bab 140

4704 Kata
Pagar hitam berdiri kokoh di depanku. Sebuah gedung luas tampak dari balik pagar itu. Aku mengintip ke dalam. Ada beberapa mobil dan sepeda motor terparkir di sana. Pintu pagar terbuka lebar. Aku memperhatikan sekitar, melirik ke arah pos satpam. Bagus, pos satpam kosong. Aku langsung menerobos masuk ke dalam gedung. Setibanya di dalam, aku di sapa oleh resepsionis. "Selamat siang. Selamat datang di PT. Carivil. Adik ini, sedang mencari siapa?"Tanya resepsionis ramah. "Emm ... aku ... eh, saya ... cari ibu Susan ..."Jawabku terbata. Resepsionis itu mengernyitkan alisnya. "Bu Susan? Gak ada yang namanya Susan di sini dik. Mungkin adik salah orang kali? Adik tau beliau di bagian apa?"Tanyanya balik. Aku sedikit kaget. Apa aku salah kantor ya? Ah, tidak! Aku ingat, tante Susan pernah bilang dia kerja di sini. Apa tante udah pensiun? Atau tante di pecat? Atau tante udah gak kerja di sini lagi? Berbagai macam pikiran merasuk dalam otakku. "Halo? Dik? Adik?" Resepsionis memanggil. Lamunanku buyar. Haduh, bagaimana ini? "Mungkin, adik ada ingat ciri- cirinya?"Tanyanya lagi. Aku mencoba mengingat tampang tante Susan. Ah, s**l! Aku lupa gimana wajah tante Susan! "Eng ... kulitnya kuning langsat... lalu ...." Aku mencoba mengingat kembali. Itu yang paling kuingat. Kulitnya khas kulit Indonesia. Lalu ... apalagi ya ... "Lalu ...?" Resepsionis menunggu jawabanku. Ia memperhatikanku dari atas sampai bawah. Aku menelan ludah. Waduh! "Dik, yang kulitnya kuning langsat di kantor ini banyak. Apa adik tidak salah orang? Atau adik salah tempat?"Tanyanya lagi. Aku terdiam sesaat, lalu mengeleng. Tidak, aku yakin! Tante Susan pasti ada di sini! "Dik, mungkin adik salah tempat. Coba adik hubungi lagi orang yang kamu cari itu, Tanya dia dimana,"saran resepsionis itu. Hubungi pakai apa?! Aku hanya bawa diri kemari! Aku menggaruk jariku. Haduh, bagaimana ini? Aku mondar- mondir di depan meja resepsionis. Gimana ini? Aku gak bisa balik mundur. Aku gak bisa pulang! Aku harus bertemu tante! Harus! "Anu, dik?"panggil resepsionis itu. Aku menoleh dan hanya memberikan senyum tipis. "Dik, bagaimana? Apa bisa di hubungi?"tanyanya lagi. Aku mengeleng pelan. Dia menatapku penuh curiga. Tatapan yang sudah biasa aku dapatkan. "Tapi ... tante saya memang kerja di sini ..."jelasku. "Tapi dik, tak ada yang namanya Susan di sini." Aku terdiam. Aku yakin tante ada di sini! Aku sangat yakin! Aku hanya mengangguk dan berbalik. Aku berdiri di depan pintu. "TANTE SUSAN..!! TANTE SUSAN ...!!" Aku berteriak sekencang- kencangnya. Tante pasti ada di sini! Aku yakin itu! "TANTE SUSAN ...!! INI KARLI TANTE ...!! INI KARLITA...!! TANTE DENGER KAN TANTE? INI KARLITA!!" Aku terus berteriak sambil hilir mudik. Resepsionis itu meninggalkan mejanya dan mencegatku untuk berkeliling lebih jauh. "Hei dik, berhenti! Dik, berhenti! Atau saya panggil satpam! SATPAM! PAK! ADA YANG BUAT RUSUH!" Aku tak peduli. Aku terus berteriak, memanggil tante Susan. Pokoknya harus terus teriak sampai tante Susan datang. "HEI KAMU! BERHENTI! ATAU SAYA BAWA KE POS SATPAM!"ancam pak satpam yang datang dari belakang. Ia mencegatku, mengikat tanganku ke belakang. "TANTE SUSAN ..!! INI KARLI ...!!" Teriakanku makin kencang. "TANTE ..!! TANTE ADA DI SINI KAN? TANTE KARLI DI TANGKAP PAK SATPAM!" "Hei diam kamu! SAYA SELOTIPIN MULUTNYA YA?!"ancam pak satpam kesal. Semua kerusuhan itu berhenti saat datang seorang perempuan tergopoh- gopoh. Baju kantornya sampai tampak kusut. "Karlita?!" ???? Akhirnya aku masuk ke dalam kantor. Tak ada siapapun di sini, hanya aku dan tante Susan. Ini ruang kantor pribadi tante Susan. Tante Susan menyuguhkan teh. Aku meminumnya. "Sudah berapa lama kamu di sini?"Tanya tante Susan. "Baru tante. Baru kemarin sampai,"jawabku. Kembali kuminum teh yang di sediakan. "Kamu nginap dimana?"Tanyanya lagi. "Di wisma tan,"jawabku lagi. Tante Susan menghela napas panjang. "Kamu ini. Datang- datang malah bikin rusuh! Jadi, ada apa sampai kamu kemari menemui tante?"Tanya tante penuh selidik. "Hum .. ayah nitipin aku ke tante ... katanya, beliau lagi ada urusan di luar negeri, baliknya lama. Jadi yah ... gitu." Aku menjelaskan sedikit terbata. Berkali- kali aku ucapkan maaf dalam hati. "Memang deh yah, ayah kamu itu. Bukannya pergi nganterin putrinya kemari kalo emang mau di titipin, malah di biarin pergi sendiri. Nginap di wisma lagi. Ya ampun." Tante Susan mengeleng- gelengkan kepalanya. "Terus, gimana kamu bisa sampai sini? Kamu bahkan belum pernah kemari sebelumnya kan." Kali ini aku menjelaskan tentang kejadian tadi, kebingungan dan tersesat, hingga akhirnya bertemu dengan pria bertato tampang preman yang ternyata orang baik. Tante Susan mangut- mangut mendengarnya. "Tapi meski begitu bukan berarti kamu tidak lagi waspada. Tidak. Kamu harus tetap waspada. Ini memang hanya kota kecil, tapi bukan berarti tidak ada orang b******k seperti kota besar." Tante Susan bangkit dari duduknya dan mengambil kunci mobil. "Ya sudah, tante yakin kamu masih capek. Sekarang kita pergi ke wisma kamu, angkut semua barang buat taruh di rumah tante." ??? Kami baru sampai di wisma dua jam kemudian. Sepanjang jalan, tante Susan menggerutu kesal. Aku lupa jalan ke wisma, jadinya kami menggunakan google maps dan malah nyasar entah kemana. Setelah menanyakan ke beberapa orang di jalan, akhirnya kami tiba. "Kenapa pilih wisma di sini sih!"Gerutu tante Susan. "Jauh dari kota, masuk dalam lorong lagi! Udah gitu wismanya b****k lagi!" Tante Susan terus menggerutu. "Pasti wisma murah! Udah cepat kemas barang! Jangan lagi sok sokan nginap di wisma! Mending ke rumah tante aja langsung, lebih bagus!!" Aku hanya mengangguk, lalu masuk ke dalam kamar. Aku kancing koperku dan mendorongnya keluar kamar. Aku belum membongkar koper, baru mengeceknya saja. Seharian ini aku hanya memakai baju cadangan yang kubawa di ransel kalau terjadi apa-apa. "Lah sudah? Cepat sekali"Tanya tante Susan. "Iya tan, aku belum bongkar koper". Tante Susan melirik koperku. Hanya sebuah koper kecil dan ransel tas laptop. "Kamu cuma bawa itu aja?"tanyanya tak yakin. Aku mengangguk. "Hem yaudah, kalo bajunya kurang bilang aja. Nanti tante beliin. Pokoknya apa apa yang kurang bilang aja ya". "Iya tante. Makasi" "Santai. Jangan segan sama tante". Tante Susan menarik koperku. "Ayo cepet cepet! Tante masih banyak kerjaan di kantor". ???? Kami tiba di rumah tante Susan. Untuk ukuran tinggal di kota kecil, rumah tante Susan cukup besar. Tante Susan menaruh koperku di ruang tamu. "Tante antar sampai sini aja ya. Terserah kamu mau di kamar bawah atau atas, kamarnya masih banyak kosong kok. Nanti biar kak Eti aja bantu kamu. Eti! Eti!"panggil tante Susan setengah teriak. Tak ada suara. "Hem, palingan sebentar lagi dia datang. Sudah ya, tante balik kantor dulu". Tante Susan lari keluar rumah. "Hati hati ya tante." Suara deru mobil pun menghilang dari kejauhan. Aku merebahkan diri di kursi sofa yang empuk. Hah, lelah sekali badan ini. "Non ini siapa?"Tanya seseorang. Refleks, aku duduk manis di sofa. Seorang wanita muda, sekitaran awal 20-an, menghampiri. Ia lumayan bergaya untuk style di rumah. Lipstik dan bedaknya tampak tebal. "Nganu .. Aku ... Mulai hari ini tinggal di sini ..." Aku menjawab terbata-bata. Wanita itu manggut- manggut. "Oh, kamu kakak rumah baru di sini ya?"Tanyanya. Aku mengernyitkan alis. Hah? Kakak rumah? "Kakak rumah?"Tanyaku bingung. Wanita itu mengangguk. "Iya, kamu sekarang bantuin aku. Udah sana taruh barang-barang kamu di kamar belakang!" Ia memerintah. Aku mengangguk dan menyeret koperku. "Nganu, kamar belakang... di mana ya?"tanyaku bingung. Rumah tante terlalu besar. "Itu di belakang sana, deket dapur. Deket garasi!" Ia menunjukkan sebuah pintu kamar yang tampak bersebrangan dengan garasi. Aku mengangguk dan menuju ke sana. Aku membuka pintu kamar. Kamar ini tak besar, hanya ada satu lemari sedang, meja kecil, dan tempat tidur tingkat. Tampaknya tempat tidur bawah sudah di miliki wanita itu. Tampak beberapa poster dan fotonya tertempel di dinding. Aku menaruh koperku di sudut ruangan, melepas jaket jeansku, lalu naik ke atas dan merebahkan diri di sana. Baru saja merebahkan diri, aku tertidur. ??? Aku tersentak bangun saat tempat tidurku goyang. Dengan mata sedikit terpejam, kulihat wanita itu menggoyangkan tempat tidur. "Hei bangun! Dasar kebo! Bersihin ini rumah!"Perintahnya. Hah? Bersihin rumah? "Nganu ... Aku baru sampai ..."ujarku. "Ya terus? Sementang baru sampek kamu ngebo gitu? Heh kamu itu bantuin aku di sini! Jangan sok berlagak kayak tuan rumah!" Ia menarik tanganku. "Cepetan bangun! Dasar pemalas!" Dengan malas, aku turun ke bawah. Ia menyodorkanku sapu dan pel. "Kamu ngepel lantai atas! Sekalian sama tangganya juga kamu pel. Tapi kamu sapu dulu, jangan sampek ada debu!! Aku mau ke dapur!" Hah? Ngepel lantai atas? Sekalian sama tangga? Duh, mana pernah aku ngepel tangga! Rumahku saja tidak bertingkat! Akhirnya, dengan mata masih mengantuk, kusapu bagian tangga dan lantai atas. Aku kaget melihat lantai atas yang luas dan terdiri dari 5 kamar. Duh, ini sih bakalan lama! Satu persatu kamar kubereskan. Kamar-kamar ini tampaknya tidak ada yang tepati. Setelah selesai menyapu lantai atas, aku mengepelnya sampai ke tangga. "Jangan nyiplak airnya nanti pas ngepel"Pinta wanita itu sambil lalu. Ia masih sibuk dengan maskernya. Mana katanya yang mau ke dapur?! Ah, aku terlalu lelah untuk protes. Setelah menyelesaikan semuanya, kutaruh sapu dan pel di sudut ruangan. Ah, bajuku habis berkeringat semua. Aku kembali ke kamar. Tampak wanita itu kini sudah wangi semerbak. "Ih kamu bau banget sih! Sana pergi mandi! Itu kamar mandi ada di pojokan sana!" Ia menunjukkan kamar mandi dekat dapur. Kuambil handuk dari koper dan baju ganti, lalu mandi di sana. ??? Tante Susan baru pulang saat matahari sudah ingin tidur. Ia membawa seember ayam goreng KFC. "Ini tante beliin buat makan malam. Masih hangat". Aku mengangguk dan menaruhnya di meja makan. "Kamu jadinya di kamar mana?"Tanya tante Susan. "Itu, di sebrang garasi. Sekamar sama kakak itu". Tante mengernyitkan alis. "Hah? Dimana?"tanyanya lagi. "Di sana tan, sebrang garasi. Kamar kecil itu". Aku menunjuk ke garasi. Tante Susan menepuk jidatnya. "Siapa yang suruh kamu ke kamar itu?"tanya tante Susan lagi. "Itu, gatau siapa sih tan. Ada kakak kakak gitu, suruh aku tidur di kamar itu,"jawabku. Tante Susan menarik napasnya. "Panggil dia sekarang! Bilang tante cariin!" Aku mengangguk dan segera ke kamar. "Kak, di cariin tante Susan,"ujarku. "Oh udah pulang ya?"tanyanya. Aku mengangguk. Ia segera keluar kamar dan menghampiri tante Susan. "Iya nyonya?"Tanyanya. Tante Susan menutup mukanya. "Eti, kenapa kamu suruh dia tidur di kamar belakang?"tanya tante Susan. "Lah, asisten kan tidurnya memang di sana kan buk?"tanyanya balik. Tante menepuk jidatnya. "Eti, dia bukan asisten baru. Dia keponakan saya. Datang dari jauh. Kenapa kamu kasih dia tidur di kamar belakang hah?!"bentak tante Susan. Wanita itu tersentak kaget dan menatapku lamat lamat. "Maaf buk, saya ... Gatau dia ponakan ibu" Ia menunduk. Tante Susan menatapnya tajam. "Kamu juga Kar! Harusnya tuh ya, kamu ngelawan! Bilang, kamu ponakan tante! Jangan diem aja!" Tante Susan menatapku tak kalah tajam. Aku mengangguk. "Udah sana kamu keluarin koper kamu! Kamu tidur di kamar atas aja, banyak yang kosong!"Perintah tante Susan. Aku mengangguk dan kembali ke kamar. Kuambil semua barangku di sana. Tante Susan membantuku membawa barang ke atas. "Hem, tante gak nyangka lantai atas sebersih ini. Perasaan kemaren itu masih agak berdebu,"ujar tante Susan. "Nganu .. Tan, ini tadi Karli beresin". Tante Susan menatapku tajam. "Siapa yang suruh?!"Tanya tante Susan penuh selidik. "Nganu ... Kakak tadi..."jawabku pelan. Tante Susan menarik napas dalam dan ... "ETII!!!" ??? Sudah sebulan aku berada di rumah tante Susan. Selama itu pula, aku masih betah berdiam di dalam rumah. Bukannya tak di kasih keluar, aku saja yang masih asing dengan lingkungan. Karenanya, untuk menghilangkan bosan, aku memilih untuk belajar memasak. Yah, anggaplah bayar budi karena sudah di izinkan tante Susan tinggal di rumahnya. Untungnya tante Susan mendukung hal itu dan siap belanja bahan keperluan. Hari ini, tante Susan pulang lebih cepat dari biasanya. Biasanya, kalau pulang cepat seperti sekarang, tante baca buku di pondok halaman belakang. Aku menghampiri tante Susan yang masih asik dengan bacaannya sambal membawa segelas es teh dan gorengan. Aku ikut duduk di pondok, menikmati halaman belakang yang cukup asri. "Ah ya, makasih Karli,"ujar tante Susan. Ia menutup bukunya dan mengambil sepotong pisang goreng. Aku mengangguk dan membuka sebuah n****+ yang kubawa dari rumah. "Oh ya Kar,"panggil tante Susan. Aku menoleh. "Kamu udah berapa lama di sini?"tanyanya. "Sebulan, kurang lebih sih tante,"jawabku. "Terus sekolah kamu gimana?"Tanya tante Susan. Aku terdiam. Waduh, itu hal yang tak terpikir olehku. Bukan tak terpikir, hanya saja ... aku terlalu takut rasanya untuk mulai sekolah di lingkungan asing ini. "Kamu belum sekolah sebulan. Hanya di rumah saja. Usia kamu itu masih usia sekolah,"jelas tante Susan. "Kamu tante daftarin sekolah aja ya? Ya, masih ada beberapa sekolah favorit di sini meski cuma kota kecil,"tawar tante Susan. Hem, bagaimana ini? Aku harus mengiyakan bukan? "Eh iya ... iya tan. Tapi ..." Duh, gimana cara jelasinnya ke tante Susan? "Tapi kenapa Kar?"Tanyanya balik. "Tante gamau ya, kamu gak dapat pendidikan." Tante Susan mempertegas. Aku kembali terdiam. Ah, pasti tante Susan gak akan setuju sama pendapatku. Ya, kurasa semua orang juga gak akan setuju. "Iya tan ..." Yah, mau bagaimana lagi? Sudahlah Karli. "Tapi tan ... kayaknya sekarang udah musimnya UTS buat anak sekolah. Gimana kalau aku masuknya selesai masa UTS aja?"Usulku. "Bukannya lebih cepat lebih baik?"Tanya tante Susan. Duh, sepertinya aku gagal membujuk tante Susan. "Tapi materinya nanti kan gak terkejar tan." Aku membuat alasan. Tante Susan menatapku intens. "Kamu kenapa Kar? Kamu gak mau sekolah?"Tanya tante Susan. Aku kaget. Haduh, tante Susan memang sangat peka. Aku menundukkan kepala. Duh, pasti tante Susan marah. Sudah pasti dia tidak setuju dengan keputusanku. "Karlita? Bener kamu gamau sekolah?"Tanyanya lagi. Kini, aku hanya bisa mengangguk pelan. "Kenapa?" Ah, pertanyaan yang tak akan bisa dan tak akan mau kujawab. Seperti, tak ada guna untuk menjelaskannya. Tak akan ada yang setuju dengan keputusan ini. Tak ada. "Karli, tante nanya loh ini. Kenapa Kar?" Lagi, aku terdiam. "Karlita!"Bentak tante Susan. Aku tersontak kaget. Aku menatap tante Susan dengan mata berkaca- kaca. Tante Susan menatapku intens. Hanya sesaat. Tante Susan lalu menghembuskan nafas berat. "Ah, sudahlah. Tante ga ngerti kamu Kar." Hanya itu. Hanya itu yang tante Susan katakan, dan ia berlalu begitu saja. ???? Sudah waktunya makan malam, tapi tante Susan belum juga keluar dari kamarnya. Sepertinya tante Susan benar- benar marah denganku sampai mengurung diri di kamar. "Dek Kar, coba kamu panggilin nyonya. Suruh makan malem. Itu nyonya dari siang belum makan loh. Aku suruh makan juga gamau,"pinta kak Eti. Ya, dan di sinilah aku sekarang. Berdiri di depan pintu kamar tante Susan. Hanya bisa menatap pintu kosong. Harus memasang tampang seperti apa di hadapan tante Susan? Aku menarik napas dalam- dalam, lalu membuangnya. Tak apa Karli. Tak apa. Lebih baik panggil saja, daripada tante gak makan seharian. Aku mencoba menenangkan diri. Kuketuk pintu kamar pelan. Tak ada sahutan. Aku mencoba menekan ganggang pintu. Ah, tak terkunci. "Permisi tante ..." Kubuka pintu kamar perlahan. Tante Susan tampak sibuk di meja kerjanya, tampangnya kusut. "Anu .. tante ... waktunya makan malam ..."Ujarku pelan. Taka da sahutan juga. Aku pelan- pelan mendekati tante Susan. "Tante ... makan malam ..."Ujarku sekali lagi. Tante Susan menoleh dan tersentak kaget. "Ya ampun Kar, bikin kaget aja." Tante Susan mengelus dadanya. "Ada apa Kar?" "Anu .. tan ... makan malam ..." Aku memberitahu. Tante Susan melirik jam dinding. "Ah iya, ya ampun. Tante sampek lupa waktu." Tante Susan kembali menatap kosong laptopnya. Aku melirik. Ah, ternyata laptop tante Susan bermasalah. "Laptop tante daritadi ngajak berantem, padahal tante mendadak ada kerjaan. Udah setengah jadi, laptopnya ngadat masa,"gerutu Tante Susan. "Kamu ngerti gak kenapa ini laptop bisa sampai kayak gini?"Tanya tante Susan. "Sedikit sih tan,"jawabku. "Maaf tan." Aku mengambil alih laptop tante Susan dan mengutak atiknya. Tante Susan mengamati. Tak berapa lama, laptop tante Susan sudah membaik. Tak ada lagi blue screen. "Alhamdulillah! Makasih Karli." Tante Susan memelukku. Aku tersenyum. Ah, syukurlah tante Susan sepertinya sudah tak marah lagi. "Emang deh pro banget ya anak jaman sekarang ama teknologi. Beda ama kaum tante ini, gaptek." Tante Susan kembali menatap layar laptopnya. "Sudah yuk, kita makan Kar! Tante lapar banget nih". ???? Aku sedikit lega karena tante Susan tidak menanyakan lagi soal sekolah padaku. Kini, aku punya profesi tambahan selain menjadi 'koki' di rumah ini, yaitu: 'ahli servis segala benda'. Kenapa? Ya, sejak kejadian aku memperbaiki laptop, tante Susan dan kak Eti jadi mengandalkanku saat ada barang di rumah yang rusak. "Karli, tolong dong laptop tante buat ulah lagi." "Dek Kar, kenapa ni remote TV kok gabisa." "Kar, ini gimana cara kirimnya?" "Dek Kar, tolong ini TV nya kok kek gitu dia." Dan lain- lainnya Pokoknya hampir semua benda elektronik yang ada di rumah, kecuali jika di suruh perbaiki listrik- listrikan gitu, aku angkat tangan. Semisal, kayak sekring turun, aku tidak akan menyentuhnya sampai yang lebih ahli datang. Takut kesetrum. "Udah deh dek Kar, ko buka jasa servis aja. Servis segala macam. Kan mayan juga tuh,"canda kak Eti suatu hari, yang hanya bisa kubalas dengan nyengir lebar. "Karli kok bisa perbaiki segala macem? Punya tangan ajaib ya?"Tanya tante Susan. "Ah, gak kok. Cuma sering nengok aja kalo orang servis kerja, gitu. Lama lama jadi tau sendiri kok,"jawabku. Tante Susan melongo dan mengeleng- gelengkan kepalanya. "Otak sama tanganmu sama- sama ajaib Kar,"ujar tante Susan. "Kamu kan pernah liat tukang listrik kemaren kerja kan? Bisa dong kalo sekring turun kamu aja yang apain?"Tawar tante Susan. "Oh, itu lain cerita tan. Asal- asal bisa kesetrum." Ada hari dimana tante Susan memilih pulang cepat dan membawa kerjaannya ke rumah. Seperti hari ini. Saat itu aku sedang sibuk membersihkan AC kamar tante Susan. Tante Susan tak menolehkan sedikit pun pandangannya dari laptop. "Hei, Karli,"panggil tante Susan. "Iya tan?"Sahutku. "Kamu gamau sekolah karena udah pinter servis gini ya?"Tanya tante Susan dengan nada becanda. Aku tertawa kecil. "Ya bukanlah tan, ini mah juga otodidak. Gak nyangka juga bisa,"jawabku. "Kalau begitu, kenapa kamu gamau sekolah?"Tanya tante Susan. Kali ini nada suaranya terkesan serius. Aku terdiam cukup lama. "Yah, ada alasan tersendiri,"jawabku singkat. Tante mungkin gak akan ngerti, lanjutku dalam hati. Tante Susan menghela napas. "Ya sudah." Tante Susan memutar kursi kerjanya. "Kali ini terserah kamu. Seenggaknya, tante tau kamu ada bakat. Tante tak akan nanya lagi, sampai kamu mau ceritain. Apapun itu, ada tante di sini Kar. Masih ada ayah juga kan, bisa kamu ceritain. Kak Eti juga, kamu bisa ajak dia curhat. Dia amat peduli padamu." "Tante siap nolong kamu, apapun yang terjadi." ???? Aku kembali ke kamar setelah selesai membersihkan AC. Aku menatap langit- langit kamar. Jujur saja, aku masih kepikiran dengan perkataan tante Susan tadi. Sekolah kembali. Itu harapan yang aku ingin juga harapan paling pahit. Aku menghela napas panjang. Kupejamkan mataku. Apa aku butuh sekolah? Tentu saja! Aku bahkan belum genap sekolah wajib 9 tahun! Apa kamu ingin sekolah? Dari lubuk hatiku yang paling dalam, iya. Aku ingin sekolah lagi. Apa kamu siap untuk mengalami kehidupan sekolah lagi? Itu ... sepertinya ... Lagi, aku menghela napas. Bohong jika aku tidak ingin sekolah. Sangat bohong. Diam- diam, aku masih menyimpan seragam sekolah. Sesekali masih kupakai, meski tak sekolah lagi. Itu menjadi kesenangan tersendiri bagiku. Terdaftar sebagai salah satu siswi di negeri ini, itu membanggakan bukan? Tapi, kebahagian itu bisa sirna begitu saja. Kejadian itu masih membayangiku. Jauh dalam hati, itu masih sakit. Walau semua seperti baik- baik saja. Aku menghela napas panjang. Ah, sudahlah. Aku belum memantaskan diri untuk sekolah. ???? Hari ini tante Susan berangkat lebih pagi dari biasanya. Ada rapat penting katanya. Karena itu pula, aku harus bangun lebih pagi untuk menyiapkan sarapan. "Tante berangkat dulu ya. Assalamualaikum", pamit tante Susan. "Waalaikum salam. Hati- hati tante," jawabku sambil membereskan sisa sarapan. Tante Susan pergi ke garasi, lalu menongolkan kepalanya di pintu garasi. "Oh ya Kar, nanti kamu tolong bersihin kamar tante ya. Banyak banget barang, tante gak sempat beresin. Tolong ya Kar. Sori ngerepotin," pinta tante Susan. "Iya tante". "Oke, tante pergi dulu ya. Bye!" Aku sudah selesai membereskan sarapan, mungkin ini saatnya untuk merapikan kamar tante Susan. Aku pergi ke kamar tante Susan. Hem, tumben tante tidak kunci kamarnya. Apa buru- buru banget ya tadi? Ya, seperti yang tante Susan katakan, kamarnya berantakan. Penuh dengan berbagai macam kardus di seluruh kamar. Aku mengeleng- gelengkan kepalanya. Ia tahu, tantenya ini doyan belanja. Apalagi belanja online. Tapi ia tidak menyangka tantenya akan beli sebanyak ini. Aku mengangkat salah satu kardus dan saat itu pula sepucuk kertas jatuh dari atas kardus. Aku mengambil kertas itu. Oh, itu bukan kertas biasa. Itu sepucuk surat. Aku membaca surat itu. Mungkin kamu belum siap untuk sekolah, tapi kamu siap gak buat belajar? Ini untuk kamu, buku- buku jaman tante dulu dan beberapa buku peninggalan orang. Tante rasa kamu butuh ini. Aku terdiam dan membuka kardus itu. Benar saja, isinya buku- buku. Ada buku pelajaran, buku n****+ anak, dan buku- buku lain. Aku tersenyum lebar. Ya, inilah yang aku rindukan dari dulu. Aku memang belum siap sekolah, tapi aku siap untuk belajar. ???? "Ada yang kamu perlu lagi?" Tanya tante Susan sambil memberikan kantong belanjaannya padaku. Aku membukanya dan mengecek, lalu mengeleng. "Ini udah bisa kok tante. Makasih ya tan," jawabku. Tante Susan tersenyum tipis melihatku kegirangan dengan beberapa alat tulis yang di belinya. "Kalau kamu ada perlu apapun, bilang saja. Nanti akan tante belikan." Aku mengangguk. "Dan ya, kalau ada yang kamu gak ngerti, tanya aja ke tante. Kalau sempat akan tante ajarkan. Atau kamu mau tante datangin guru les ke rumah?" Tawar tante Susan. "Enggak usah tante. Aku kalau gak ngerti bisa nanya ke tante kok, kalau tante bolehin. Atau aku cari sendiri di internet dan buku lain," jawabku. "Oke. Pokoknya kalau ada yang ganjel jangan ragu nanya ke tante ya" "Iya tante". ???? "Karlita!!" Panggil tante Susan dari lantai bawah. Aku buru- buru mendatangi tante tanpa sedikitpun melepaskan buku dalam genggamanku. "Iya tante?" "Ayo makan dulu sini," ajak tante Susan. "Panggil juga kak Eti ya, dia lagi nyiram bunga di halaman belakang". Aku mengangguk dan segera ke halaman belakang. "Kak Eti, di panggil tante. Tante ngajak makan," ujarku. Tidak sedikitpun pandanganku beralih dari buku yang kupegang. "Dek, awas jatuh nanti kau. Asik buku aja kau pantengin. Copot matamu sama si buku itu." Kak Eti mengingatkan. Aku hanya mangut- mangut tanpa mengubrisnya. Kak Eti geleng- geleng kepala melihat kelakukanku yang sangat kutu buku. "Yuk makan dulu yuk" Tante Susan menaruh piring di mejanya. "Karli, bukunya di simpan dulu." Perintah tante Susan. Aku melongokkan kepala di balik buku. "Eh, oh iya tan," aku menarruh buku di atas meja dan menarik kursi. Tante Susan geleng- geleng kepala melihat tingkahku. "Ayo makan. Hari ini tante di kasih banyak makanan dari kantor." Tante Susan menuangkan nasi ke semua piring. Aku menyendokkan lauk lalu memakannya tanpa sedikit pun berpaling dari buku yang masih terbuka di meja. "Ehem ehem," tante Susan berdehem. Aku menoleh sekilas. "Karlita, tolong bukunya di tutup dulu. Kamu habiskan dulu makanmu." Tante Susan mengingatkan. Aku nyengir lebar dan menutup buku. Buru-buru kuhabiskan makanku dan segera membereskannya, lalu kembali ke kamar tanpa sedikit pun berpaling dari buku yang k****a. "Hm, memang si Karlita" ??? Aku masih berkutat dengan bukuku dan saat itu pula, aku merasakan sakit di perut. Maag kambuh ya? Eh tapi gak mungkin deh kayaknya, aku makan teratur kok. Dan makannya gak yang pedes pedes banget. Apa masuk angin kali ya? Tanyaku dalam hati. Mungkin masuk angin. Memang udaranya agak dingin. Kuambil remote AC dan kunaikkan suhunya. Kubungkus diriku dalam selimut. Ah, lebih baik. Lebih baik. Tapi ... LEBIH BAIK APANYA!! Aku memegang perutku. Kali ini aku meringkuk sedalam dalamnya di dalam selimut. INI SIH GILA! GILA! SAKIT BANGET PARAH! Terus terusan aku mengumpat dalam hati sambil menahan tangis. Tidur Karlita tidur! Kamu harus tidur Karli! Biar ilang sakitnya! Mata mata tutup ya, tolong perut bersahabatlah denganku. ???? Syukurlah, perut membaik setelah istirahat semalam. Ya, perutku membaik. Tapi tidak dengan mood ini. Entah kenapa, kali ini kuanggap semua orang itu menyebalkan. "Karli, Karli, tante punya resep baru! Kita masak yuk, mumpung tante libur!" Ajak tante Susan bersemangat. "Males," jawabku acuh tak acuh. Tante Susan kaget mendengar jawabanku. "Kamu kenapa Kar? Lagi ada masalah? Sini cerita sama tante." Tante Susan duduk di dekatku. Aku mengeleng. "Gaapa,"jawabku singkat. "Dek Kar, itu bunga kau kudu di siram. Nanti layu, udah 2 hari gak kau siram kan," kak Eti datang menghampiri. Aku berdecak. "Yaudah sih biarin aja,"jawabku sekali lagi, agak ketus. Kak Eti mengernyitkan alisnya. "Kenapa kau dek? PMS?"tanya kak Eti. "Gaapa,"jawabku lagi. Aku bangkit dari duduk. "Kamar dulu." Aku pergi meninggalkan mereka. Sebal tak menentu karena merasa terganggu dengan mereka yang terus mengajakku ngobrol di saat aku tak ingin ada obrolan. ???? Sudah 2 hari, aku bertingkah acuh tak acuh. Tante Susan berkali-kali menanyakan keadaanku, dan selalu kujawab dengan "gaapa". Kak Eti lebih memilih mendiamkanku daripada meminta tolong padaku untuk membereskan rumah. Hari ini, sakit perut itu kembali lagi. Sejak bangun subuh tadi, aku meringkuk dalam-dalam. Sakit perut ini semakin menggila! Perutku rasanya di pelintir, di blender, di kuras sampai berdenyut denyut tak jelas. Aku meringkuk memeluk guling sambil menahan tangis. Tak tahan, aku mengambil handphone. "Tante ... Tante ... Hiks ... Sakit." Tante Susan mendobrak pintu kamarku. Wajahnya tampak panik melihatku meringkuk di kasur dengan wajah pucat dan keringat bercucuran. "Karlita!! Karlitaa!! Kamu gaapa Kar?" Tanya tante Susan panik. Aku tak kuasa menjawab. Aku meringis perih sambil terus menahan tangis. Tante Susan memegang dahiku. "Ya ampun! Badan kamu panas! Eti, Eti, ETI!! TOLONG AMBILKAN TERMOMETER DAN OBAT DEMAM!". Tante Susan berteriak dari dalam kamar. Tak lama, kak Eti masuk ke kamar sambil membawa termometer dan obat demam. "Kar, ukur suhu dulu ya," tante Susan mengampitkan termometer di ketiakku. Tak lupa ia menyuapiku obat demam. Beberapa menitn kemudian, termometer berbunyi. Tante Susan mengambilnya dari ketiakku. "Ya ampun! 37.5 °C! Kamu demam Kar!" Tante Susan tampak panik. "Gabisa nih. Tante bakalan ambil cuti hari ini. Eti, tolong siapkan kompres dan bubur ya. Kompres air hangat. Tante telpon bos dulu. Kalau beberapa jam lagi belum turun juga, kita ke dokter." Aku hanya mengangguk mendengar penjelasan tante Susan. Ya Tuhan, perutku sangat sakit. Cobaan macam apa ini Tuhan. ???? Aku terbangun dari tidur. Heum, jam berapa ini? Terakhir aku ingat, aku bangun subuh dan perutku luar biasa sakit. Badanku demam, dan aku memilih untuk tidur setelah memaksakan diri makan 2 sendok bubur hambar. Lah, kok kakiku agak berat? Aku membuka selimut dan mendapatkan tante Susan dan kak Eti yang ketiduran. Tangan mereka menimpa kakiku. Ah, ternyata mereka merawatku dari tadi. "Tan, kak ... Bangun kak ..." Aku menggoyangkan pelan bahu mereka. Tante Susan terbangun dengan mata masih mengantuk. "Oh, Karlita. Gimana? Udah mendingan?" Tanya tante Susan. Aku mengangguk. "Alhamdulillah. Udah enakan tan. Anu .. Tan, tangannya tan. Nimpa kaki Karli. Karli mau ke toilet. Mau pipis." Tante Susan mengangkat tangannya. "Perlu tante temani gak?"Tawar tante Susan. Aku mengeleng. "Gak perlu kok tan, bisa sendiri." Aku masuk ke kamar mandi dan berjongkok di kloset. Sekilas, aku melihat ke celana dalamku. Loh? Bercak coklat apa ini? Apa aku pup di celana? Ah, masa sih? Kok gak meluber? Aku mengeluarkan air seni yang tertahan dan ... "AAAAAAA!!!!!" "KARLITA?? KENAPA KARLITA??" Tanya Tante Susan panik sambil menggedor pintu toilet. "WOI KAU KENAPA DEK KAR?? KELUAR DEK KAR!!" Tanya kak Etkmu yang tidak kalah panik. Aku keluar dari toilet sambil menangis. "Karli... pipisnya berdarah" "Hah?" ???? Aku meminum jamu kunyit buatan tante Susan. Tante Susan mengelengkan kepala. Kak Eti sedari tadi menahan tawa. Wajahku merah padam, menahan malu. "Ya ampun Karli, bikin tante shock aja," ujar tante Susan. Aku menundukkan kepala dalam-dalam. "Kau beneran gatau dek Kar? Ya ampun dek Kar, itu namanya haid. Mens. Halangan". Kak Eti menggodaku. "Ya Tuhan ... Pipisnya berdarah ... Ya ampun ..." Tante Susan menatap tajam kak Eti. Kak Eti langsung terdiam. "Kamu baru kali ini haid ya? Mama kamu gak pernah jelasin perihal ini sama kamu?" Tanya tante Susan. Aku mengeleng. "Ibuk gak pernah jelasin apa apa,"jawabku agak ketus. Tante Susan menghela napas. Ini aku, Karlita, 14 tahun, tak tahu apa itu haid. Tak pernah mendengar istilah haid, yang seharusnya sudah di ketahui anak gadis sejak usia dini. Seharusnya ibu mereka memberitahu hal ini jauh sebelum mereka mengalaminya. Tapi aku tetap bersyukur. Aku punya Tante Susan. Tante dengan sabar mengajariku apa itu haid, seperti apa hal hal istimewa wanita, apa pantangan selama haid. Tante menjelaskan dengan sabar. Tante juga memberikan contoh bagaimana cara membersihkannya. Tante mengajari semuanya, seperti ibu memberitahu ke anak gadisnya. "Tante kalo haid pernah sampek sakit kayak aku gak?"Tanyaku penasaran. "Gak sih. Gak sampai demam. Palingan sakit perut kek di kopyor doang. Tapi tante selalu minum jamu kunyit, biar agak mendingan sakitnya."Jawab tante Susan. "Sakit atau enggaknya waktu haid tergantung orang juga Kar." "Non, kalo dek Kar lagi PMS, mending gausah deket deket non. Galak banget dia,"goda kak Eti. "Iya ih. Takut tante. Dingin kayak es, galak kayak macan!" Kak Eti tertawa kecil. "PMS itu apa memangnya?" ????
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN