Bab 8

1255 Kata
Proyektor di depan menayangkan presentasi yang menampilkan struktur kepanitiaan. Valdi berdiri di depan sana, di temani oleh Stevan, Andi, dan anak laki- laki yang berpenampilan berantakan tadi. Valdi berdehem. “Selamat sore semuanya. Sebelumnya, aku mau ucapin makasih sebanyak- banyaknya karena teman- teman semua bersedia datang ke ruangan ini demi menyukseskan event yang akan kita adakan nanti.” “Jadi untuk hari ini, kita akan membahas struktur kepanitiaan untuk event kita yang akan di laksanakan kurang lebih 3 bulan lagi. Ini merupakan event yang besar, jadi aku harap keseriusan semuanya ya.” Valdi mencolek pundak Andi. Andi dengan sigap langsung mengubah ke slide berikutnya. “Nah jadi, ini struktur kepanitiaan yang aku buat di sini. Kurang lebih seperti ini. Aku bakalan sebut siapa aja ketua setiap devisi kepanitiaan, dan kalian nanti duduk sesuai dengan devisi ya. Oke kalau begitu, aku sebutin strukturnya. Ketua panitia, saya sendiri, Valdi Rianda Hosa, dan wakil panitianya Stevan Ronaldo, lalu ada sekretaris kepanitiaan kita, Andi Guanda.” Valdi menepuk pundak Stevan dan Andi. “Selanjutnya, untuk bendahara kepanitiaan, ada Dewina Putri Hutapea.” Valdi menunjuk seorang anak perempuan berambut ikal panjang yang duduk di sebelahnya. Perempuan itu bangkit dari duduk. “Lalu, devisi keamanan juga aku serahkan dengan Andi Guanda, devisi dana usaha di ketuai oleh Kirana Larasati, lalu …” Valdi menyebutkan satu persatu nama ketua devisi. “Nama yang udah di sebut, langsung ambil posisi aja. Biar gampang nanti di kumpulin anggotanya.” Beberapa nama yang di sebut langsung berpindah di tempat yang sudah di siapkan oleh Valdi. “Yang namanya belum di sebut, tolong kalian tunggu di belakang ya,” pinta Valdi. Novan berdiri di belakang bersama dengan yang lainnya. Satu persatu ketua devisi mulai di sebutkan. “Oke, semua nama ketuanya sudah di sebutkan. Kalau begitu saatnya kita lihat siapa saja anggota dari setiap devisi ya.” Slide presentasi berubah dan di sana tertera beberapa nama. “Oke, yang namanya di sebutkan segera duduk sesuai dengan devisi yang di sediakan. Kita mulai dari devisi keamanan.” “Ketuanya Andi, lalu wakilnya Guntur, dengan anggotanya Kalila, Wira, Kara, Rudi, Robi, dan Ursa.” Semua nama yang di sebutkan satu persatu mulai duduk di tempat yang di sediakan. Kayaknya mereka sangat selektif memilih devisi keamanan ini, karena hampir semuanya berbadan tinggi besar dan dengan wajah yang garang. Novan agak bingung kenapa malah Andi yang sama sekali tidak terlihat garang yang jadi ketua di devisi keamanan ini. Lihat, tampaknya lebih cocok si anak laki- laki yang berbadan tinggi, besar, dan tegap itu yang jadi ketua. Entahlah, keputusan kan ada di tangan Valdi. “Oke berikutnya. Devisi dana usaha yang di ketuai oleh Kirana Larasati, di wakili oleh Diana, dengan anggotanya Dewi, Fiona, Karyo, Gisel, Talia, Vio, dan … oh, Novan. Kamu masuk ke devisi ini.” Valdi menunjuk Novan. Semua mata kini tertuju pada Novan. Ruangan itu mulai riuh saat melihat sosok Novan. Novan pergi ke tempat kumpul devisi Dana Usaha. Terdengar suara riuh rendah sambil sesekali semua mata melirik Novan. Novan tidak memperdulikannya. Ah, kan begini lagi. Novan memilih duduk di paling belakang. Ia meruntuk dalam hati, karena hampir semua anggota devisinya itu anak perempuan, terkecuali Karyo. Ia tadinya ingin duduk di sebelah Karyo, tapi Karyo sudah lebih dulu duduk di tengah anggota lain. “Eh cakep banget. Itu siapa ya? Nggak pernah nengok.” Terdengar bisikan dari anak- anak lain di belakangnya. “Nggak tahu, tapi bener sih ganteng banget. Jarang deh ada yang ganteng begini di skeolah kita,” timpal yang lain. “Aku nggak sadar daritadi dia di belakang ternyata. Biasanya kalo cakep gitu cepet aku nangkepnya,” celetuk seseorang. “Eh eh, itu bukannya yang sempat bikin heboh di lorong kelas XI MIPA ya? Inget gak, yang kemarin itu, ada si Sarah dan gengnya juga kalo nggak salah,” timpal seorang anak. “Oh iya. Itu ya, yang katanya dia nggak mau kenalan sama si Sarah?” “Hah? Dia ya anaknya? Wih gila loh, bisa- bisanya dia nggak mau kenalan sama Sarah.” Novan menghela napas dan menompang dagu. Ah, lagi- lagi soal kabar itu. Heboh banget sih orang- orang perkara itu doang. Valdi menggebrak meja kencang. Seisi ruangan tersentak kaget. Suasana riuh rendah itu seketika terdiam. Valdi memperhatikan sekitar dengan mata melotot. “Jangan ribut. Kita lagi rapat. Ini memang rapat santai, tapi tetap nggak boleh ngerumpi di sini. Kalo mau ngerumpi keluar aja, sekalian aku keluarin dari kepanitiaan,” ujar Valdi. Hening. Tak ada satupun suara yang terdengar. “Oke, lanjut Ndi.” **** Semua kini sudah gabung ke dalam devisi yang sudah di sediakan. Valdi mengakhiri presentasi dan lampu ruangan kembali menyala. “Oke, kalau begitu semuanya udah masuk ke dalam devisinya. Ada yang keberatan?” Tanya Valdi. Hening. Tak ada yang menjawab. Valdi memperhatikan sekitar. “Nggak ada?” Tanya Valdi tak yakin. “Yang nggak setuju sama ketuanya, dan yang nggak mau ada di devisi yang udah di tetapin, angkat tangannya.” Valdi mengangkat tangannya. “Nggak apa, kalo nggak setuju sekarang nggak apa. Jangan nanti di tengah yang udah nggak setuju, aku nggak nerima masukan kalo nanti udah kita jalani tugas.” Valdi memperhatikan sekitar sambil mengangkat tangannya. “Nggak ada nih? Bener ya?” Valdi menurunkan tangannya dan menutup laptop yang ada di meja. “Oke. Pokoknya aku nggak mau ya terima protes selain hari ini. Sempet aku denger laporan dari kalian kalo kalian nggak suka sama devisi ini, nggak cocok sama anggotanya atau nggak suka dengan ketuanya atau apalah, aku nggak terima. Aku tending kalian sempet aku denger kayak gitu nanti.” “Nah. Sekarang, kalian diskusi antar sesama devisi. Kenalan dengan anggota dan ketua devisi yang ada. Terus kalian udah bisa bahas tugas apa yang bakal kalian lakuin, sesuai dengan devisi ya. Kalian bentuk lingkaran, biar lebih enak untuk diskusi satu sama lain.” Ruangan kembali riuh rendah dengan suara kursi dan meja yang saling beradu. Semua mulai mengangkat kursi dan meja, lalu membentuk lingkaran kecil. Novan langsung mengambil tempat di sebelah Karyo. Ia tidak mau duduk dekat dengan anak perempuan lain di devisinya. “Oke. Semuanya udah kumpul kan?” Tanya Karyo. Semua mengangguk. Karyo berdehem. “Kita kenalan dulu ya. Soalnya di sini ada wajah baru, atau mungkin di antara kita emang ada yang belum kenal. Oke, mulai dari ketua kita, Kirana.” Karyo menunjuk Kirana. “Kirana, dari XI MIPA 4. Salken.” Kirana memperkenalkan dirinya dengan singkat. “Putar ya, dari Kirana terus mutar ke sebelah kanannya,” pinta Karyo. “Oh, aku Talia Dahlia, dari kelas X-5. Salam kenal semuanya!” Anak perempuan yang paling mungil di sana dan paling penuh dengan pernak- pernik memperkenalkan dirinya dengan riang. “Gisel, XI IIS 2. Salken.” “Fiona Putri, XI MIPA 3.” “Dewi Ananda, X-5.” “Ck, kalian ini. Kenalannya singkat padat banget sih,” gerutu Karyo. Talia mengangguk setuju. Kirana berdecak kesal. “Udah deh, mending kamu langsung kenalin diri aja,” pinta Gisel. Karyo berdecak kesal. “Ck, dasar kalian. Aku Karyo Budi Susanto, kelas XI IIS 1. Anak ganteng mamak bapak, salam kenal semuanya!” Karyo sedikit membungkukkan badannya. Karyo menyikut Novan. “Nah, kamu siapa, anak baru yang buat heboh ini?” Tanya Karyo. Novan menghela napas. “Novan, XI MIPA 2. Salken.” Karyo geleng- geleng kepala. Ia menepuk pelan pundak Novan dan hendak mengatakan sesuatu, tapi keburu di potong oleh Kirana. “Udah udah, nanti keburu lama kita pulang. Besok- besok aja kalo mau ngobrol yang lain. Sekarang kita diskusi soal apa yang bakal kita lakuin di devisi kita.” ****
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN