Bab Tujuh - Nayla datang

1512 Kata
Manusia memang sering kali berubah, tapi aku harap kali ini perubahanmu kearah yang lebih baik, bukan kearah yang buruk dan merugikan. ***            Kanaya terbatuk saat tubuh tinggi Keral terlihat jelas di ambang pintu ruangannya, akibatnya slavina perempuan itu pun berlomba masuk ke dalam tenggorokannya bersama dengan air yang ia minum tadi.            “Santai dong,” kekeh Keral lalu masuk dan mengunci ruangan Kanaya, laki-laki itu menatap sekeliling ruangan Kanaya, ia memang memilih ruangan dengan pemandangan yang langsung mengarah ke arah luar gedung, ruangan Kanaya pun satu lantai dengan dirinya, memudahkan Keral mengunjungi perempuan itu.            “Ya, Bapaknya mestinya santai juga dong,” balas Kanaya, perempuan itu menaikan kacamata bacanya yang sempat terturun di hidungnya.            Keral terlihat melepaskan jasnya, kepala laki-laki itu masih membayangkan tentang kejadian tadi pagi, ia juga masih memikirkan bagaimana kelanjutan permainannya dengan Kanaya.            “Kamu ada kesulitan buat ngerjain tugas kamu, Kanaya?” tanya Keral saat melihat perepuan itu tak menegurnya lagi dan kembali berfokus dengan apa yang ada di depannya.            Kanaya terlihat mendongkak, menatap Keral yang duduk di balik komputer kerjanya, hem, namanya juga awal bekerja, wajar menurut Kayana bahwa ia masih belum terlalu mengerti dengan tugasnya, tapi Kanaya akan berusaha untuk cepat megerti pekerjaan, juga mengerti atasannya yang selalu muncul tiba-tiba itu.            Kanaya menangkup ke dua pipinya saat Keral malah berjalan ke arahnya, setelah tadi Vido juga datang ke ruangannya, menyerahkan satu kresek besar yang berisikan makanan yang Kanaya yakin bahwa Keral meminta ia untuk makan bersama.            “Kan belum jam istrahat?” bela Kanaya kepada Keral, lagi-lagi yang membuat Keral mendesah, ini perusahannya, lagian juga benar bahwa Keral memberikan peraturan untuk istrahat selama satu jam dari jam dua belas siang sampai jam satu siang, tapi Keral tidak pernah marah saat melihat karyawannya makan, karena bagi Keral makan adalah hak untuk segala karyawannya, juga menurut Keral saat karyawannya tidak punya tenaga – belum makan, maka apa yang mereka kerjakan akan menjadi kacau, akan menjadi keberatan, bahkan jujru Keral juga membebaskan untuk karyawannya makan jam berapa pun, asal pekerjaan mereka beres.            “Mau nunggu aku selesain ini sebentar enggak?” tanya Kayana yang membuat Keral kembali menarik napasnya, mau makan bersama dengan Kayana aja selama ini, harus menunggu perempuan itu menyelesaikan berkasnya.            Kayana memang berbeda dari perempuan biasanya, di dunia ini cuma ada tiga perempuan yang berani-beraninya memerintah atau menunda apa yang Keral perintahkan padanya, yang pertama tentu Ibunya, Kintan Saradeo, yang ke dua adalah Kassandra adik perempuanya satu-satunya bahkan setelah sebesar – sedewasa ini Keral pernah diperintah untuk membeli pembalut, Kassandra benar-benar keterlalun, yang ketiga tentu tunangannya Nayla, perempuan yang sangat manja itu juga selalu saja menyuruh Keral apa pun, bahkan sering kali Keral mesti keluar tengah malam demi menurutui apa yang diinginkan Nayla.            Melihat Keral yang hanya diam, akhirnya Kayana mengalah, perempuan itu akhirnya menutup berkasnya, ia menyusul Keral yang duduk di sofa, memegang tangan laki-laki itu saat Keral tak berkedip sekali pun saat Kayana datang.            “Lapar banget ya, sampai bengong gitu?” tanya Kanaya sambil mengeluarkan dua buah kotak makanan siap saji dari tempatnya, ia membuka satu kotak, lalu disodorkannya kearah Keral.            Keral tersenyum, ternyata dibalik sifat dan sikap Kayana yang sering membantahnya, Kayana juga bisa melayaninya dengan baik .            Keral akhirnya makan, ditemani degan tawa juga tangan lembut Kayana yang sesekali menggoda tubuhnya, membuat Keral rasanya ingin melanjutkan kegiatan tadi pagi sekarang juga.            Setelah menyelesaikan makannya, Kanaya menyuruput air minumnya, lantas ia berdiri dan berjalan kearah meja kerjanya, saat melihat tangan Keral yang kotor akibat tomat, perempuan itu berniat untuk mengambil tisu yang ada di mejanya.            Keral tersenyum saat Kanaya malah menarik tangannya, perempuan itu berniat untuk membersihkan tangan kekar Keral itu dari saus tomat, setelah melihat tangan Keral bersih lagi-lagi Kanaya berdiri, berniat membersihkan sisa makanan yang ada di depannya.            Kesempatan itu juga yang membuat Keral menarik tubuh Kayana yang hampir berdiri itu, hingga jatuh kepangkuannya, Kanaya awalnya memekik kaget, ai terkejut karena pergerakan kurang ajar dari Keral itu, tapi tak urung perempuan itu memberontak, ia malah menikmati sensasi aneh saat ia duduk di pangkuan Keral.            Keral merogoh sesuatu di dalam kantong celananya, tak lama dari itu ia memasangkan benda bening berkilau itu di leher Kanaya, benda yang bermata huruf K itu akhirnya mengantung indah di leher Kanaya.            Tangan Kanaya memegang di kedua sisi tubuh Keral, ia merasakan jantungnya berdetak tak karuan saat Keral malah memainkan rambutnya, Keral juga menegakan tubuhnya, supaya bisa berbisik di telinga Kayana.            Kanaya mengigit bibir bawahnya saat merasakan hawa napas Keral di sekujur lehernya. Sedari tadi perempuan itu memang ingin beranjak dari posisinya, tapi pergelangan tangan Keral yang melingkar di pinggulnya membuat dia tidak bisa bergerak dan juga ada sesuatu di bawah sana yang mengharuskan Kanaya hanya dia di sana.            Kanaya kembali menarik napas, saat sebelah tangan Keral semakin mendekap tubuhnya, masuk ke dalam dirinya lebih dalam, sekujur tubuh Kayana meremang saat napas Keral semakin mendekat di daun telinganya, dan tanpa hitungan detik, Keral sudah bisa mengubah posisi tubuh Kayana menjadi menghadapnya, laki-laki itu pun ingin terus melanjutkan kegiatannya tadi pagi yang memang mengharuskan mereka untuk berhenti.            Kayana membuka lebar ke dua kakinya, memposisikan dirinya di atas tubuh Keral, mengantungkan ke dua tangannya di leher Keral, perempuan itu mencoba membalas setiap sentuhan yang ia rasakan di bibirnya.            Keral menarik bibirnya, mencoba memberikan waktu untuk Kanaya menarik napas, mata laki-laki itu pun jatuh di kalung putih bersinar indah yang tergantung di leher Kanaya.            “Cantik,” puji Keral yang kini menatap wajah Kanaya. “hurf K, untuk Kanaya,” lanjutnya.            “Huruf K, juga untuk Keral kan?” tanya Kanaya lagi, perempuan itu kembali meraih dagu Keral, lalu mengelusnya lembut.            Ketukan di ruangan Kanaya membuat Keral mengurungkan niatnya untuk kembali mencium Kanaya, ia menarik napas, saat Kanaya berdiri dari posisi nyamannya, Keral pun berdehem sebelum Kanaya membuka pintu ruangannya.            Vido di balik pintu sana menyapa, ia menatap keral dengan tatapan yang meminta ma’af bahwa sudah menggangu kegiatan laki-laki itu. “Ada tamu penting Pak,” ucap Vido setelah menutup ruangan Kanaya, sedangangkan Kanaya kini berjalan kearah Keral, berniat membereskan sisa makananan mereka.            “Siapa?” tanya Keral, ia mengingat-ngingat jadwalnya hari ini, perasaan ia tidak punya janji kepada siapa pun, apalagi kata Vido yang datang adalah tamu penting, siapa?            “Pemilik dari Butik Nay,” jawab Vido yang membuat Keral mengantupkan bibirnya seketika. Laki-laki itu langsung berdiri, membereskan pakaiannya, juga rambutnya, dan tanpa kata ia keluar dan disusul oleh Vido dari ruangan Kanaya itu, meninggalkan Kanaya dengan tatapan bingung.            Keral menarik napas, bisa-bisanya Nayla datang ke kantornya – walau memang sebenarnya Nayla suka datang ke kantornya tanpa lebih dahulu mengatakan bahwa ia akan berkunjung, syukurnya ia tidak membawa Kanaya ke dalam ruangannya, kalau tidak mungkin sekarang Nayla akan melemparnya dengan komputer satu set yang ada di ruangannya.            Nayla terlihat tengah memainkan ponselnya, di depan perempuan itu juga sudah tersedia dua kotak makan, membuat Keral meneguk slavinnya lagi, ia diajak makan siang oleh Nayla, batin Keral besuara.            Ia mendadak merasa bersalah kepada Nayla, selama ini tentu ia tidak pernah melakukan hal semacam ini di belakang Nayla, rasanya ia tidak pernah makan dengan perempuan lain selain Nayla, ia juga tidak pernah menghangatkan tubuhnya selain dnegan tubuh Nayla.            Tiba-tiba saja rasa bersalah itu membuat d**a Keral merasa aneh, tapi saat melakukan hal yang menyenangkan berasama dengan Kanaya, Keral juga merasakan hal yang membahagiahkan dirinya.            “Hai,” sapa Nayla saat menyadari tunangannya datang, perempuan itu menyimpan ponslenya di atas meja, lalu mulai membuak kotak makannya. “Kamu belum makan kan? Makan bareng ya,” katanya sambil membuka kotak makan itu.            Keral kenyang, terlebih dengan makanan penutup yang disajika noleh Kayana tadi. Keral hanya duduk di samping Nayla, ia tidak melakukan hal yang semestinya dilakukannya dengan Nayla, membuat Nayla menatap Keral aneh, Keral terlihat berkeringat, yang semakin membuat Nayla memfokuskan padangannya kepada Keral dengan aneh.            “Kamu kenapa? sakit? Kok keringetan?” tanya Nayla menghengtikan kegiatan makannya, Keral gelagapan, tangannya menyapu keningnya, ia juga menatap remote AC yang tak jauh dari dirinya duduk, suhu di ruangannya sudah rendah, kenapa ia masih keringetan, apakah ini akibat ia melakukan hal yang tidak-tidak tadi?            Nayla menatap Keral yang masih diam, Keral juga tak menatapnya balik laki-laki itu menatap kearah bawah, membuat Nayla kembali menautkan alisnya, ia menatap Keral dalam-dalam, di bibir laki-laki itu ada sesuatu yang membuat Nayla semakin merasa curiga.            “Kamu kenapa, kok diem aja, banyak kerjaan, atau aku ganggu kamu?” tanya Nayla lagi, perempuan itu menutup kembali kotak makananannya, ia menatap Keral dalam-dalam, yang akhirnya dibalas laki-laki itu.            Nayla menyapu bibir Keral dengan ibu jarinya, bibir Keral basah dan ada sisa-sisa nasi, apa laki-laki itu sudah makan?            “Kalau sudah makan ya enggak usah dimakan, dikasih ke Vido aja sayang,” kata Nayla, ai menatap Keral dengan menampilkan senyuman, kenapa Keral malah menghembuskan napas lega saat Nayla mengatakan kalimat itu, yang membuat Nayla kembali menatapnya dan kembali menautkan alisnya.            Keral, kok bersikap aneh ya, padahal selama ini ia tak pernah kelihatan terlalu gugup seperti ini, walau Nayla suka ngambek, Nayla tidak mungkin ngambek perkara Keral yang sudah makan dan tak bisa menemaninya makan, kok, Nayla masih bisa memahami itu, dan Nayla juga tidak akan membesarkan hal yang sepele seperti itu. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN