kelas sebelah, nggak jauh,” gumam Iwan. “Dia mau perkenalan diri wei! Ayo kita ngintip!” Ajak Wawan. Beberapa anak laki- laki menyusul Wawan ke kelas sebelah. “Yuk lihat yuk!” Iwan menarik Novan. “Hah eh, aku nggak …” **** Kelas XI MIPA 3 tampak riuh karena kehadiran anak baru yang cantik. Beberapa anak dari kelas lain yang kepo mengintip dari jendela kelas. “Attention please!” Pak Handoko, guru bahasa Inggris sekaligus wali kelas XI MIPA 3 memberi perintah. “Biarkan teman kalian perkenalkan diri dulu. Jangan ada yang ribut. Nah nak, silakan perkenalkan dirimu.” Anak baru itu mengangguk pelan. Ia menyinggungkan senyum manis. “Perkenalkan, nama saya Novia Arabella Himeka, panggil saja Novia. Salam kenal semuanya.” Novan tersentak kaget mendengar namanya. Ia tidak ikut mengintip, hanya menemani Iwan dan Gilang saja sambil berjongkok di bawah jendela. “Arabella namanya! Bukan Arandel, Amandel, Bhineka. Jauh sama yang kamu sebutin tadi!” Iwan nyengir lebar. “Yah, maaf. Kan aku lupa- lupa ingat. Tapi kan bener, namanya unik. Van, kamu ngapain jongkok di situ?” Tanya Iwan sambil menyikut Novan. Novan berdecak kesal. “Panggilannya apa?” Tanya seorang murid XI MIPA 3. “Panggil aja Novia, atau Via juga boleh.” “Novia Arabella … AH! KAMU KAN?! Novia Arabella Himeka, yang ikutan audisi di girlband baru itu kan?!” Novia tersenyum tipis dan mengangguk. “Iya, salam kenal semuanya.” **** Kabar tentang kehadiran Novia menjadi pembicaraan satu sekolah, lebih heboh daripada saat Novan datang. Ia menjadi pembicaraan hangat karena dirinya yang seorang anggota girlband. Beberapa juga menyandingkannya dengan Sarah. “Hah? Dia Novia Arabel yang itu?” “He’eh. Tau kan, itu loh, girlband Glasee itu. Itu kan girlband yang katanya di naungi sama agensi Korea sana.” “Hah, iyakah? Wah, baru tau aku.” “Iya, katanya sih itu nggak sembarangan seleksinya, karena mereka juga di trainee. Sistemnya di samain kayak di Korea sana, katanya. Kudu debut berbulan sampai bertahun- tahun baru bisa di tarik masuk.” “Iya, katanya sih kalau menang cantik doang nggak akan kepilih. Harus penuh talente, kudu bisa nyanyi dan dance juga. Terus yang di pilih yang cantiknya nggak biasa juga, udah ada standarnya sendiri sama agensi.” “Hah? Sampai sebegitunya? Ketat ya seleksinya. Tapi ya, emang sih, anaknya cantik bukan main. Nggak jauh sama artis Korea sana.” “Iya kan, look Korea banget. Cantiknya emang effortless. Kalah mah si Sarah.” “Beda jauh dong, masa di sandingin sama Sarah. Sarah kan selebgram doang. Semua bisa jadi selebgram asal punya banyak follower aja.” “Eh eh, itu anak barunya bukan?” Mereka melirik ke pintu kelas. Novia ada di sana, sedang mengintip ke dalam. “Ngapain dia di sana?” Bisik salah satu dari mereka, yang di balas dengan gelengan oleh yang lain. “Ah, halo!” Novia menghampiri mereka. Ia menyinggungkan senyum manis. “Hai, halo! Novia kan?” Novia mengangguk. “Anu, kamu ada perlu apa ya kemari? Mau cari siapa?” “Anu … ini kelasnya Novan bukan?” Mereka bertiga saling lirik, lalu mengangguk. “Novan … maksudnya Novan Andriansyah?” Novia mengangguk. “Ah, iya. Dia. Novan. Dia di kelas ini kan? Mana dia ya?” Novia mengedarkan pandanganya ke seisi kelas. “Hem, kalau nggak di ujung sana, biasanya dia pergi ke kantin sih. Tuh, dia duduk di pojok sana. Kalau kosong, tandanya dia ke kantin.” Mereka menunjuk ke kursi Novan. “Owh .. oke. Thanks ya! Makasih banyak loh!” Novia melambaikan tangan dan meninggalkan mereka yang bertanya- tanya dalam hati. “Apa anak ganteng dan cantik di dunia ini emang saling kenal ya?” ****
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN