Bab 105

2414 Kata
Ojek berhenti tepat di depan gerbang rumahnya. Ia turun dan mengembalikan helm pada pengemudi ojek. “Mas, udah di bayar via aplikasi tadi ya,” ujar Novan. “Oh ya, makasih ya mas. Jangan lupa bintang 5 ya mas,” pinta pengemudi ojek. “Iya mas. Makasih banyak ya mas.” Novan sedikit membungkukkan badannya. Ojek pergi meninggalkan rumah Novan. Novan membuka pintu gerbang. “Abang..!” Panggil Mikel. Ia keluar dari rumah dan berlari mendekati Novan. Ia memeluk Novan erat. “Eh Mikel …” Novan mengelus pelan rambut adiknya. “Kamu nungguin abang pulang?” Tanya Novan. Mikel mengangguk. “Iya! Mikel selalu tunggu abang pulang sekolah, biar Mikel bisa main sama abang!” Jelas Mikel dengan mata berbinar. Novan tersenyum kecil. Ia menggendong Mikel. “Yaudah, kita mainnya nanti tapi ya. Habis abang kerjain tugas. Boleh?” Mikel cemberut mendengarnya. “Janji deh, habis abang kerjain tugas, kita main. Apa aja boleh, kemana aja boleh. Gimana? Mau?” “Mau mau! Nanti kita jajan di warung depan ya bang! Beli es krim! Beli bonbon!” Pinta Mikel dengan mata penuh binar. “Lah, jajan kemarin kan masih ada. Masih ada kan ya? Atau udah kamu habisin?” Tanya Novan penuh selidik. “Jajan kemarin ..” “MIKEL! MIKEL!” Terdengar teriakan panggilan seseorang memanggil Mikel di dalam rumah. Pintu di dobrak dan tampaklah ibu Novan di muka pintu. Beliau keluar sambil menenteng piring dan menyodorkan sendok di tangan. “Ini dia anaknya! Capek mama cariin! Kita makan dulu ayo! Kamu susah kali di suruh makan!” Ibu Novan menghampiri mereka. Mikel memeluk Novan erat- erat. “Mikel nggak mau makan ma! Mikel udah kenyang!” “Heh, udah kenyang apanya?! Kamu baru makan satu suap Mikel! Mana kenyang itu. Ayo makan lagi, ini masih banyak!” Ibu Novan menyodorkan sendok ke Mikel. Mikel menutup mulutnya dengan tangan dan geleng- geleng. Novan terbelak melihat piring yang di bawa oleh ibunya. “Bu, itu mah kebanyakan buat Mikel. Mana bisa Mikel habisin sebanyak itu,” ujar Novan. Ibu Novan mengedikkan matanya. “Halah, sok tau kamu! Ini ibu tuangin segini biar Mikel kenyang, biar Mikel cepat besar! Tuh liat adik kamu, malah kurus kering begitu. Udah kurus susah makan lagi! Gimana mau cepet gede kalau kayak gitu? Jadi anak kecil aja terus!” “Ya, tapi nggak sebanyak itu juga bu. Kalo segitu mah porsi untuk yang udah besar, bukan yang kecil kayak Mikel. Mikel masih 2 tahun 8 bulan bu, nggak sebanyak itu makannya. Itu ukuran piringnya tuh untuk orang gede.” “Halah! Emang kamu ini, banyak sok taunya. Mau adek kamu kecil terus begini? Cukup kamu aja yang kurus, dia nggak usah!” “Kel, makan dulu yuk. Kalo kamu mau makan, banyak makannya, nanti kita beli jajan ya. Beli es krim,” bujuk Novan. Mikel berbinar. “Heh, apa itu jajan- jajan segala hah?! Asik makan jajan aja! Nggak bagus itu! Makan nasi nih, jangan makan jajan mulu. Nggak ada nutrisinya itu. Sampah itu!” “Bu, kan jajannya kalo dia mau makan. Biar dia mau makan loh bu.” Ibu Novan mendengus. “Bilang aja memang kamunya juga sekalian mau jajan. Mikel!” Ibu Novan melotot menatap Mikel. “Makan! Ini ibu suap! Harus mau makan! Makan, MIKEL RICHARDO!” Bentak ibu Novan. Mikel tersentak kaget dan menangis kencang. “Eh eh, udah udah Mikel. Jangan nangis lagi ya, cup cup …” Novan membujuk Mikel. Ibu Novan melotot semakin lebar, seakan matanya nyaris keluar dari tempatnya. “Udah udah ma. Biar Novan aja yang suapin Mikel.” Novan mengambil piring dari tangan ibu Novan. Ibu Novan mendengus kesal. “Ya udah, terserah kamu aja. Ibu pusing! Susah banget urus adikmu ini!” Ibu Novan menyodorkan sendok pada Novan. “Ibu masuk dulu. Pusing ibu, mending ibu tidur siang aja kayak gini!” Ibu Novan pergi masuk ke dalam, meninggalkan Mikel yang menangis kencang di gendongan Novan. Novan menepuk pelan pundak Mikel. “Udah udah, Mikel jangan nangis ya … udah ya …” Bujuk Novan. Mikel sesengukkan. “Mikel mau makan di suap abang gak?” Mikel geleng- geleng. “Mi … Mikel … nggak … nggak mau … makan ... hiks … pake … hiks … lauk itu …” Mikel menunjuk piring. “Mikel nggak mau makan pakai apa?” Tanya Novan. “Pake … pake itu … pake itu bang …” Mikel menunjuk sayuran kecambah yang ada di sana. “Mikel nggak mau itu .. nggak enak … aneh … rasanya …” Novan mangut- mangut. “Ya udah, kita singkirin aja sayurnya itu ya … iya nggak kita makan sayurnya ya .. hem, bentar … kamu turun dulu.” Novan menurunkan Mikel. Ia duduk di kursi teras dan menyingkirkan kecambah ke ujung piring. “Udah nih, udah nggak ada lagi sayurnya. Mikel mau makan kan?” Mikel terdiam sesaat. Ia menatap lamat- lamat piring di tangan Novan. “Itu … Mikel nggak mau … Mikel mau … udangnya … nggak ada … itu … kulit …” Mikel menunjukkan udang goreng tepung. “Ya udah, bentar abang kupasin ya.” Novan mengambil tissue dan menaruhnya di meja. Ia melepas satu persatu kulit udang yang ada. “Nah, udah nih. Udah nggak ada kulitnya. Sekarang Mikel mau makan kan?” Mikel mengangguk. “Mau, asal di suap sama abang!” Mikel tersenyum kecil. “Yaudah boleh. Makannya duduk manis ya, jangan berdiri. Jangan lari- lari juga.” Mikel mengangguk. Ia duduk manis di kursi sebelah Novan. “Ayo sini, buka mulutnya! Ada pesawat lewat nih. Cuss!” Novan meliuk- liukkan sendoknya di udara. “Pesawatnya mau mendarat … buka mulut … pesawat mau mendarat di mulut Mikel …” Mikel membuka mulutnya lebar. Novan menyuapinya. “Yaa, pesawat mendarat … lalu pesawat itu di kunyah oleh Mikel … yaa…” Novan bertingkah bak komentator sepakbola. Mikel menggoyang- goyangkan kakinya sambil mengunyah. “Lagi bang, lagi!” Pinta Mikel. “Lagi? Itu kamu telan dulu, baru bisa mendarat lagi pesawatnya.” Mikel menelan makannya. “Udah nih bang!” Mikel membuka mulutnya lebar dan menjulurkan lidahnya. “Lagi bang, lagi!” “Oke, lagi nih ya. Nih, buka mulutnya yang lebar. Aaa…” **** Mikel sudah selesai makan. Tidak sampai habis ludes memang, tapi tak apa. Sudah banyak juga kok makannya. Porsinya saja yang terlalu banyak untuk anak seumuran Mikel. Selesai makan, Novan menetapi janjinya untuk ajak Mikel jajan. Mikel kegirangan. Ia bersenandung sepanjang jalan pergi ke warung. Mereka pulang sambil menikmati es krim. Setelah jajan, Novan menemani Mikel bermain. Novan juga mengajaknya main air sambil mandi. Mereka selesai bermain setelah Mikel tertidur pulas selesai mandi. Sudah habis tenaga Mikel. Novan menggendong adiknya ke kamar dan menidurkannya. “Mana Mikel?” Tanya ibu Novan. “Tidur, kecapekan,” jawab Novan. Ibu Novan mangut- mangut. “Oke. Kamu ganti baju sana. Pulang sekolah bukannya ganti baju dulu, kotor itu! Malah main dulu.” “Iya bu. Novan naik dulu.” Novan menaiki tangga menuju kamarnya. Sesampai di kamar, dia melempar tasnya ke sembarang tempat. Ia merenggangkan badannya. Lelah juga main dengan Mikel yang tidak kenal capek kalau main. Malah Novan yang agak kewalahan menemaninya. Untung saja dia sudah tidur. Sepertinya mandi adalah cara terbaik untuk mengurangi tenaga Mikel yang seperti tiada habisnya itu. Ia berselonjor di kursi belajarnya. Lelah, tapi senang juga bisa main dengan Mikel. Hanya itu yang bisa ia lakukan untuk menyenangkan Mikel. Kalau tidak, mungkin rumah ini akan banjir dengan air mata Mikel. Ia menghela napas panjang. Ah, dia jadi kerepotan karena ibunya juga. “Tuh orang, kayak nggak pernah ngerawat anak aja. Padahal udah punya anak pun,” gumam Novan. “Oh iya, tugasnya!” Novan mengeluarkan smartphone dari saku celananya. Ia membuka word dan menghubungkan dengan e-mail, agar bisa ia buka juga di laptop nanti. Ia mengambil laptop dan menghidupkannya. Ia mengedit tugas yang sudah ia kerjakan dengan cepat, lalu mengirimkannya ke Karyo untuk di cek lebih dulu. Novan Yo, ini aku kirim file di sini ya *Sent file* Buat kamu periksa. Karyo Oh, udah oke nih Mantap. Kirim aja terus udah. Novan Oke. Bentar. Novan membuka e-mail dan segera mengirim file tugas ke klien. Ia memeriksanya berkali- kali sebelum mengirimnya, jangan sampai salah kirim atau malah lupa masukin file. Setelah merasa yakin, ia langsung mengirimnya. “Akhirnya, selesai sudah joki pertama ini!” Gumam Novan. Ia mencium bajunya. “Bau juga.” Ia mengambil handuk dan masuk ke kamar mandi. Selesai mandi, ia mengecek smartphone. Ada chat masuk dari Karyo. Karyo Woi Katanya, dia udah terima tugasnya. Dia suka sama tugasnya, lebih bagus dari yang dia duga. Dan lebih cepat juga. Katanya dia bakal kirim lebih buat tip karena selesai lebih cepat. Novan Ok. Bagus. Alhamdulillah rejeki. Karyo Nanti tipnya buat kamu aja. Mana rek Biar aku kirim. **** Novan melongo melihat tip yang baru saja dikirim oleh Karyo. Memang beda dengan yang ia bayar untuk tugas joki, tapi tip ini juga lumayan besar. Novan geleng- geleng kepala. “Kayaknya ini anak orang kaya apa ya, enak banget dia ngirim sebanyak ini,” gumam Novan. Ia menghela napas lega. “Nggak apa sih, kalau sering- sering begini sih bakalan aman. Bisa nutupin biaya danus, bisa juga lebihnya buat kami. Lumayan, lumayan. Bisa buat nongki dikitlah,” gumam Novan. Novan mengecek chat yang masuk. Kebanyakan chat masuk dari grup kelas dan grup Dana Usaha. Ia terbelak kaget dengan nama grup yang sudah di ganti. NOVAN BA RISOL DANUS Novan HAH Apa apaan ini nama grupnya Karyo Wkwkwk BA dong. Mantep Gisela Wkwkwk BA dadakan Fio BA gak di bayar Cuma di suruh jualan aja, suruh promosiin. Kasian. Kirana Bayar kok. Pakek risol Nanti siapin risol gratis buat BA kita ya @Dewi Dewi Wkwkwk Siap kak. Kirana Besok jualan lagi ges Rolling ya. Gisel sama Dewi di kelas 10, Fiona sama Thalita di kelas 11 IPA. Semua rolling kecuali Karyo dan BA kita. Gak boleh. Mereka khusus di kelas 12 Oke? @Gisel @Fiona @Dewi @Thaa @Karyo @Novan Karyo Dapat tugas khusus bah Tetep di kelas 12 sampai anak kelas 12 bosan Kirana Kayaknya nggak bakal bosan sih. Okelah, good luck ya gengs buat besok! dew, besok bawa ya sisanya @ Dewi Kalo kewalahan bilang, biar aku bantu ambil ke rumahmu. Oh ya ges, besok kalo bisa lebih pagi ye. Kan biasanya pagi rame juga yang ke kantin buat jajan. Gisel Mesti banget pagi Kir? Dewi Paginya jam berapa kak? Kirana Kan aku bilang ‘kalo bisa’. KALO BISA. Kalo nggak bisa ga apa juga kok. Ga usah di paksa datang pagi juga Gisel Jadi ini yang bener gimana? Gak usah plin plan gitu Kir! Kirana Gak usah, gak usah datang pagi. Kayak biasa aja, waktu istirahat ya kita ngumpul. Gisel Nah gitulah Dewi Siap kak Novan hendak menutup aplikasi chat, tapi sesuatu menarik perhatiannya. Ternyata selain nama grup yang berubah, foto profil grup juga ikut berubah. Ia membukanya dan terbelak kaget saat melihat fotonya yang terpampang di sana. Novan ITU KENAPA FOTO AKU YANG TERPAMPANG DI SANA? KENAPA JADI AVA GRUP?! Kirana Kerjaan si @Gisel Katanya biar lebih semangat aja Novan left the chat Novan menggerutu kesal. Bisa- bisanya malah foto dia yang terpampang di sana. Darimana dia dapat foto itu? Padahal foto profilnya tidak pakai foto sendiri, hanya pakai ilustrasi yang di siapkan dari aplikasi. Dia juga tidak punya sosial media apapun. Sepertinya foto ini di ambil diam- diam. Tidak sopan. Novan baru saja menaruh smartphone di meja, tapi ada sebuah panggilan masuk. Ia melirik layar smartphone. Panggilan masuk dari Karyo. Dia menghela napas panjang. Pasti mau bahas soal yang terjadi di grup. Ia menolak telpon itu. Biar saja, biar mereka introspeksi diri. Tak masalah dia di jadikan BA atau icon apalah gitu, asal jangan ada yang sampai menggunakan fotonya sembarangan. Ia melempar smartphone di kasur dan menutupinya dengan bantal. Ah, lebih baik dia mengerjakan tugasnya saja, daripada meladenin mereka. **** Novan tenggelam dalam tugas sekolahnya, hingga tak terasa waktu sudah larut. Ia menutup bukunya dan meregangkan badannya. Ah, capek juga daritadi duduk. Ia melirik jam dinding. Sudah waktunya makan malam, tapi dia belum juga di panggil. Yah, kalau pun tidak ada makan malam untuknya tidak masalah. Masih ada sisa makanan yang di belikan Stevan tadi. Ia mengeluarkan makanan yang di beli Stevan dari dalam tas. Paling enak sih, kalau makan sambil nonton. Ia mengambil smartphone yang ia sembunyikan di balik bantal. Banyak notifikasi chat yang masuk dan panggilan beruntun dari Kirana dan Gisel. Gisel spam chat, meminta maaf berkali- kali. Kirana juga ikut chat untuk membujuknya. Novan tidak membuka chat itu sama sekali. Ia membuka aplikasi streaming film dan memilih film apa yang cocok untuk di nonton sambil makan. Ia sedang konsen memilih film, tapi tiba- tiba ada panggilan masuk dari Karyo. Ia menghela napas. Sudahlah, angkat saja daripada mereka berisik nantinya. “Hallo.” “Hallo Van. Alhamdulillah di angkat. Daritadi di chat, di telpon sama Kirana, sama Gisel, nggak kamu angkat. Kami panik tau nyariin kamu.” “Kamu ngapain telpon aku?” “Aku mewakili mereka, karena kamu cuekin mereka. Mereka minta maaf, mereka udah lancang kayak gitu. Mereka udah ganti nama grup, udah ganti ava grup, udah minta maaf sama kamu berkali- kali. Kamu mau maafin mereka?” “Entah. Nggak tahu. Kayaknya. Kalau pun mau aku maafin, kayaknya nggak semudah itu juga, karena ini udah agak keterlaluan.” “Iya, iya aku tau. Tapi ..” “Tapi apa?!” Tanya Novan dengan nada tinggi. “Kamu pikir itu sopan apa? Aku nggak masalah mereka jadiin aku BA atau icon atau apalah itu. Yang aku masalahin, itu ava grup! Pakai foto aku! Darimana coba mereka dapat foto aku?! Aku nggak pernah upload selfie, aku nggak punya sosmed! Mereka ambil diam- diam? Dasar penguntit!” Hening. Tidak ada respon di ujung sana. Novan berusaha mengatur nafasnya yang mengebu- gebu. “Udah Van marahnya?” “Belum. Tapi aku nggak mau maki kamu. Kamu nggak salah, mereka yang berulah duluan.” “Ya udah, kamu marahin aja mereka. Maki aja mereka di chat. Atau sini maki, aku rekam terus kirim ke mereka. Asal kamu lega, nggak apa. Selanjutnya terserah kamu saja.” Novan menarik napas dalam. “Ah sudahlah. Nggak guna juga marah ke kamu. Bilang ke mereka, aku nggak mau masuk ke grup, sampai mereka minta maaf di depan aku! Bilang gitu ke mereka!” Novan mematikan telpon. Ah, hilang sudah selera makannya. Ia menaruh container begitu saja ke atas meja. Sudahlah, lebih baik dia tidur saja, daripada dia makin kesal tak menentu. ****
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN