Part 3

1654 Kata
"Hhaaa." Rara mengeluarkan suara sendawanya setelah makanannya habis. "Ih joker lu. Tahak ora tau tempat, malu kek lu cewe." protes Dika seraya menutup mulutnya. Dia saja yang lelaki sangat menjaga tata krama, lah ini sahabatnya yang perempuan tidak tau tata krama sama sekali. Yang diprotes tidak merasa tersindir sedikitpun. Rara hanya memperlihatkan sederatan gigi rapihnya. "Hehe maapp beb. Lu kek kagak tau gue dah." "Malu lu entar kalo udah punya laki." "Ya laki gue harus nerima gue apa adanya lah. Kalo mau nerima enaknya doang mending nikah ama manequen noh. Jangan ama manusia yang punya banyak kekurangan." "Udah. Sekarang beresin bekas makan lu pada, abis itu caw kejalan." ujar Chika memberhentikan perdebatan kedua sahabatnya. Jika tidak dihentikan, entah sampai kapan akan berakhir. Yang ada malah nyambung kemana saja, dan tidak ada yang mau mengalah. "Enggih ndoro." Setelah dirasa sampah bekas makan mereka sudah rapih, Chika dan Rara segera masuk kedalam kamar guna mengganti baju seragam mereka. Walaupun Rara tidak membawa baju, jangan salah. Ada satu lemari disini yang berisikan semua baju Rara di walk-in-closet nya Chika. Chika memang sengaja mengkhususkan baju Rara. Begitupun dengan Dika, baju Dika ada dikamar tamu. Tapi tidak sebanyak bajunya Rara, perempuan memang lebih segalanya. "Cus Dik." ajak Rara seraya menuruni tangga. Dika yang tadinya fokus dilayar Hpnya langsung menolehkan kepalanya. "Tumben cepet." sindir Dika melihat kedua teman perempuannya sudah selesai berdandan. Padahal dirinya baru 10 menit duduk disofa. Bahkan biasanya kedua sahabat perempuannya itu bisa sampai menghabiskan waktu setengah jam hanya untuk berganti pakaian dan memoles muka. "Ck, cepet salah. Lama salah, apalah daya hamba di mata mu." Dika langsung melemparkan bantal sofa kearah Rara, dan bukannya mengenai Rara melainkan mengenai Chika. "Hehe, ampun Chik. Sumpah ora ada niat gue ngelempar lu. Niatnya mau ngelempar kucrut itu." Lagi lagi di sini Chika harus memiliki ekstra kesabaran menghadapi kedua sahabatnya. "Untung gue udah beli stok sabar buat ngadepin lu berdua." gumam Chika yang masih bisa didengar keduanya. "Naik mobil gue kan?" tanya Rara. "Iya. Kan mobil gue dipake Bang Beni. Ya kali kita pake motornya Dika. Cengtri gitu kek cabe cabean. Gue di belakang,Rara di tengah nah Dika yang kita teken kedepan." ujar Chika yang langsung mengundang tawa kedua sahabatnya. Bahagia itu sederhana bagi mereka, hal recehpun mereka bisa tertawa tidak berhenti henti. "Bege, ancur aset gue lu berdua teken. Entar kesian bini gue lah." protes Dika membayangkan mereka seperti itu. "Kampret, mulutnya Dika." "Hehe, maaf buu." Dika yang mengaku dirinya sebagai lelaki, membawa makanan yang memang sudah dibungkus bungkus oleh Rara dan Chika. Rara duduk disamping kemudi, dengan Dika sang pengemudi lalu Chika yang duduk di jok belakang. "Eh, ini mau ditambahin apaan?" tanya Dika setelah mobil yang dikendarainya sudah keluar dari perumahan elit. "Apa ya enaknya? Menurut lu apa Chik?" "Gimana kalo McD lagi aja? Biar adil gitu, ngga saling ngiri ngirian. Kan bocah mah biasanya yang satu makan apa, harus disamain." usul Chika. Pasalnya sepupunya yang masih kecil seperti itu, jika yang satu makan sate ayam maka semuanya harua makan. Jika tidak, pasti akan menangis salah satunya. "Boleh deh. Dik McD," "Siapp booss." Dika langsung membelokan mobilnya disana, "Mau drivethru aja atau mesen kedalem?" tanya Dika memunggu jawabam dari kedua sahabatnya. "Mesen langsung aja kali ya enak?" "Sabeb gue mah." Akhirnya Dika memarkirkan mobilnya Rara di parkiran yang sudah disediakan. "Gue ikut turun kagak nih?" tanya Dika. "Iya lah lu turun. Enak banget nangkring bae dimobil, entar siapa yang bawain makanannya." protes Rara tidak terima dengan pertanyaan yang diajukan Dika. "Ck, nasib pembokat ya begini. Untung gue ganteng." gumam Dika diakhir kalimatnya supaya Rara tidak mendengar. Jika kupingnya Rara mendengar habis sudah dirinya menjadi bahan bullyan. "Mesen apaan Chik?" "Itu aja." tunjuk Chika kepapan menu yang tersedia. "Mba mau paket yang A nya." Rara diam sebentar, mengingat berapa banyak anak asuhnya, "Berapa porsi?" dari pada salah lebih baik dirinya bertanya kepada para sahabatnya. "Pesen aja 20 porsi Ra." usul Dika. Rara langsung mengiyakan, toh jika sisa juga tidak akan terbuang. Dia akan membagi bagikannya dijalan. "Mau 20 porsi yang paket A. Itu udah sekalian minumkan ya Mba?" "Iya Kak, paket A sudah termasuk minum." "Ra, gue mau eskrim sunday dong yang strawberry." pinta Chika. "Eskrim sunday strawberrynya satu, matcha nya satu. Lu mau kagak Dik?" "Oreo deh." jawab Dika. "Sama sunday oreonya satu Mba." "Baik, apa ada lagi Kak?" tanya seorang wanita yang ada di balik kasir. "Mau french friesnya mau 10 ya Mba."  "Baik, say ulangi ya pesanannya. Paket A 20 box, eskrim sunday strawberrynya satu, eskrim matchanya satu, eskrim sunday oreonya satu dan french fries nya 10 ya Kak." "Iya Mba." "Semua totalnya enam ratus tujuh puluh lima ribu rupiah Kak." Rara menyerahkan uang merah berjumlah tujuh lembar. "Silakan geser kesebalah ya Kak menunggu pesanannya." Rara dan para sahabatnya langsung bergeser kesebalah, supaya yang mengantri dibelakangnya kebagian untuk memesan makanan. "Kurang ngga ya kira-kira?" gumam Rara yang masih bisa didengar kedua sahabatnya. "Yaudah Ra, kalo kurang tinggal mesen pakek ojol aja." jawab Chika seraya memperhatikan sekitar meja yang ada disana. "Nah tuh si Chika aja tau. Elu kek hidup dijaman purba aja deh." Rara mendengar cemoohan dari Dika,  memberinya pelototan maka seakan jika mata bisa memakan orang mungkin Dika sudah habis tidak bernyawa. "Udah apa sih. Ditempat umum ini." peringat Chika yang masih waras diantara mereka bertiga. Hening, ketiganya sibuk dengan fikiran masing masing seraya menunggu pesanan mereka. Tidak lama kemudian, pesanan mereka disebutkan. Dika lah yang membawa, tapi hanya sebisa tangannya saja. Selebihnya Rara dan Chika yang membawanya. Mereka menaruh satu persatu makanan tersebut didalam bagasi mobil dengan makanan yang tadi mereka bawa dari rumah. "Langsung nih kesono?" tanya Dika sambil memasangkan seat belt nya. "Iya, kesian mereka belom makan pasti." jawab Rara. "Okee, cuss." Akhirnya mereka tiba dimana anak asuh Rara sudah berkumpul yang memang menunggu kedatangan Rara. Mungkin mereka sudah hafal dengan jadwal Rara mengunjungi mereka. Karena Rara dan para sahabatnya juga tidak bisa setiap hari kesini. Jika ada salah satu diantara mereka yang menelfon Rara karena ada yang skot atau butuh obat, tapi dirinya sibuk dengan tugas sekolah. Maka dia akan meminta tolong supirnya untuk memberikan obat yang dimaksud. Rara sendiri meninggalkan nomor telfonnya, jikalau sesuatu terjadi dengan mereka. Mereka bisa langsung menghubunginya tanpa harus menunggu jadwalnya berkunjung. "Hayyyy semuaaa." sapa Rara dengan riang. "Kak Rara." "Kak Chika." "Kak Dika." Mereka memanggil satu persatu Kakak-kakak favorite mereka masing masing. Tapi kebanyakan memang memanggil Rara. "Udah pada makan belum?" tanya Rara riang. Dia memang jika bertemu dengan anak anak tidak ada kata sedih di kamus hidupnya. Baginya kesedihan tidak boleh dibawa bawa jika berhadapan dengan anak asuhnya. Takutnya, nanti mereka malah ikutan bersedih. Dan Rara tidak mau sampai hal itu terjadi. Cukup dirinya saja yang bersedih. "Belum Kak." jawab mereka serentak. "Oke, Ocit bantu Kak Dika ya nurunin makanannya di mobil." ujar Rara kepada Ocit, yang paling tua diantara anak asuhnya yang lain. "Nah yang lainnya sekarang ngebentuk lingkaran yaa, biar makannya enak bareng bareng." ucao Chika menginterupsi anak anak. Tidak ada yang membantah, langsung melaksanakan intrupsi dari Chika. Rara ikutan membantu Dika dan Ocit untuk menurunkan makanan dari mobilnya. "Nih, dioper ya. Semua sama kok." Rara mulai membagikan menu makanan. Dia memulai dari yang makanan paket A dulu. Anak anak mulai mengoper makanan yang dibagikan Rara sampi mereka semua kebagian. "Udah kebagian semua?" tanya Chika. "Udah Kak." "Oke, langsung dimakan aja ya. Kalo ada yang kurang bilang ya." ujar Rara. Karena dia tahu sifat ank asuhnya, pasti ada salah satu dari mereka yang merasa belum kenyang tapi malu untuk meminta nambah. Syukur syukur bagi mereka sudah merasakan makanan seperti ini berkat Kak Rara. Jika tidak mengenal Rara, mungkin mereka makan masih dengan mengais dibak sampah. Walaupun Rara tidak berkunjung, dia pasti memberikan uang untuk membeli makanan agar tidak mengais lagi dibak sampah. Dan mereka juga meggunakan uang itu untuk membeli makanan yang layak. Dan ada sebagian juga yang ditabung. "Dik, kentangnya mana?" Rara lupa jika dirinya tadi membeli french fries. "Oh iya. Gue juga lupa." Dika segera beranjak ke mobil untuk mengambil frienc friesnya. "Nih," ujar Dika seraya menyerahkan kantung plastik. "Makannya gimana ya?" gumam Rara memikirkan bagaimn dia bisa memberi kentang ini tanpa harus memberi satu biji perorangan. "Gini aja," Chika meraih kantong plastik putih dan membuka lebar kantong tersebut dengan car merobek sisinya. "Nih," "Pinter lu Chik." Chika hanya memutar bola matanya, dia tahu itu bukan kalimat pujian dari Rara melainkn kalimat ejekan baginya. Rara mulai menuangkan kentangnya, "Udah pada selesai belom makannya?" tanya Rara ke anak anak. "Udah Kak," "Belum Kak." Jawaban yang keluar dari setiap mulut berbeda. Jadi Rara memutuskan untuk menunggu saja, supaya serempak memakan makanan penutupnya. Rara memainkan ponselnya sementara, begitupun dengan kedua sahabatnya. "Kak Rara, kita udah selesai." ujar salah satu dari mereka seraya menarik kaos yang dipakai Rara. "Oh udah selesi semua?" tanya Rara sambil memasukan kembali ponselnya ke saku celana jeansnya. "Udah Kak." Rara dibantu dengan Chika membawakan kentang goreng yang sudah mereka sajikan. Seketika mereka langsung memakannya dengan lahap. Dika langsung mengabadikan moment tersebut. Tetapi dia tidak mengunggahnya ke sosmed miliknya. Rara lah yang melarang para sahabathya untuk mempublikasikan hal tersebut. Menurut Rara, di umur mereka yang masih dini tidak patut jika dipublikasikan. Takut ada hal yang tidak diinginkan terjadi. Rara lebih baik mencegah. Dia pun juga tidak mau berbuat ria. Mulut warga +62 kan seperti itu, kebaikan pun pasti akan di nyinyirin. Maka lebih baik mereka berbuat seperti ini hanya Tuhan dan ketiganya yang mengetahui. Bahkan Beni dan Sandy, Abangnya Chika dan Kakaknya Dika pun tidak mengetahui tentang hal ini. "Dik jangan di publish ye." peringat Rara. Dia pernah melihat Dika mempublish di instastory nya. Rara langsung memarahinya habis habisan dan mendiaminya selama seminggu. Baru lah ketika Dika meminta maaf dengan bujuk rayuan, Rara baru memaafkannya. Dengan berjanji untuk tidak mempublikasikan kegiatan mereka lagi. Sebab Dika itu seorang selebgram jadi pastk akan langsung tenar jika ada kegiatan seperti ini. "Hooh Ra. Sans gue ngga bakal ngulangin lagi." Mereka pun meghabiskn waktu dengan berbagi cerita satu sama lain. Baik itu cerita keseharian anak anak ataupun keseharian Rara, Chika maupun Dika.      **** "Ini uang ceknya." ujar seorang lelaki yang sedang mengenakan jasnya kembali. "Tengkyu yaa Do, bilang aja kapan lu butuh service dari gue. Gue jamin deh ngga bakalan ngecewain." ucap seorang wanita yang masih asik dibawah selimutnya. "Hm," setelah mengatakan tersebut, pria itu meninggalkan kamar hotel. 
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN