Bab 9

1149 Kata
“Jadi kita sebagai devisi dana usaha, kan kita nih ya taulah ya kerjaan masing- masing apa, buat kumpulin dana biar acara kita ini berjalan lancar. Jadi, ada saran nggak kita bakalan kayak gimana buat kumpulin dana?” Tanya Karyo membuka pembahasan. Kirana mengangkat tangannya. “Ya Kirana. Kamu ada saran apa?” Tanya Karyo. “Jualan risol aja,” usul Kirana. “Biasanya juga gitu kan?” “Risol mulu. Basi Kir, ide lain kek. Itu mah udah biasa banget. Ide lain itu kayak, apa gitu ...” Timpal Gisel. “Kayak apa gitu gimana hah?” Tanya Kirana balik. “Ya, apa gitu deh. Apa aja pokoknya selain jualan risol! Jual gorengan kek, kue apa gitu,” jawab Gisel kelabakan. “Gorengan juga udah biasa Sel,” ujar Kirana. “Gimana, kalau kita jualan merchandise gitu? Kayak merchant anime yang lagi booming sekarang itu. Kayak Haikyuu, Sugawara senpai hudbando aku..” Fiona malah tenggelam dalam dunianya. Gisel menjintak pelan kepala Fiona. “Heleh, dasar wibu lu!” Fiona meringis kesakitan. “Atau enggak tuh lelang aja gundam- gundam punya si Karyo. Kan ada banyak tuh, mayan satu gundam udah bisa jadi modal tambah banyak,” usul Gisel sambil menunjuk Karyo. “Heh enak aja! Itu gundam hasil aku tabung 3 bulan ya! Rutin puasa senin kamis biar bisa dapat itu gundam.” “Alhamdulillah Karyo mau puasa senin kamis. Biasanya juga bolos kalo shalat di sekolah,” celetuk Gisel. “k*****t lu!” “Udah udah!” Kirana merelai mereka. “List aja dulu ide yang ada, nanti kita pikirin lagi sama- sama. Oke?” Kirana mengeluarkan buku notes dan pulpen. “Yang pertama tadi, jualan risol. Terus yang kedua, itu merchant aku tulis juga ya? Udah, terus ada saran apalagi? Gorengan tadi ya? Oke gorengan ..” Kirana mendikte satu persatu yang tadi sempat di sebutkan. “Ada lagi usulan lain? Buat nambah nambah? Apa aja boleh, terserah.” Kirana melirik anak- anak perempuan lain yang sedaritadi diam di tempat. “Kalian anak kelas 10 kan? Kalo ada usul bilang aja gak apa,” tanya Kirana. Karyo mengangguk. “Iya, jangan diam- diam kali kalian,” timpal Karno. “Kamu juga Van. Jangan diem aja.” Karno menyikut Novan. Kedua anak perempuan yang bernama Talita dan Dewi itu saling lirik. “Anu kak ... Aku ... Boleh kasih saran nggak?” Tanya salah satu di antara mereka. “Oh ya boleh. Tadi siapa nama kamu? Dewi? Talita?” Tanya Kirana. “Talita kak. Anu gini, gimana kalau kita ... Em ... Gak jual makanan? Karena kan udah biasa ya kalo jual makanan gitu,” jawab Talita. “Jadi kita mending jualan ...” Talita menjentikkan jarinya. “Minuman aja kak! Kan itu lebih gampang ya buatnya, terus modal kita keluarin juga gak besar dan semuanya pasti bisa buat toh? Buat aja deh minuman yang viral atau terkenal gitu apa kek, kek dinosaur milo atau apalah.” Talita menjelaskan. Kami semua melongo mendengarnya. “Ah iya minuman ... Iya iya boleh juga iya ...” Gumam Gisel. “Tulis tulis aja Kir, nampung ide deh. Tulis.” Gisel menyikut Kirana. Kirana akhirnya menuliskan ide yang di lontarkan Talita ke notes. “Ada lagi? Mau di tambah lagi?” Tanya Kirana. Ia memperhatikan kami satu persatu. “Ini udah cukup nih? Bener?” Tanya Kirana lagi. Karyo mengangguk. “Segitu dulu kayaknya cukuplah Kir buat rapat perdana kali ini,” jawab Karyo. Kirana mengangguk dan menutup notesnya. “Oke kalo gitu. Cukup ya sekian sampai sini aja rapatnya. Kalo gitu, kita tutup aja rapatnya sekarang. Kalian udah bebas deh mau ngapain,” ujar Kirana. “Oh ya tapi sebelumnya, biar makin mudah nih, kita buat grup ya khusus devisi kita. Kalian udah di gabungin belum di grup panitia di WA?” Tanya Kirana. Novan mengangkat tangannya. “Anu ...” Gumam Novan. Kirana meliriknya. Novan mengacuhkan wajah. “Ya kenapa?” Tanya Kirana. “Aku .. Belum gabung di grup panitia di WA, dan juga ... Aku gak pake WA ...” Novan menjelaskan terbata- bata. Semua melongo mendengarnya. “Kamu nggak pakek WA?” Tanya Karyo. Novan mengangguk. “Jadi kamu pake apa dong? Hubungi kamu mesti SMS gitu?” “Ya, enggak sih. Aku gak pake WA, pakenya Line doang,” jawab Novan. Kirana mangut- mangut. “Yaudah, khusus devisi kita, buat grupnya di Line aja. Pada punya Line kan semuanya?” Kirana menunjuk mereka satu persatu. Mereka mengangguk ragu- ragu. “Yah ... Nggak apa sih ya, kalo di Line ... Tapi gak ada sih aku ...” Gumam Gisel pelan. “Yaudah. Kita buat grupnya di Line aja ya. Sini mana ID kalian, biar aku gabungin ke dalam grupnya.” Kirana mengeluarkan smartphone dari kantong rok. Satu persatu mereka menyebutkan ID Line masing- masing. Setelah itu, mereka bebas melakukan apapun selama masih di dalam ruang OSIS. **** Akhirnya rapat kali ini selesai. Novan menenteng tasnya dan pergi keluar. Andi datang dari belakang dan merangkul Novan. “Woi bro! Gimana tadi rapatnya? Kalian udah beres belum?” Tanya Andi. “Belum, masih banyak yang kurang,” jawab Novan. “Ini siapa sih yang masukin aku ke Danus? Isinya hampir semua cewek loh, kecuali si Karyo itu,” gerutu Novan. “Sori bro. Itu keputusan Valdi. Karena katanya kamu bakalan di masukin ke devisi yang paling sedikit cowoknya, ya buat bantu- bantulah. Biasanya memang yang sedikit anggota cowok ya itu kalo nggak anak Danus ya, anak dekor. Tapi sekarang dekor udah mulai di banyak di tarik anak cowok, buat pasang- pasang gitu sih.” Novan berdecak kesal. “Yah, seengaknya kan gak sendirian amatlah. Kan masih ada si Karyo di sana toh.” “Ya, kalo Karyo nggak ada ya aku sendiri juga kan jadinya.” Novan mendengus sebal. “Ck, kenapa sih ketuanya harus si Kirana.” Terdengar suara menggerutu. Novan menoleh. Ada anggota devisinya di belakang, yaitu Fiona dan Gisel. “Tau tuh. Mana dia nggak inisiatif gitu tadi buat mulai rapat duluan,” timpal Fiona. “Kan? Masa harus di pancing dulu sama Karyo. Terus apa tadi ide dia? Jualan risol? Itu anak memang nggak ada inovasi sama sekali ya. Dasar. Udah dari jaman jembot jualan risol mulu.” Gisel menimpali. Fiona mangut- mangut. “Itulah. Mendingan jualan merchant kan!” Gisel melirik Fiona dan menjitaknya pelan. “Cih. Dia pasti jadi ketua karena minta sama si Valdi. Kan dia deket tuh sama Valdi! Emang ya, dia tu kegatelan banget anaknya.” Gisel mendengus kesal. Novan yang berjalan di depan mereka hanya bisa geleng- geleng kepala mendengarnya. Padahal tadi mereka sempat ngobrol akrab, eh ini malah di omongi dari belakang. Novan mendengus kesal. Padahal lebih mending Kirana daripada mereka berdua, yang tadinya sempat kegatelan dengan Novan. Ide Kirana juga bagus dan normal aja kok, daripada idenya Fiona yang aneh dan absurd. Novan menghela napas. Ah, memang pertemanan anak perempuan ini agak aneh. ****
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN