Bab 115

1037 Kata
Kali ini Novan pergi sekolah sendirian. Ia tidak ingin merepotkan Stevan yang sedang sibuk rapat akhir- akhir ini. Sebenarnya Stevan tidak perlu untuk mengantar jemput dirinya. Toh dia bukan anak kemarin sore, setidaknya dia sudah tahu jalan pulang pergi ke sekolah. “Kamu beneran nggak apa nih, nggak aku antar?” Tanya Stevan di ujung sana. “Iya, nggak apa. Tenang, aman kok.” “Ya udah, hati- hati. Nanti pulangnya aku jemput ya.” “Kalau sibuk nggak usah.” “Nggak, aku jemput. Aku sempatin.” “Terserahlah. Udah ya, aku pergi dulu.” Novan mengantongi smartphone di saku celananya. Ck, Stevan ini menganggapnya seperti anak kecil saja, padahal umur mereka tidak terlalu beda jauh. Mereka beda kurang dari 10 tahun, karena itu Stevan lebih tampak seperti abang daripada pamannya. “Kiri bang!” Ujar Novan. Sontak angkot menepi tepat di depan fotocopy yang hendak Novan kunjungi. Novan turun dan membayar angkot, lalu masuk ke dalam toko fotocopy. Novan menghela napas lega saat melihat abang penjaga fotocopy. Terakhir kali ia kemari, yang menjaga adalah kakak centil yang sering menganggunya. Untung saja waktu itu dia di temani dengan Gilang, jadi Gilang yang malah balik menggoda kakak itu. “Hah, mau apa kau dek?” Tanya abang itu dengan logat batak yang kental. “Ini bang, tolong di jilid makalah ya bang.” Novan mengeluarkan tugas yang sudah dia print dari map. Abang itu mangut- mangut dan membawa tumpukan kertas itu ke belakang. Novan menunggu sambil melirik meja etalase yang berisikan alat- alat tulis. Hem, ternyata alat- alat tulis di sini lumayan unik juga. Pandangannya tertuju pada salah satu set pensil warna. Hem, sepertinya ini bisa di pakai Mikel. Ah ya, sepertinya dia juga perlu beli pulpen dan pensil. “Loh? Novan?” Seseorang menyapanya. Novan menoleh sekilas dan langsung membuang wajahnya. “Novan bukan?” Tanyanya lagi. Novan hanya mengangguk tanpa menoleh sama sekali. Ia berdiri di sebelah Novan. Novan menelan ludah dan berusaha menjaga jarak. Ia memanggil penjaga fotocopy yang tampak sibuk. “Kamu ngapain kemari? Print tugas?” Tanya Kirana. Novan hanya mengangguk pelan dan mengalihkan perhatian dengan melihat etalase. “Eh, pulpen itu lucu juga ya,” timpal Kirana sambil menunjuk ke salah satu pulpen berwarna pink dengan hiasan bunga di atasnya. Novan mengernyitkan alis. Ia tidak mengerti kenapa itu di bilang lucu, padahal tidak ada hal yang lucu di pulpen itu. Novan hanya mengangguk saja, “Ah, yang itu lucu juga.” Kirana menunjuk ke pulpen yang lain berbentuk kaktus. “Ah, yang itu juga.” “Ini bang makalahnya.” Abang penjaga fotocopy datang sambil memberikan tugas Novan yang sudah di jilid. “Eh, ada dek Kirana kok,” sapa abang fotocopy ramah. Novan mendelikkan matanya. Giliran sama cewek ramah nih orang, sama cowok nggak ada senyumnya gerutu Novan dalam hati. “Adek Kirana mau ngapain? Nge print? Jilid? Atau mau beli pulpen baru? Ini ada pulpen baru nih, baru sampai. Cantik- cantik,” tanya abang fotocopy pada Kirana. “Oh, aku mau nge print bang. Ada yang kosong nggak?” Tanya Kirana sambil mendongak, mengintip ke belakang. “Ada tuh, buat dek Kirana mah ada aja yang kosong pasti,” jawab abang fotocopy. “Oh ya, sekalian fotocopy ini ya bang.” Kirana mengeluarkan sebuah kertas dari tasnya. “Print banyak ya bang, print 6 lembar.” “Baik. Itu dek, kosong. Kamu pakai aja yang di belakang itu. Perlu abang print juga?” Kirana menggeleng. “Nggak, nggak usah. Biar aku sendiri aja bang. Thank you.” Kirana pergi ke belakang, dimana banyak komputer dan printer di sana. “Jadi berapa totalnya bang?” Tanya Novan. “Sepuluh ribu aja dek,” jawab abang fotocopy. Novan mengeluarkan selembar uang lima puluh ribu. “Sekalian dengan pulpen ini, pensil ini, sama sekalian pensil warna ini.” Novan menunjukkan barang- barnag yang ada di etalase. Abang fotocopy mengeluarkan semua yang Novan tunjuk, lalu memberikan kembalian padanya. “Udah siap Van?” Tanya Kirana yang menghampirinya. Novan tersentak kaget dan mengangguk pelan. Ia sedikit membungkukkan badannya dan pergi meninggalkan Kirana di sana. **** Novan berhenti tepat di depan pintu kelas dan menatap kosong ke atas. Ya, dia tidak salah. Kelasnya masih sama, kelas XI MIPA 2. Ia melirik ke kelas di sebelahnya dan menghela napas panjang. Oh, masih kelas XI MIPA 3 ternyata. Sepertinya yang semalam itu memang hanya mimpi saja. Mimpi yang terasa seperti nyata. “Woi, ngapain berdiri di depan gitu? Halangin orang aja,” Seseorang menepuk pundaknya dari belakang. Novan menoleh. Gilang ada di sana. “Masuk, jangan berdiri di depan pintu.” “Ah, iya.” Novan masuk ke dalam dan Gilang mengikutinya dari belakang. “Kamu kok masuk ke kelas ini?” Tanya Novan. Gilang mengernyitkan alisnya. “Hah? Kok nanya? Kan kita memang sekelas,” jawab Gilang heran. “Sakit lu hah? Ngaco nanyanya.” “Ah eh, nggak.” Novan menggeleng. Ah, entah kenapa, dia merasa seperti berada di dalam mimpi. Seperti tertukar antara mimpi dan kenyataan. Ia teringat akan mimpinya semalam, dimana ia tidak lagi sekelas dengan Gilang. “Van! Gimana tugasnya?” Tanya Toro begitu Novan menaruh tasnya di meja. Ah, sepertinya ini bukan mimpi, karena tidak ada tag name di meja dan ia melihat Andi masih duduk di sebelahnya. “Ini, udah aku print.” Novan memberikan plastik yang berisi tugasnya pada Toro. Toro mengambilnya dan memeriksanya dengan cepat, lalu mangut- mangut. “Oke. Udah bisa di kumpulin. Semoga aja mau di terima sama miss ya,” ujar Toro, lalu pergi meninggalkan Novan. “Ya, semoga.” “Oh, udah selesai tugas kalian?” Tanya Andi. Novan mengangguk. “Udah di kurangin kan? Nggak setebal kemarin kan?” “Tenang, kalau gebukin orang tuh orangnya nggak sampai mati kok. Masih sadar,” jawab Novan. Andi tertawa geli. “Sadar juga ya kalian kalau tugas kemarin itu terlalu berlebihan,” gumam Andi. “Ya sadarlah. Aku aja kaget waktu liat tugasnya. Aku kalau jadi miss juga malas sih buat cek tugasnya.” Andi tertawa kecil. “Kalian terlalu rajin sih.” “Not me, itu yang perempuan satu itu yang terlalu rajin. Terlalu perfeksionis, mungkin?” Andi mangut- mangut dan menepuk pelan pundak Novan. “Biasalah. Perempuan memang seperti itu, terkadang.” *****
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN