bab 135

1097 Kata
Bel tanda pulang sekolah berdering nyaring. Semua murid mengemas tas dan pergi meninggalkan kelas. Novan baru saja hendak meninggalkan kelas saat seseorang menarik bahunya dari belakang. Refleks Novan mengeluarkan kuda- kuda. “Eits, selaw. Aku nih, aku.” Andi melepaskan pegangannya. “Kirain siapa tadi.” Novan menghela napas lega. “Kamu ngapain hah? Buat kaget aja!” “Mau ajak kamu ke suatu tempat.” Novan menatapnya dengan tatapan curiga. “Kemana nih? Kamu siapin apaan emang hah? Mau ajak kemana? Mau ngapain?” “Udahlah, ikut aja.” Andi merangkul Novan, yang langsung di tepisnya. “Nggak, nggak, aku mau pulang!” “Ayolah, bentar doang kok. Nggak ngapain kok, cuma minta temenin bentar kok.” “Kalau kamu ngajak aku make, aku nggak ya. Masih sekolah, jangan ngisep yang aneh- aneh.” “Heh!” Andi menjitak Novan. Ia meringis kesakitan. “Enak aja! Aku nggak begitu ya!” “Kalau kamu mau ajak aku ke ruang OSIS, aku nggak mau. Nggak, nggak akan.” “Ayolah Van, kok masih ngambek aja sih.” “Nggak! Pokoknya nggak! Aku pulang duluan!” Novan meninggalkan Andi di dalam kelas. Namun tak lama, ia kembali ke dalam kelas. “Ayo Ndi, kita ke ruang OSIS. Harus rapat kan ya, nggak boleh absen.” Andi mengernyitkan alis, bingung dengan keputusan Novan. “Lah, tapi katanya …” Novan memotong perkataan Andi dengan memberi isyarat melalui mata. Ia melotot dan melirik sekilas ke luar kelas. Tampak Novia sedang mengintip dari balik pintu. “Ah, iya. Ayolah, nanti malah marah pula si ketua.” Andi merangkul Novan keluar dari kelas dan berpapasan dengan Novia. Ia menyinggungkan senyum kecil. “Hai Novan. Udah lama ya kita nggak ketemu. Kamu apa kabar? Kamu masih ingat aku kan?” Sapa Novia ramah. Novan hanya mengangguk pelan. “Ah anu, kami buru- buru nih. Maaf ya,” timpal Andi. “Kalian mau pulang kan? Pulang bareng yuk, sekalian sama supirku aja gimana?” “Thank you banget tawarannya, tapi kami masih ada rapat nih hehe. Rapat panitia buat acara sekolah.” “Lama nggak rapatnya? Kalau nggak lama, biar aku tunggu aja. Lumayan kan kalian hemat ongkos.” Novia kembali menawarkan. “Nggak usah Nov, aku bawa motor kok. Nanti dia juga pulang samaku, searah. Kami lama kalo rapat, nggak usah kamu tunggu. Kami duluan ya!” Andi dan Novan melesat meninggalkan Novia sendirian, terdiam di depan kelas XI MIPA 2. **** Ruang rapat OSIS masih terkunci saat mereka tiba di sana. Untung saja, Andi punya kunci cadangan. Ia membuka pintu ruang OSIS dan masuk ke dalam. “Tumben kok jam segini belum pada datang,” gumam Andi. Novan melempar tasnya di salah satu bangku dan duduk di sana. “Hah, bangke! Apes! Udah pulang masih aja di cariin sama dia!” Gerutu Novan. Ia mengacak- acak rambutnya sampai berantakan. “Itu cewek gigih banget ya, sampai maksa gitu nawarin minta pulang,” ujar Andi. “Memang begitu anaknya. Agak sinting sedikit.” Novan berselonjor dan merentangkan kedua kakinya. “Terpaksa kabur kemari dah, daripada harus sama cewek itu.” “Loh? Kalian ngapain di sini?” Tanya seseorang dari pintu ruang OSIS. Tampak Kirana berdiri di depan pintu sambil membawa beberapa buku di tangannya. “Ya rapatlah, apalagi,” jawab Andi. “Hah? Kalian nggak ada cek grup apa gimana? Hari ini nggak ada rapat, soalnya si Valdi tadi di jemput pulang duluan, ada urusan keluarga katanya. Rapatnya di undur jadi lusa.” “Hah? Kapan di kasih taunya?” Tanya Andi tak percaya. Kirana berdecak. “Makanya kamu cek itu grup. Tadi sempat pulang si Valdi, waktu istirahat pertama dia di jemput.” Andi dan Novan mengeluarkan smartphone dan mengecek grup panitia. “Kan, udah ngapain kalian masih di sekolah? Pulang sana pulang!” “Bentar lagi dah, lagi ada penguntit yang ngikutin,” jawab Andi. “Hah? Penguntit? Siapa? Emang ada yang mau nguntit kamu Ndi?” Tanya Kirana. “Nggak ada, syukurnya. Tapi nih, yang nguntit anak ini.” Andi menunjuk Novan di sebelahnya. “Oh, kalo dia ada yang nguntit sih maklum. Palingan juga tuh orang yang naksir dia. Udahlah, hadapin aja. Ngapain juga sembunyi- sembunyi gini.” “Nantilah, bentaran lagi. Kamu juga ngapain masih di sekolah?” Andi melirik tumpukan buku di tangan Kirana. “Itu buku apa?” “Ah, aku hampir lupa! Ini buku latihan anak kelasku, bu Sofi minta tolong bawain ke mejanya,” jawab Kirana. “Biar aku bantu.” Andi bangkit dan mengambil tumpukan buku dari tangan Kirana. “Cewek jangan bawa berat- berat.” “Tapi si Novan gimana?” “Nggak apa, bukan bocah lagi dia. Van, aku tinggal bentar nggak apa ya?” Pinta Andi. Novan menjawab dengan mengacungkan jempolnya. “Thanks. Sori ya Van, bentar doang.” **** Andi baru kembali ke ruang rapat OSIS lima belas menit kemudian. Novan masih ada di sana, setia menunggu sambil menonton sesuatu di smartphone. “Lama amat, ke ruang guru doang,” gerutu Novan. “Keliling dulu tadi, ngecek keadaan,” jawab Andi. “Udah kosong sekolah, nggak ada lagi tanda- tanda dia. Balik nggak?” “Beneran kosong? Udah pulang?” “Udah, kayaknya. Sekolah udah sepi sih, janitor doang yang lewat mondar- mandir. Pulanglah yuk, mau sampai kapan juga di sekolah.” “Yaudahlah, ayo.” Novan menggendong kembali tasnya. “Tas kamu mana Kir? Ke depan aja kita barengan,” ajak Andi. “Ayo. Nih, tadi aku taruh asal aja.” Kirana mengambil tasnya yang ia taruh di lantai depan ruang rapat OSIS. Andi geleng- geleng. “Kebiasaan. Jangan gitu lagi, nanti hilang isi dalamnya.” Kirana nyengir lebar. “Ya maaf. Ayo kita pulang.” **** Novan masih merasa tidak aman. Sedaritadi ia menyusuri lorong sambil celingak celinguk. Mungkin saja kan, Novia sebenarnya belum pulang dan sembunyi di suatu tempat entah dimana? Itu Novia, dia bisa saja melakukan hal itu. “Nggak ada, udah. Santai aja,” ujar Andi. “Kenapa si Novan? Waspada kali kok, kayak ada yang mau culik,” tanya Kirana. “Memang,” jawab Andi. “Hampir.” “Emangnya siapa sih Ndi yang nguntit si Novan? Kayaknya dulu ini anak aman- aman aja deh,” tanya Kirana setengah berbisik pada Andi. “Em, itu …” Andi mendelikkan matanya. Novan menepuk pundaknya pelan. “Nggak Ndi, kita belum aman. Liat.” Novan menunjuk ke depan dengan dagunya. Tampak Novia masih di pintu gerbang, dengan The Mean Girls yang mengerumuninya. “Nah, itu jawabannya Kir.” Kirana melirik ke arah yang di tunjuk oleh Novan. Ia terpenjat. “Loh? Novia?” ****
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN