Chapter 30

1378 Kata
Novan membuka laptop dan mengecek satu persatu file yang ada di dalamnya. Ia mencari tugas essai yang dulu. “Kayaknya aku simpan di laptop dah … atau aku pindahin ke hard disk ya?” Gumam Novan tanpa melepaskan pandangannya dari layar laptop. Terdengar suara ketukan pintu kamar. Novan tidak memperdulikannya. Pintu terbuka dan muncullah Mikel sambil membawa mobil- mobilannya. “Abang, abang,” panggil Mikel. “Iya Mikel,” balas Novan tanpa menoleh pada Mikel. Mikel mendekati Novan. “Abang, main yuk.” Mikel menyodorkan mobil- mobilan di tangannya. “Ah eh, bentar ya Mikel. Bentar lagi aja ya kita mainnya.” Novan menutup laptopnya. Ia membuka lacinya dan meraba- raba isi dalam laci mejanya. Ia berdecak. “Duh, dimana ya hard disk …” Ia menyeret lacinya keluar dan membongkar semua isinya. Tidak ada. Ia merapikan kembali laci itu, di bantu oleh Mikel. “Eh, Mikel ngapain?” Tanya Novan. “Mikel mau bantu abang. Biar abang cepet siap, terus main sama Mikel,” jawab Mikel. Ia menaruh kertas satu persatu ke dalam laci. Novan tersenyum kecil. “Makasih ya Mikel.” Ia mengelus pelan rambut Mikel. “Yuk kita beresin yuk.” Mikel tersenyum kecil dan mengangguk. Ia mengumpulkan semua kertas yang berserakan dan menaruhnya ke laci. Ia juga mengambil satu persatu buku yang ada. “Kamu jangan ambil buku yang tebal ya. Ambil buku yang tipis- tipis aja, kayak gini.” Novan menunjukkan buku tulisnya yang sudah tipis. Mikel mengangguk. Ia mengambil satu persatu buku tulis dan menumpuknya sampai tinggi. Mikel hendak mengangkatnya, tapi malah jatuh berhamburan. Mikel terdiam di tempat dan matanya berkaca- kaca. Novan langsung menghampirinya. “Nggak apa, nggak apa. Abang gak marah, lain kali bawanya satu- satu aja, jangan sekaligus.” Mikel menatap Novan lamat- lamat. “Abang gak marah?” Tanya Mikel. Novan mengeleng. “Lah, buat apa abang marah? Kan Mikel mau bantuin abang.” Senyum Mikel merekah. Ia menyeka air matanya yang hampir jatuh. “Iya! Mikel mau bantuin abang!” Ia memunguti kembali buku yang berserakan. “Kamu ambilnya satu satu aja,” pinta Novan. Mikel mengangguk. Ia menaruh satu persatu buku ke dalam laci. Novan melakukan hal yang sama sambil sesekali matanya mencari hard disk. Setelah semua barangnya terkumpul, ia menaruh laci lagi pada tempatnya. “Nggak ada kok ya,” gumam Novan. Ia membuka tas laptop yang sudah lama tak di sentuh. Ia membuka seluruh kancing yang ada di sana dan meraba isi dalamnya. “Nah, ini dia!” Novan mengeluarkan hard disk hitam miliknya. Ia langsung menyambungkannya dengan usb ke laptop miliknya. Ia memeriksa file- file di dalam sana dengan cepat dan akhirnya ia menemukan essai yang ia cari. Ia segera mengirim essai itu ke e-mail Andi. “Abang.” Mikel menarik ujung baju Novan. Novan menoleh. “Abang, abang mau main sama Mikel nggak?” Mikel menunjukkan mobil- mobilannya. “Boleh, tapi bentar aja ya.” Novan mengambil mobil- mobilan itu. Mikel mengangguk. “Iya, nggak apa bang. Ayo main bang!” Mikel menarik tangan Novan. Novan menuruti adiknya. Yah, kapan lagi dia bisa menemani adiknya seperti ini. Nikmati saja waktunya dengan sang adik, sebelum mereka di pisahkan. ****** Terdengar nada dering dari smartphone miliknya. Ada seseorang yang menelpon. Novan langsung mengangkatnya tanpa melihat siapa penelpon. “Halo” “Van! Van! Makasih banyak!” Terdengar suara seseorang di ujung sana. “Ah iya sama- sama, tapi ini siapa?” Tanya Novan. “Andi ini Andi. Kamu nggak ada simpan nomorku ya?” Tanyanya di sana. Novan melirik layar smartphone. Nomor tidak di kenal. “Ya aku nggak taulah, kan aku cuma punya kontak ID Loone kamu,” jawab Novan. “Ah eh, iya ya? Eh iya, hehehe ..” “Kamu darimana dapat nomorku memang?” “Nyuri data dari ruang OSIS. Iya makasih, soalnya aku yang pegang itu data hehe …” “Edan. Memang ada aja kamu itu ya.” Novan geleng- geleng kepala. “Gimana essainya? Membantu nggak? Udah sesuai?” Tanya Novan. “Sesuai! Sangat! Sangat sesuai! Aku gak nyangka temanya sama kayak yang di minta bu Julia. Ini sih aku cuma bisa berdoa semoga kalo di tulis bisa jadi 3 halaman, karena ini nampaknya gak sampai 3 halaman kalo di tulis.” “Lah, tapi kan itu lebih dari 3 halaman bukan?” “Ya … lebih sedikit sih. Tapi tulisan aku kan agak kecil gitu ya … jadi takutnya nggak sampai 3 halaman …” “Ya udah kamu gedein aja tulisan kamu. Selesai.” “Aku usahain dah. Soalnya pegel sih kalo tulis gede- gede. Tapi thanks ya, makasih banyak! Ini mah kalo kayak gini besok juga bisa aku kumpulin!” “Iya sama- sama. Eh, anu …” “Hem, kenapa?” Novan terdiam sesaat. “Eh, nggak apa. Nggak apa. Udah udah, kamu kerjain aja terus biar bisa kumpulin tuh essai besok.” “Ah iya. Oke deh, bye Van! Pokoknya makasih banyak ya, nanti aku traktir!” “Iya iya, sama- sama.” Novan mematikan telpon. Ia menghela napas. Tadinya dia ingin meminta bayaran pada Andi, tapi dia segan. Lagipula, dia yang pertama kali menawarkan bantuan pada Andi. Masa setelah itu dia meminta bayaran? Kan tidak mungkin. Tak apalah, lagipula Andi sudah banyak membantunya juga kok selama di sekolah. Notifikasi chat masuk beruntun ke smartphone. Novan membuka aplikasi chat dan mengecek chat yang masuk tanpa membukanya. Ada chat dari Karyo. Ia membukanya. Karyo Van udah ada yang minta jokiin nih katanya besok dia mau kasih tugasnya, kita ngumpul di sana ya. Novan terbelak kaget membacanya. Ia geleng- geleng kepala. Secepat itu? **** Novan bercermin, memperhatikan dirinya dari atas sampai bawah. Oke, semuanya sudah rapi. Dasi juga sudah rapi. Novan anak yang selalu rapi, selalu memakai dasi dan tak lupa dengan ikat pinggang. Ia selalu menyetrika setiap bajunya sebelum memakainya, tidak hanya seragam. Sentuhan terakhir, ia memakai parfum aroma coklat. Setelah beres, ia turun ke bawah. “Sarapan dulu Van,” ajak ibunya dari meja makan. Novan mengambil roti panggang dan mengoleskan selai stroberi, setelah itu menaburkan meses ke atasnya. Ia meminum habis susunya sambil berdiri. “Novan, jangan begitu. Nggak sopan! Kalau makan itu harus duduk! Jangan kasih contoh yang nggak baik ke adikmu!” Ayah Novan mengingatkan. Novan melirik Mikel yang menatapnya. Novan duduk dan memakan rotinya. Ibu Novan kembali menuangkan s**u ke gelasnya. “Jangan mubazir ya. Kamu habisin semua. Mikel juga, jangan sisain makanannya.” Ayah Novan mengingatkan. Mikel memanyunkan bibirnya dan memainkan telur orak arik dengan sendok. “Eh, jangan di mainin. Itu makanan.” Novan menegur. “Tapi Mikel nggak mau makan.” “Ya udah, abang suapin mau nggak?” Novan menawarkan. Mikel mengangguk pelan. Novan menyuapi adiknya pelan- pelan dengan sabar. Sesekali Mikel tidak mau membuka mulutnya, tapi Novan berhasil membujuknya. “Eh, kamu jangan gitu dong Mikel. Nanti abangnya telat datang ke sekolah loh.” Ibu Novan merebut sendok dari tangannya. “Udah, biar mama aja yang suapin ya.” Mikel cemberut. Ia geleng- geleng kepala sambil menutup mulutnya dengan tangan. “Nggak mau! Mikel mau sama abang! Mikel mau di suap abang! Abang!” Mikel merengek. Novan melirik jam tangannya. Lah, sudah jam segini. “Mikel, maaf ya. Kamu di suapin sama mama aja ya.” Novan bangkit dari duduk. “Mikel mau sama abang!” Mikel merengek. Ia menggebrak meja kecilnya. Novan mengelus pelan rambut Mikel. “Mikel, nanti ya abang suapin nanti malam. Gimana? Nanti abang temenin juga deh kamu main. Ya? Ini abang udah mau telat sekolah, nanti kalo abang telat di marahin sama guru abang. Kamu nggak mau kan abang nanti di marahin sama guru abang?” “Guru abang serem loh. Galak. Badannya besar! Rambutnya gimbal!” Ibu Novan menimpali. Novan mengangguk. Mikel terbelak. “Mama suapin Mikel aja ma! Mama aja yang suapin Mikel! Abang, abang cepet pergi sekolah! Nanti abang di masukin penjara bawah tanah sama guru abang!” Ujar Mikel. Novan tertawa kecil mendengarnya. “Iya iya, abang pergi dulu ya.” Novan pergi ke teras dan memakai sepatunya. Setelah itu ia lanjut jalan ke depan lorong. Ia terbelak kaget saat Stevan sudah menunggunya di sana. “Loh, kamu ngapain di sini?” Tanya Novan. “Nungguin elu.” Ia menekan alaram di kunci mobilnya. Mobil Stevan berbunyi. “Ayo. Keburu telat nanti.” ****
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN