Bab 133

1328 Kata
Novia berdecak. Ia berusaha menunjukkan senyum, meski dalam hati ia terus menggerutu. Ck, si Novan malah balik duluan. s****n. Kan jadi aku kejebak di sini, gerutu Novia dalam hati. Ini malah makin rame lagi yang ngekor. Darimana sih mereka datang? “Nov, kamu dari kapan ikutan trainee di Glasses itu? Emang dari dulu suka nyanyi ya?” Tanya salah seorang dari mereka. “Orangtuaku yang daftarin, karena dulu sering lihat aku joget- joget kalo di puterin lagu. Kalau nyanyi, aku baru belajar waktu trainee sih.” “Waw! Keren! Hebat banget orangtuanya mendukung!” Ia mengacungkan jempolnya. Novia tersenyum kecil. Beberapa anak mengajaknya mengobrol dan di jawab Novia dengan terpaksa. Hanya seorang anak yang sedaritadi diam saja, anak laki- laki yang tadi duduk di sebelah Novan. Anak dengan kulit sawo matang dan rambut cepak nyaris botak. Kalau tidak salah, mereka memanggilnya Andi. Sepertinya dia dekat dengan Novan. Huh, coba dia sedikit lebih ganteng, mungkin Novia mau mendekatinya. Tapi lihatlah, dia seperti anak tengil yang sok cool. Jangan begitu Vi! Itu temannya Novan, teman paling dekat. Kamu harus baik- baik dengannya! “Kamu kok kayaknya daritadi diem aja sih?” Novia menyikut Andi. “Hah? Aku? Oh, kan udah di tanya semua sama yang lain. Aku nyimak aja,” jawab Andi. Cih, memang anaknya sok cool. “Heh udah! Anak MIPA 2, balik ke kelas kalian!” Perintah Andi. Terdengar gerutuan dari beberapa anak. “Kelas sebelah doang kok Ndi, nanggung. Kepleset sampai kok,” pinta Iwan. Andi menggeleng. “Nggak. Nggak usah modus kalian. Balik kelas, ayo!” Andi menarik Iwan. “Nggak usah kabur kalian. Ayo masuk!” Andi menarik anak- anak yang hendak kabur. “Sori ya Nov, kamu balik ke kelas sendiri nggak apa kan?” “Nggak apa kok. Makasih ya, kalian udah temani ke kantin.” Novia melambaikan tangan. Ia mengintip dari balik pintu kelas XI MIPA 2. Ada Novan di dalam sana, sedang berkumpul dengan anak laki- laki lain. Novia memperhatikan Andi dan lainnya masuk melalui sela pintu. “Oh, ternyata mereka duduk sebangku. Hem,” gumam Novia. “Oh, anak yang genit itu teman dekatnya juga ya? Hem, begitu ya.” **** Novan menghela napas lega saat ia tiba di kelas. Akhirnya ia bisa kabur dari Novia. Ia tidak menyangka Novia akan segigih itu, mencarinya sampai ke kantin. Sepertinya ia tadi sempat ke kelas, karena dia ke kantin dengan tiga sejoli tak terpisah, Yudi, Bara, dan Angga. Mereka sudah seperti bodyguardnya saja. “Van, kamu tadi di cariin sama Novia.” Anggi memberitahu. Novan mengangguk. “Terus kubilang kamu kayaknya ke kantin.” Oalah, gara- gara ini anak ternyata. Makasih infonya Ngi, sangat berguna, gerutu Novan dalam hati. “Lah, buat apa dia cariin kamu?” Tanya Wawan. “Iya. Apa orang ganteng dan cantik itu emang pada saling kenal ya?” Timpal Anggi. “Pernah satu sekolah, dulu,” jawab Novan singkat. “Ya, nyapa teman dululah.” “Sekolah kamu dulu isinya anak ganteng dan cantik ya?” Tanya Wawan. Novan tertawa kecil. “Nggak kok. Ngaco kamu Wan.” “Kirain, soalnya kan kamu, Novia, itu kan anak- anak tampan dan cantik.” “Kayaknya sih banyak, bukan semuanya,” timpal Anggi. “Enak ya kalau ada sekolah kayak gitu. Tiap hari cuci mata,” ujar Wawan. “Masuk sekolah model aja kalau gitu,” timpal Novan. “Kamu ngetawain aku ya?” Wawan menatapnya dengan tatapan tajam. “Nggak, mana bisa ini anak masuk kelas model. Tingginya kan semampai, semeter tak sampai!” Anggi menunjuk Wawan dan tertawa kecil. “Nggak usah ngetawain orang Ngi, kamu lebih pendek kok, tetap.” Anggi terdiam dan cemberut. “Nggak apa, aku kan cewek. Kalau pendek mah nggak apa. Kamu nih, cowok kok pendek sih?” “Heh, kok jadi bawa- bawa gender?!” Anggi dan Wawan mulai adu mulut. “Nggak ikutan ah …” Gumam Novan dan menjauh dari mereka. Ia kembali ke tempat duduknya dan menyiapkan buku untuk pelajaran selanjutnya. “Itu kenapa mereka berdua kok cekcok?” Tanya Andi. Novan mengedikkan bahunya. “Tersulut gara- gara bahas tinggi badan.” “Oalah, pantes.” Andi melirik Wawan dan Anggi yang masih adu mulut. “Padahal kan dua- duanya pendek, ngapain pula di ributin.” Andi berdecak. “Biarin ajalah, selama belum adu jotos.” Andi duduk di tempatnya dan memutar bangkunya menghadap Novan. “Jadi … kenapa kamu tadi balik duluan?” “Nggak apa, pengen balik duluan sih. Lagian tadi kan udah ada bu Julia, ngapain pula masih di kantin.” Andi mangut- mangut. “Bukan karena si Novia anak baru itu kan?” Andi menatap Novan. Novan menelan ludah. Bagaimana Andi bisa tahu? “Oh, kalau diam berarti bener karena si Novia itu.” “Kamu kok …” “Tebak aja,” potong Andi. “Bener kan. Kayaknya dia bukan, yang buat kamu marah sama si Valdi? Dia yang terror kamu ya?” “Kamu bisa baca pikiran ya?” Andi tersenyum geli. “Udah di bilang, tebak doang. Tapi kalau emang bener, itu anak agak creepy ya. Aku nggak tahu sih kejadian kalian di masa lalu apa ya, tapi kalau lihat dia tiba- tiba ada di sini dan nyari kamu, itu udah creepy sih. Menurutku sih, bukan begitu caranya mau nyapa teman lama. Itu mah lebih kayak penguntit.” Novan mengangguk. “Aku nggak tahu sih kenapa dia bisa pindah kemari, tapi yang kamu bilang creepy itu nggak salah. Malah lebih creepy daripada yang dulu sih kayaknya.” Andi menepuk pundak Novan. “Yang sabar ya Van. Untungnya nggak sekelas sih.” “Ya, untungnya begitu. Entah bakalan jadi apa kalau sampai sekelas dengannya.” **** Kepindahan Novia berhasil bikin geger satu sekolah dan akhirnya sampai ke telinga Sarah. Ia biasa saja sih dengan berita itu, tapi ia tidak suka mendengar tanggapan orang sekitarnya yang membandingkan dirinya dengan Novia. “Eh eh, kamu kalau di suruh pilih antara Sarah dan Novia, pilih siapa?” “Ya pilih Novia dong! Dia anaknya ramah banget tau.” “Iya, terus murah senyum lagi. Tadi dia ada nyapa aku loh!” “Ramah ya. Padahal kan dia seleb, kirain bakalan sombong.” “Iya, dia yang seleb beneran aja nggak sombong. Nggak kayak si Sarah noh, masih seleb- seleban aja sombongnya selangit! Menang followers banyak aja tuh, tapi nggak pernah tuh tampil dimana- mana!” “Ya, beda jauh atuh. Novia kan ikutan trainee lama, emang ada usahanya. Nggak kayak Sarah, menang sensasi aja.” “Siapa yang menang sensasi hah?” “Itu si Sar …” Sarah berdiri tegak sambil berkacak pinggang, menatap cewek- cewek yang menggosipnya. Mereka menelan ludah. s**l, yang di omongin malah datang. Panjang umur amat tuh anak. “Anu .. itu … bukan gitu maksudnya …” Sarah menggebrak meja dengan keras dan menunjuk mereka tepat di depan mata. “Kalian, kalau nggak tahu apa- apa mending diam aja. NGERTI GAK?!” Mereka mengangguk serempak. “Ngerti, ngerti! Maaf Sar, maaf!” Sarah mendengus kesal dan berlalu dari sana. Ia menggerutu sepanjang jalan. “s****n. Dasar Novia s****n! Harus aku temui dia!” **** “Kir, kamu udah tahu belum soal anak baru yang buat geger itu?” Tanya Thalia, teman sebangkunya Kirana. “Anak baru? Novan maksudnya?” “Yaelah!” Thalia berdecak. “Berita lama itu mah. Udah nggak anak baru lagi dia, nggak berplastik! Itu loh, anak baru di kelas XI MIPA 3. Anak perempuan, cantik. Seleb katanya.” “Oh, baru tahu. Seleb? Kayak Sarah, selebgram juga gitu?” “Nggak, beda! Dia mah beneran seleb! Itu loh, Novia, dia baru aja debut di girlband Glasses, yang kerjasama dengan agensi Korea. Coba aja deh cari namanya di internet, pasti keluar dah.” “Beneran seleb toh. Siapa namanya? Novia apa?” “Novia Arrabella Himeka. Coba aja deh cari.” “Kok kayak nggak asing namanya ya,” gumam Kirana. “Ya, kan memang dia famous!” “Ya juga sih ya …” ****
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN