"Kamu beneran nggak papa Ra?" tanya Bobby penuh perhatian, ia memegang kedua lengan Dara.
"Nggak papa Kak. Maaf tolong lepaskan tangan Dara. Dara tak nyaman." Dara segera menepis tangan Bobby karena tak nyaman diperlakukan demikian.
"Ah, maaf ya Ra." Bobby masih menatap Dara dengan intens. Sayangnya Dara acuh tak acuh enggan memandang wajah kakak kelasnya itu.
"Iya nggak papa. Dara kembali ke kelas ya Kak. Terima kasih sudah menolong Dara tadi," ucap Dara datar. Ia merasa berhutang budi pada pemuda itu. Namun Dara sedikit kesal karena Bobby, ia jadi dibuli oleh kakak kelasnya.
Dara meninggalkan Bobby dan kembali ke kelasnya. Bobby menatap punggung Dara menjauh dengan rasa yang bercampur aduk. Lelaki itu sedikit menyesal telah menyebabkan masalah untuk gadis itu.
Sejenak Bobby melupakan janjinya untuk menemui Tiara. Barulah ketika Dara menghilang dari pandangannya ia teringat pada gadis angkuh dan sombong itu. Ia segera menuju ruang OSIS untuk menemui Tiara. Ia harus memberi pelajaran pada mantan kekasihnya itu.
***
"Jelaskan padaku! Apa yang kamu lakukan pada Dara tadi? Dan kenapa kamu melakukannya?" Tiara masih menunduk dalam diam. Tak berani buka suara. Ia yakin lelaki itu akan semakin mengamuk, jika ia mengatakan semuanya.
"Tiara! Katakan!"
"I-itu aku hanya memberi peringatan agar gadis centil itu tidak menggoda kamu." Akhirnya karena ketakutan Tiara membuka mulutnya.
"Apa urusannya denganmu? Apa hakmu melarang orang lain mendekatiku?"
"Bob, aku masih cinta sama kamu. Aku tak rela jika kamu berpacaran dengan gadis jelek dan kampungan seperti dia. Kamu hanya pantas berpacaran denganku."
"Siapa kamu? Berani-beraninya menentukan siapa yang pantas untuk
berpacaran denganku? Jangan sekali-kali kamu mencampuri urusanku. Dan kamu ingat baik-baik. Kita tak ada hubungan apa pun lagi, kita sudah putus. P-U-T-U-S."
"Bob, tolong maafkan aku. Aku menyesal Bob. Aku akan menjadi pacar yang baik untukmu.
"Sayangnya aku sudah tak sudi Tiara. Kamu pikir aku gila? Mau menerima kembali gadis yang sudah main belakang dengan sahabatku sendiri?"
"Aku khilaf Bob. Aku dengan Dion tak sedekat itu. Kami hanya sebatas berciuman saja. Maafkan aku. Aku janji akan berubah. Aku sangat mencintaimu Bob. Aku tak ingin kehilangan kamu."
"Tidak Tiara! Aku tak akan pernah mau kembali padamu. Karena perasaanku sudah berubah sejak kamu mengkhianatiku. Aku sudah ill feel sama kamu. Dan sekarang aku sudah berpindah ke lain hati, aku menyukai Dara."
"Jadi isu kalau kamu mengejar gadis itu benar? Apa istimewanya gadis seperti itu Bob? Dia tak pantas menjadi kekasihmu."
"Heh, semua itu urusanku. Jangan pernah lagi mencampuri urusanku atau kamu akan tahu akibatnya. Dan dengar! Apa yang ia katakan benar adanya. Memang aku yang mengejar-ngejar dia. Bahkan aku sudah menembaknya. Walau Dara menolakku aku akan terus berjuang untuk mendapatkan hatinya."
"Satu lagi. Jangan berani-beraninya mengganggu gadis yang aku suka," ancam Bobby. Dengan kasar Bobby menghempaskan tubuh Tiara hingga gadis itu meringis kesakitan karena membentur tembok.
***
Dara kembali ke ruang kelas dengan kesal. Masalah demi masalah hadir karena Bobby. Dan itu membuat gadis iti jengah.
"Balik dari kamar mandi kok manyun gitu sih Ra?" tanya Risa ketika melihat wajah kesal sahabatnya.
"Kamu tahu ...." Dara menghentikan ucapannya karena ia tahu Risa akan emosi jika mengetahui apa yang terjadi padanya. Dan bukan mustahil Risa akan membuat masalah bertambah runyam mengingat sahabatnya yang bar-bar.
"Kamu tahu? Apa Ra? Aku tak paham."
"Ah, eh aku pun lupa mau bicara apa. Hehehe."
"Huu ... dasar! Astaga hampir lupa Ra. Tadi kamu di suruh ke ruangan wali kelas. Sekarang. Buru pergi sana."
"Ke ruang guru ngapain?"
"Mana aku tahu Ra. Bu Atik hanya berpesan seperti itu. Kamu disuruh menghadap beliau."
"Mati aku! Jangan-jangan ada yang melaporkan kejadian tadi," batin Dara gugup.
"Kenapa? Ada masalah?"
"Enggak sih, eh maksudnya nggak tahu Ris. Aku kan belum bertemu Bu Atik. Ya sudah aku ke kantor guru dulu. Pamitkan pada guru yang mengajar ya Ris."
"Siap Ra."
Dara beranjak dari duduknya dan menuju ruang guru. Dalam hati bertanya-tanya kenapa ia sampai di panggil.
"Selamat siang Bu. Benarkah Bu Atik tadi memanggil saya?" tanya Dara dengan sopan.
"Iya Nak. Masuk! Silakan duduk." Dara pun masuk dan duduk di hadapan wali kelasnya.
"Begini Ra, Ibu ingin membicarakan tentang kegiatan Persami yang akan dilakukan minggu depan. Peserta hanya dipilih dua orang lelaki perempuan di setiap sekolah untuk mewakili kegiatan tersebut. Yang berpartisipasi adalah semua sekolah baik swasta maupun negeri di kota ini."
"Dan kamu terpilih untuk mewakili sekolah kita. Bersama dengan Bobby ketua OSIS. Sebenarnya biasanya anak kelas dua yang mengikutinya. Tapi Bobby secara khusus merekomendasikan kamu. Maka kami para guru akhirnya juga setuju untuk memilih kamu."
"Tapi kan Bu. Saya rasa ada yang lebih pantas untuk ikut acara itu. Kakak-kakak kelas yang memiliki pengalaman dan pengetahuan yang lebih baik dari saya."
"Tidak Ra. Kami sudah memutuskan bahwa kamu yang akan pergi. Jadi nanti setiap pulang sekolah kamu bisa menemui Bobby untuk mendapatkan materi kepramukaan. Bobby juga sudah setuju untuk membimbingmu. Tenang saja Ra. Bobby orang baik. Pasti bisa membimbing kamu dengan baik."
"Sialan! Semua sudah ia rencanakan. Dan aku tak dapat menolaknya."
"Baiklah Bu, semoga saya bisa menjalankan kewajiban saya dengan baik. Kalau begitu saya permisi karena harus mengikuti pelajaran selanjutnya." Wali kelas mempersilakan Dara untuk pergi. Sungguh Dara enggan mengikuti kegiatan persami itu. Bukan apa, ia malas berurusan dengan Bobby lagi.
Dan ketika Dara melangkah keluar pintu ruang guru, ia berpapasan dengan Bobby. Si biang keladi dari drama ini. Membuat Dara semakin kesal. Ia merutuki nasib buruk yang menimpanya selama bersekolah di SMA Nusantara. Bobby melayangkan senyum padanya dan Dara memaksakan senyumnya pada Bobby.
***
Dan kini nasib Dara benar-benar berakhir bersama kakak kelasnya itu di setiap pulang sekolah. Lelaki itu selalu menghampirinya di kelas untuk memberikan materi kepramukaan. Dan itu membuat Dara sangat tak nyaman. Bagaimana tidak, ia harus rela berdekat-dekatan dengan Bobby dalam waktu satu dua jam.
Dan yang membuat Dara semakin kesal adalah ketika kakak kelasnya itu diam-diam tak henti menatap wajahnya. Terkadang menggenggam tangannya. Hal yang ia benci, seumur hidup belum pernah ia mengizinkan lelaki lain menyentuh dirinya.
Walau Dara sadari jika sebenarnya Bobby baik, tapi entah kenapa gadis itu sangat membencinya-atau tak menyukainya. Dan dalam waktu dua minggu ini, Dara harus bersabar dan menahan diri. Karena ia tak dapat lari lagi...
.