"Ini uang ceknya." ujar seorang lelaki yang sedang mengenakan jasnya kembali.
"Tengkyu yaa Do, bilang aja kapan lu butuh service dari gue. Gue jamin deh ngga bakalan ngecewain." ucap seorang wanita yang masih asik dibawah selimutnya.
"Hm," setelah mengatakan tersebut, pria itu meninggalkan kamar hotel.
Baru saja dirinya keluar dari kamar hotel, ponselnya bergetar tanda ada panggilan masuk.
"Halo,"
"Aldo kamu dimanaaa?"
Sang empu langsung menjauhkan ponselnya dari gendang telinga, memastikan jika perkiraannya benar tentang siapa yang menelfonnya dan berteriak teriak.
Ma Mom is caling you
Ternyata benar, Ibu Negara lah yang menelfonnya di jam selarut ini.
"Aldo abis ketemu client Mah. Kenapa?"
Tidak mungkin Aldo menjawab jujur jika dirinya habis bersenang senang dengan wanita bayarannya.
"Client client client mulu alesan kamu. Capek Mamah tuh dengernya."
Sudah biasa bagi Aldo jika Mamahnya mengeluh seperti ini, jadi bukan hal asinh baginya.
"Ya terus gimana dong Mah? Udah ya, Aldo mau pulang. Capek,"
Kali ini dia tidak berbohong, memang penat sekali badannya. Habis seharian penuh bekerja, lalu malamnya memuaskan dirinya tetapi tetap saja badannya malah tambah sakit. Hanya nikmat sesaat.
"Besok pulang kerumah."
Tut,
Aldo tidak ambil pusing, dia langsung memasukan kembali ponselnya dan berjalan memuju mobilnya.
Sesampainya Aldo di apartemennya, dia langsung masuk ke kamar mandi guna membersihkan badannya yang lengket. Sangat lengket akibat peluhnya tadi.
Aldo tidak berlama lama di kamar mandi, karenabsudah larut malam. Jadi dia takut nanti akan sakit, dia masih menyayangi badannya sendiri. Dia berdiri di depan kaca, memandangi pantulan dirinya sendiri.
"Ngga nyangka umur gue udah mau kepala tiga aja ya." gumam Aldo seraya mengeringkan rambutnya dengan handuk.
Seketika dia membayangkan hidupnya sepuluh tahun ke depan dengan pasangan hidupnya, tapi dia sendiri juga belum tau siapa kelak pasangannya. Bukannya dia tidak laku, bukan. Jika dia hanya ingin mengambil wanita sembarangan, mungkin dia sudah beristri sekarang.
Tapi sayang, dia hanya mau menikah sekali seumur hidupnya. Jadi dia harus benar benar selektif dalam memilih pasangan hidup. Mau kedua orang tuanya yang selalu menyindirnya, dia masa bodo. Dia menganggap seperti angin lalu, toh baginya yang menjalankan pernikahan dirinya bukan Mamah atau pun Papahnya.
Walaupun dirinya b***t, dia juga mau mendapatkan wanita yang baik. Egois? Ya dirinya memang egois. Karena bagi Aldo kelak yang akan membimbing anaknya adalah pasangan hidupnya. Jadi dia tidak mau memilih orang yabg selalu melayaninya di ranjang.
Dia selalu bermain rapih dengan wanita malamnya. Awal mula Aldo menjadi seperti ini akibat ajakan teman tongkronganya. Mereka menghasut Aldo, dengan iming iming bisa menenangkan fikiran setelah penat bekerja seharian penuh. Toh dia juga tidak melakukannya setiap malam. Ada waktu tertentu dia melakukannya.
Setelah merasa rambutnya sudah kering, Aldo melepaskan bathrobe nya dan mengganti dengan celana boxer nya. Tapi tidak dengan baju, karena dirinya sudah terbiasa jika tidur tidak memakai baju. Jika di rumah, Mamahnya melihat di jamin pasti dirinya akan mendapatkan ceramahan.
Tidak berlangsung lama, Aldo sudah pergi ke alam mimpinya.
****
"Hah gila, capek juga ya." gumam Rara seraya merebahkan tubuhnya di kasur kamarnya. Dia tidak jadi menginp di rumah Chika, karena orang tuanya Chika sedang pulang ke rumah. Bukan, dia tidak lari dari orang tuanya Chika. Tapi dia rasa, Chika dan keluarga butuh quality time. Dia sadar diri.
Rara mengeluarkan ponselnya dari dalam tas, "Yah gila. Udah 1% aja." gumamnya sambil mengambil charger ponselnya di laci nakas dan mengisi daya. Bukan menunggu hingga penuh, tapi Rara malah memainkan ponselnya. Baginya, jika pun rusak toh bisa dibeli lagi. Holang kaya.
Percuma sebenarnya dia memainkan ponsel, toh tidak ada notifikasi yang ditunggunya. Dia hanya bolak balik i********:-w******p terus seperti itu. Maklum jomblo. Etss, bukan dirinya tidak laku. Bahkan bisa di bilang Rara ini salah satu primadona di sekolahannya. Bahkan para anak laki-laki sekolah sebelah pun mengenal dirinya.
Gebetan banyak, tapi hanya satu yang ada di hatinya. Dirinya pun tidak berharap mempunyai pacar atau kelak pasangan hidupnya yang sepantaran dengannya atau hanya berbeda setahun dua tahun diatasnya. Dia mau nya mempunya pasangan hidup kelak yang memiliki sifat dewasa, bisa menyeimbangkan dengan sifatnya yang labil.
Bayangkan, jika dia memilih pasangan hidup yang sederajat dengannya, yang dia tahu jika anak seumurannya masih memiliki sifat labil. Dia tidak mau menjudge orang diluaran sana. Setiap orang memiliki pilihan yang berbeda. Memang, sifat kedewasaan itu tidak mengenal usia. Tapi Rara tetap tidak menyukai lelaki yang seumuran dengan nya.
Bukan berarti juga dia menyukai om om yang perut buncit yang sudah beristri. Membayangkan saja membuat perut Rara mual.
Sudah bosan keluar masuk aplikasinya, Rara bangun dari tidurnya. Melirik jam yang tergantung di dindingnya. Mau mandi tapi takut masuk angin, fikir Rara. Akhirnya dia memutuskan untuk sekedar membasahi saja. Tidak membasahi keseluruhan tubuhnya.
Tidak membutuhkan waktu lama, seperti kebiasaan mandinya. Hanya memerlukan waktu 5 menit. Setelah selesai dengan ritualnya di kamar mandi, Rara melangkahkan kakinya kedepan meja rias. Memakai skincare malamnya sebelum tidur.
Ketika dia mentap tap mukanya, tiba tiba fikirannya terbayang akan kehidupannya di masa depan. Rasanya dia ingin cepat cepat keluar dari rumah ini. Biasanya orang akan bilang, rumah ku surga ku. Tapi tidak bagi dirinya.
Rumah ini tidak layak di sebut dengan surga, melainkan kuburan. Terasa panas, walaupun setiap sudut sudah di sediakan ac. Dia lebih nyaman tidur di rumah Chika dari pada di rumahnya sendiri.
Rara menggelengkan kepalanya, mengenyahkan fikiran tentang bayang bayang masa depannya. Nanti akan ada masanya, fikir Rara.
Setelah selesai menyelesaikan ritualnya di depan cermin, Rara mengecek ponselnga. Takut ada panggilan masuk. Benar saja, manager di kafenya menelfonnya. Takut dianggap tidak sopan, Rara memutuskan untuk menelfon balik.
"Halo,"
"Halo Kak, selamat malam. Maaf Kak, tadi Rara ngga angkat telfonnya."
"Iya Ra gak papa. Aku cuman mau ngasih tau, besok kamu bisa ikut rapat ngga? Ada hal penting yang mau di omongin. Dan kamu sebagai owner harus hadir Ra."
"Oh bisa Kak. Jam berapa ya? Besok Rara pulang sekolahnya jam 12 keknya Kak."
"Yaudah, sepulangnya kamu aja ya."
"Oke Kak. Makasih banyak ya Kak, udah banti Rara."
"Iya Ra sama sama. Yaudah kamu tidur gih, besok sekolahkan."
"Hehe, iya Kak. Yaudah Rara matiin ya Kak."
Tut,
Rara meletakkan ponselnya, dia sudah lelah langsung membaringkan dirinya diatas kasur. Dia mengingat pertemuannya pertama kali dengan orang yang tadi menelfonnya.
Dani Atmadja. Begitulah namanya. Dulu ketika dia baru mau membangun kafe yang sekarang, dia bingung. Tidak mungkin dirinya yang setiap hari mengontrol. Mau bagaimana pun dia harus mengutamakan pendidikan. Dia tidak sengaja bertemu dengan Dani di halte, sewaktu dirinya menunggu Dika mengeluarkan mobilnya dari parkiran.
Rara melihat Dani yang waktu itu mengenakan baju putih dengan celana bahan berwarna hitam seraya memeluk map coklat yang Rara yakin itu surat lamaran kerja. Karena Rara tipikal orang yang frontal, jadi dia langsung menanyakan saja tujuan Dani. Ternyata benar, Dani memang sedang mencari pekerjaan. Lulusan S1 Ekonomi-bisnis tetapi dirinya tidak bisa mendapatkan pekerjaan yang layak untuk dirinya yang sarjana.
Merasa tertarik, Rara mengajak Dani untuk bertemu keesokan harinya. Sekilas Rara juga sudah melihat berkas yang Dani bawa. Awalnya Dani merasa heran, kenapa anak SMA kepo sekali dengan dirinya. Berbekal rasa percaya, keduanya pun bertemu lagi keesokan harinya di kafe depan sekolahmya Rara.
Dari sana Rara menjelaskan maksud dan tujuannya mengajak Dani bertemu seperti ini. Ingin bekerja sama dengan Dani. Awalnya Rara tidak terlalu percaya dengan orang baru. Tapi setelah dia selidiki bagaimana Dani, dia percaya.
Ya Rara menyelidikinya sendiri. Seakan akan dirinya itu seorang mata mata yang sedang mengincar seseorang. Tanpa bantuan kedua sahabatnya. Dia bertanya kepada tetangga sekitar rumahnya Dani. Ternyata Dani hidup seorang diri, kedua orang tuanya sudah meninggal akibat kecelakaan tunggal.
Bahkan para tetangganya bilang, Dani tipikal orang yang bekerja keras. Terbukti, dirinya bisa menjadi Sarjana dengan biaya sendiri. Dia kuliah seraya bekerja part time. Pekerjaan apa saja Dani ambil, selagi itu halal baginya. Rara amat mempercayai Dani sejaka saat dia tahu bagaiaman kehidupan pria itu.
Terbukti, kafe miliknya meningkat drastis. Padahal baru satu setengah tahun didirikan tapi sudah bisa mengalahkan kafe kafe mewah di Jakarta. Rara pum sudah merombak kafenya dengan bantuan Dani. Dia rombak supaya menjadi instagramable. Kafe semacam itulah yang banyak dicari muda mudi di jan milenial seperti ini.
Dani sendiri pun takjub dengan anak seusia Rara yang sudah memikirkan masa depannya. Mempunyai investasi dengan membangun kafe. Awalnya Dani tidak percaya dengan apa yang dikatakan Rara, tapi setelah Rara mengajaknya ke kafe yang dimaksud, baru Dani mempercayainya. Dia suka wanita yang mandiri semacam Rara.
Kerja sama yang menguntungkan bagi keduanya. Dani menganggap Rara sebagai adiknya sendiri, berhubung dia anak tunggal. Bahkan sanak saudaranya pun baik dari pihak Ibu atau Bapaknya dia tidak mengenal.
Berbeda dengan Dani, Rara memiliki perasaan yang tidak bisa disebut hanya dengan menganggap Dani sebagai Kakaknya. Bahkan setiap dirinya bertemu dengan Dani, jantungnya selalu berdetak tidak karuan. Dirinya sempat menyangka terkena serangan jantung di usia muda. Tapi setelah dia merongsen semua anggota tubuhnya, tidak ada yang fatal sedikitpun.
Dia malah ditertawakan oleh sang dokter ketika menyebutkan ciri cirinya, untuk dokter yang menanganinya seorang perempuan. Jika laki-laki, entah mukanya mau taruh di mana. Sudah malu dia tertimpa tangga pula.
Tapi Dani tidak pernah menyimpulkan seperti itu. Mungkin dari perhatian yang diberikan Dani, Rara menyalah artikan. Memang seperti itu seorang wanita.
Maka bagi para lelaki diluar sana, jika kalian ingin sekedar singgah maka bersikaplah seperti tamu. Agar para wanita tidak salah, harus menyuguhkan kopi atau hati. Karena hakikatnya seorang perempuan memang mengedepankan perasaan dari pada logika.
Rara masih belum bisa memejamkan matanya, dia masih asik bermain dengan ponselnya. Iseng, Rara membuka galeri fotonya. Melihat potret dirinya dengan Dani. Mungkin bisa dibilang Dani ini Cinta pertamanya. Bahkan sebelumnya dia tidak pernah yang namanya mencintai seseorang sampai seperti ini.
Masih asik dengan menscrool galerinya, senyum Dani itu menular. Seperi saat ini, dia sedang tersenyum ketika melihat dirinya sedang bercanda dengan Dani dan tidak sengaja salah satu pegawainya yang memotretkannya dan mengiriminya foto tersebut.
Baru saja orang ini hinggap di difikirannya. Ponselnya muncul notif pesan dari Dani.
Kak Dani
Kenapa masih online?
Udah jam berapa ini?
Kan. Hanya kalimat seperti ini saja sudah membuat Rara menggulingkan dirinya sendiri di kasur.
"Hhuuaaa.. Gimana gue ngga baper coba, dia aja merhatiin begitu." gumam Rara masih membolak balikan badanya tidak jelas di atas kasurnya.
Ting,
Ponsel Rara berdeting lagi.
Kak Dani
Almaira..
Jika Dani sudah menyebutkan kalimatnya, itu artinya Dani sangat serius dengan omonganya.
Me
Iya Kak. Tadi abis ngegarap
Tugas mendadak dari guru.
Tidak ada satu menit, pesan Rara sudah dibaca. Yang artinya, Dani tidak meninggalkan room chatnya dengan Rara. Bertambah saja rasa suka Rara kepada manusia yang satu itu. Dan langsung mengetik.
Kak Dani
Alesan klise!
Tidur!
Rara seperti orang yang ketahuan selingkuh oleh pasangannya.
Me
Iya-iya.
Setelah membalas pesannya Dani, Rara langsung mematikan ponselnya. Dari pada dia langsung di datangi kerumah. Kan tidak lucu jika mereka digrebek warga. Rara mah bersyukur alhamdulillah jika mereka kepergok seperti itu. Tapi Dani? Tidak tahu bagaimana jika kejadian itu terjadi.
Bisa saja, Dani langsung resaign dari kerjaannya dan menghilang dari Rara. Tanpa perlu Rara tahu keadaannya. Rara langsung menggelengkan kepalanya, mengenyahkan kehaluannya yang terakhir. Jangan sampai Dani pergi dari hidupnya. Kalau kehaluan yang pertama dia malah berdoa supaya suatu saat kejadian itu benar terjadi dengannya.
Rara langsung mememjamkan matanya. Berharap kantuknya segera datang. Benar, tidak lama kemudian matanya sudah memberat dan masuk kealam mimpi berharao Dani datang kedalam mimpinya.
Perihal Dani, kedua sahabatnya belum mengetahui tentang lelaki itu. Berabe, jika mereka tahu maka kedua sahabatnya juga akan mengetahui usaha yang dia bangun secara sembunyi sembunyi. Rara punya alasan kenapa sahabatmya tidak boleh mengetahui tentang usahanya yang satu ini.
Yang pertama, Rara ingin mendirikan kafe ini full dari uangnya sendiri. Tidak dari bantuan siapapun. Bisa kalian bayangkan, jika kedua sahabatnya mengetahui usaha tersebut yang ada nanti bukan menjadi investasi pribasi. Nanti malah menjadi usaha bersama. Tidak. Untuk kali ini, Rara mau mendirikam usaha tanpa bantuan material dari siapapun.
Mungkin nanti mereka bertiga bisa membuat usaha secara bersama yang artinya nanti akan menjadi investasi bersama. Bukan milik pribadi.