BAB 63

1073 Kata
Novan mematikan alaramnya yang berdering kencang. Ia menatap langit- langit kamar dengan tatapan kosong. Ia tidak bisa tidur semalaman. Ia mengira, ia akan mengantuk selesai makan. Ternyata dugaannya salah. Efek samping setelah minum 3 gelas kopi jelas lebih kuat daripada semangkuk bakso. Jadilah ia menghabiskan malamnya dengan menonton anime sampai alaramnya berbunyi. Sialnya, rasa kantuk baru menyerangnya. Ia menguap lebar dan mengumpat dalam hati. Sudahlah, lebih baik dia berangkat lebih cepat dan tidur di sekolah saja. Ia mengambil handuknya dan pergi mandi. Ia merasa lumayan segar sehabis mandi. Ia segera memakai seragam dan menyisir rapi rambutnya. Setelah semua beres, ia mengambil tas dan turun ke bawah. “Oh, Van. Tumben udah bangun,” sapa papanya di ruang keluarga. Beliau masih memakai piyama dan membaca koran. “Iya pa. Pergi dulu.” Novan melewati papanya. “Heh. Kok gitu sama orangtua? Salim dulu!” Novan berhenti di depan pintu. Ia balik badan dan menyalami papanya. Papanya hendak mencium keningnya, tapi Novan menghindar. “Pergi dulu pa.” Novan membuka pintu dan memakai sepatunya dengan cepat. “Hati- hati,” ujar papanya mengingatkan. Novan mengangguk dan membuka pintu pagar. **** Ia tiba di depan g**g dan terbelak kaget saat melihat sebuah mobil yang mirip dengan mobil Stevan. Tidak mungkin kan Stevan menjemputnya sepagi ini? Dia bahkan tidak ada menghubungi Stevan sejak semalam. Ia semakin terbelak kaget saat kaca mobil terbuka. Tampaklah Stevan di kursi kemudi. Ia menyalakan klakson. “Hei, ngapain kamu di sana? Ayo cepat masuk!” Ajak Stevan. Novan masih bergeming di tempat. Stevan kembali menyalakan klakson, kali ini lebih kencang. “Heh! Ngapain bengong di sana? Masuk cepet!” Perintah Stevan. Novan tersentak kaget dan masuk ke dalam mobil. “Kamu ngapain di sini pagi- pagi gini?” Tanya Novan sambil memakai seatbelt. “Ya buat antar kamu ke sekolah,” jawab Stevan. Ia menyakan mesin mobil dan membawa mobil menjauh dari sana. “Kok kamu tau kalo aku pergi sepagi ini?” Tanya Novan lagi. “Aku memang selalu nungguin jam segini sih,” jawab Stevan. “Sepagi ini? Terus kamu nungguin aku sampai keluar? Kenapa nggak kamu telpon aja atau apalah?” “Malas aja sih. Sekalian aku mampir ke minimarket sini, soalnya sosis bakarnya enak.” Novan mengernyitkan alis. “Bukannya sama aja kayak sosis biasanya?” “Gak, lebih enak ini sih.” “Perasaan sama aja deh, kan dimana- mana tuh ada ...” “Ya kan menurutmu begitu.” “Hem, ya, terserahlah.” Novan menguap lebar. “Aku mau tidur bentar ya. Nanti bangunin kalo udah sampai.” Novan sedikit menurunkan kursi mobil dan mencari posisi nyaman. “Hem, iya.” Novan berusaha memejamkan matanya perlahan. Stevan melajukan mobil perlahan. **** Novan tersentak bangun saat seseorang mengguncangkan pundaknya. “Van, Van, udah sampai,” ujar Stevan. Novan mengerjapkan matanya dan memperhatikan sekitar. “Oh, udah sampai ya?” Tanya Novan masih setengah sadar. Ia menguap lebar dan membuka seatbelt. “Kamu nggak tidur semalaman ya? Nyenyak banget tidurnya, susah banget di bangunin,” tanya Stevan. “Biasalah. Banyak tugas.” Novan merenggangkan badannya. “Kayak anak kuliahan aja kalian, banyak tugasnya.” “Yah jaman sekarang kan memang begitu, bebannya nggak beda jauh.” Novan membuka pintu mobil. “Udahlah. Aku duluan ya.” Aku menyalami tangan Stevan. “Ya. Baik- baik tuh pokoknya. Belajar yang rajin, jangan ketiduran waktu pelajaran.” Stevan menasihati. Novan hanya mengangguk pelan dan keluar dari mobil. “Nanti di jemput nggak?” “Terserah, kalau kamu sempat.” Novan menutup pintu mobil. “Dah, kerja sana.” “Ya udah, aku balik duluan ya.” Stevan memutar kunci mobil. Ia menyalakan klakson dan di balas Novan dengan lambaian tangan. Perlahan mobil Stevan pergi meninggalkan lingkungan sekolah. Novan berjalan masuk ke kelas saat mobil Stevan mulai menjauh. Ia menguap lebar sepanjang jalan. Sekolah masih sangat sepi, hanya tampak penjaga sekolah dan satpam. Ia melewati lorong kelas dan mengintip ke kelas lain. Baru satu-dua anak yang datang untuk piket. Novan tiba di kelasnya. Ia bersyukur saat melihat kelasnya yang kosong. Kelasnya agak berbeda, karena mereka yang kebagian piket akan piket sepulang sekolah. Novan duduk di tempatnya. Ia meringkuk dan menenggelamkan wajahnya di atas meja. Ia menutupi badannya dengan jaket. Masih ada banyak waktu sebelum bel masuk, lebih baik dia lanjut tidur saja. ****            “Woi Van! Novan!”            Seseorang mengguncangkan pundaknya dengan kencang. Novan mengerjapkan matanya perlahan. Ia melihat Andi berdiri di sebelahnya. Ia menguap lebar dan menggeliat.            “Hm.. kamu Ndi …” Gumam Novan pelan.            “Aku kirain tadi siapa tidur di pojokan di tutup jaket kayak gini.” Andi duduk di bangkunya. "Kamu udah dari kapan datangnya?”            Novan mengedikkan bahunya. “Entah. Nggak lihat jam. Pokoknya aku yang pertama datang tadi.”            “Hoi! Pagi!” Sapa Gilang riang. Ia menepuk pelan pundak Novan. “Wah, nggak telat lagi kamu ya Van.”            “Baru juga sekali aku telat.” Novan berdecak. Ia menarik jaketnya sampai menutupi wajahnya. Andi menggertak mejanya pelan.            “Heh, udah. Jangan tidur lagi, bentar lagi udah masuk.” Novan terbelak kaget. Ia melepas jaketnya.            “Hah? Udah mau masuk?!” Tanya Novan kaget. Andi mengangguk pelan. Novan mengeluarkan smartphone. Ia lupa, seharusnya dia sudah memberikan tugas seni lukis itu sebelum jam masuk. Seharusnya Karyo sudah mencarinya sekarang dan benar saja. Beberapa panggilan tidak terjawab dan chat dari Karyo.            Novan bangkit dari duduknya. Ia menarik map kecil yang di gantung dan pergi keluar kelas.            “Eh Van, mau kemana? Udah mau masuk!” Tanya Andi.            “Bentar, ada perlu!”            Novan lari menyusuri lorong sambil mencoba menghubungi Karyo. Ia bernapas lega saat Karyo mengangkat telponnya.            “Kamu dimana Van? Daritadi aku telponin,” tanya Karyo.            “Sori, sori. Aku tadi ketiduran, tapi udah daritadi sampai di sekolah kok. Ini gimana jadinya?” Tanya Novan.            “Langsung ke tempatnya aja, taruh di atas kardus. Nanti dia ambil. Sebelum bel masuk ya, cepet. Sepuluh menit lagi udah masuk.” Novan berdecak.            “Ya, oke. Beres. Udah ya. Aku tutup dulu.”            Novan mematikan telpon. Ia berhenti lari dan memilih jalan cepat. Ia tidak mau jadi perhatian karena ia berlarian di lorong. Ia memperhatikan sekitar. Oke, tidak ada yang memperhatikannya. Ia mengendap- endap pergi ke halaman belakang sekolah, tepat dimana gudang berada. Ia menaruh map yang berisi tugas joki gambarnya ke dalam kardus, kemudian kembali ke kelas. Ia menghela napas lega. Hei, tugasnya tidak terlambat dia kasih, kan? Semuanya aman dan baik- baik saja kan? *****
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN