Part 6

1639 Kata
Sepulangnya Aldo dari kantor, fikirannya masih berkelana. Bukan, bukan dengan kegiatan di kantornya, melainkan dengan anak sekolah yang tadi meeting dengannya. Dia merasa tidak asing dengan sosok tersebut. Tidak mau terlalu ambil pusing, Aldo memutuskan untuk membersihkan dirinya saja. Setelah dirinya selesai dengan aktifitas di kamar mandi, fikirannya masih belum berhenti. Sosok bayangan gadis itu terus berkeliaran difikirannya. Di tengah fikiran berkecamuknya dengan sosok tersebut, ponsel yang sedang dia isi daya bergetar. Tanda panggilan masuk. Ternyata Mamahnya. "Halo iya Mah," "Kan udah dibilang. Pulang malem ini." Tut, Aldo menepuk dahinya. Dia lupa jika memiliki janji kepada Mamahnya. Tamat sudah riwayatnya melupakan janji dengan Kanjeng Mamah. Tanpa mau di tambah lagi manti ceramahnya jika bertemu, Aldo segera bersiap menuju rumah orang. Perjalanan cukup renggang, jadi dia bisa cepat sampai di rumah orang tuanya. "Assalamu'alaikum," salam Aldo ke dalam rumah. Hening langsung menyapa ketika dirinya masuk kedalam rumah. "Pada ke mana sih." gumam Aldo tak urung melangkahkan kakinya ke dalam rumah. "w******p bro." Aldo langsung menolehkan kepalanya ke depan televisi, ada seorang pria yang sedang memangku anak lelaki. "Lah tumben lu di sini Bang." Aldo langsung melangkahkan kakinya ke sofa, di samping pria yang tadi menyapanya. "Iya." jawab lelaki yang tadi menengur Aldo. "Hay ganteng." sapa Aldo kepada seorang anak lelaki yang masih asik dengan robot robotan di tanganya. "Hey itu di tegor sama Om Aldo." tegur Ayahnya seraya meraih mainan anaknya sementara. "Om Aldo." anak lelaki itu langsung pindah di pangkuan Aldo. Aldo langsung menciumi wajah bocah tersebut, sampai datang wanita yang telah melahirkan bocah di pangkuannya. "Ihh Aldo. Anak gue jangan di ciumin." sebal Rani seraya menjewer telinga Adiknya. "Aduh aduh... Sakit Kak." bocah lelaki di pangkuannya bukannya menolong malah mentertawainya. Tambah gemas saja Aldo dengan tingkah lakunya. Rani langsung duduk disebelah sang suami. Dan menyenderkan kepalanya dengan manja kepundak suaminya. "Udah selesai Bang proyek di Bali?" tanya Aldo. Mengingat Abang iparnya yang seorang pengusaha juga sama seperti dirinya. "Alhamdulillah udah clear." jawab Randi, Abang ipar Aldo. "Ya kalo belom clear, laki gue ngga mungkin disini lah." kalian tau itu suara siapa. Siapa lagi jika bukan Kakak bawelnya Aldo, Rani. Malas melihat pasangan yang sedang bermesraan tanpa mementingkan perasaannya. Akhirnya Aldo bangkit dari sofa dengan menggendong keponakannya menuju dapur. Pasti Mamahnya sedang berkutat di dapur. Benar saja, ketika menginjakan kakinya di pintu dapur Aldo sudah mencium bau sedap. Apa lagi jika bukan kue buatan Mamahnya. "Assalamu'alaikum Mah." sapa Aldo menghampiri Mamahnya yang masih mengenakan apron dan jangan lupakan, walaupun Mamahnya sering berkutat di dapur tapi jangan salah. Penampilan Mamahnya selalu modis dimana pun dan kapanpun. Layaknya ibu sosialita saja. "Eh anak perjaka Mamah udah dateng." Mamah Ira menerima uluran tangan putranya. Tangannya singgah di pipi cucunya yang gembil. "Belum makan malem kan?" tanya Mamah Ira memastikan putranya memang belum makan malam, karena dirinya sudah memasak cukup banyak untuk makan malam. "Gimana mau makan Mah, orang Mamah udah neror aku duluan." dumel Aldo yang dibalas cengiran Mamahnya. "Mamah tuh kangen tau sama kamu. Sibukkk banget sih. Ya ngga Bas?" bukannya menjawab pertanyaan Omahnya, Bastian yang biasa di panggil Babas hanya menunjukan deretan giginya yang baru tumbuh di tengah dua biji. Gigi s**u. Aldo langsung menyerang wajah Babas dengan ciumannya, "Tambah gemesin ih kamu." gumam Aldo sambil terus menciumi keponakannya. Babas tidak risih sama sekali, melainkan tertawa kencang ketika Aldo menyerang wajahnya. "Mangkannya nikah." sindir Mamah Ira. Mendengar sindiran Mamahnya, diam diam Aldo meninggalkan dapur bersama keponakannya. Dan berjalan menuju kamarnya. Biarkan saja Mamahnya berceloteh, Aldo sudah bosan dengan pembahasan seperti itu. Aldo membuka pintu kamarnya, ternyata suasananya masih sama. Tidak berbeda sama sekali. Hanya lebih rapih. Mungkin Mamahnya yang sering membersihkan tidak seperti dirinya dulu ketika masih di rumah ini. Kamar ini tidak terlihat seperti kamar, melainkan gudang. Aldo merasa Babas di gendongannya bertambah berat, dengan menyenderkan kepalanya di bahu Aldo. Ternyata Babas sudah tertidur lelap di bahunya. Aldo langsung membaringkan Babas di atas kasurnya. Dan ikut membaringkan dirinya di sebelah keponakannya. Dia lelah seharian ini, baru saja dirinya mau memejamkan mata. Ada pengganggu. "Do, anak gue--" Rani melihat putranya sudah tertidur pulas di samping Adiknya. Aldo mengisyaratkan Rani untuk tidak membuka suaranya, dan Rani mengangguk patuh. Setidaknya makan malamnya kali ini lebih tenang, putranya sudah pulas. Aldo paham. Pasti Kakaknya mau menyuruhnya turun ke bawah untuk makan malam. Jadi dia bangkit dari kasurnya, tanpa menimbulkan suara. Dan menutup pintu pun pelan pelan. "Ck, kalo sama lu si Babas pasti cepet tidur. Sama gue mah, ada kali harus gue ajak keliling dulu baru dia mejemin mata." dumel Kakanya sepanjang mereka menuruni tangga. "Ya elu ngga pake perasaan kali nidurinnya." ceplos Aldo yang langsung membuat Rani geram. Sebelum dia mau mencubit adiknya, sang empu sudah berlari terlebih dahulu menuruni tangga. Karena tau, Kakaknya akan bereaksi seperti apa. "Ishh.. Awas ye lu Do." ancam Rani seraya menuruni tangga dengan perasaan dongkolnya. Di ruang makan sudah berkumpul semua keluargamya. "Kenapa sih Bun cemberut aja mukanya." tegur Randi yang memang memperhatikan sang istri dari turun tangga. "Kenapa sih Mas, Babas tuh ya kalo sama aku tidur tuh susaahhhh banget. Tanya aja itu sama Mamah, sampe aku pengen nangis. Apa lagi sekarang aku kan bawa nyawa juga di badan aku." ujar Rani yang sudah mau mengeluarkan air matanya. Ira hanya menggelengkan kepalanya. Sudah biasa jika fase kehamilan akan cenderung lebih cengeng. Dirinya pun pernah mengalami seperti itu. Dari yang emosi tidak stabil lah, lebih sering mellow. Tapi itu semua harus kalian nikmati di fase seperti itu. Di mana Allah telah menitipkan nyawa di rahim mu, dan mempercayai kalian untuk menjadi malaikat di dunia bagi anak tersebut. Randi merasa tidak enak dengan mertuanya, dia hanya bisa tersenyum canggung. Berharap mertuanya memaklumi sifat putri mereka yang dalam fase seperti ini. "Udah nih makan." ujar Aldo menyerahkan sepiring udon kehadapan Kakaknya. Yang tadinya murung, seketika Rani berubah menjadi ceria ketika melihat makanan favoritnya ada di depan matanya. Benarkan, sifat ibu hamil memang tidak menentu. Yang lain hanya menggelengkan kepalanya, melihat raut wajah perubahan ibu hamil itu. Makan malam pun selesai, Aldo meletakkan sendoknya di atas piring bertumpu dengan garpu yang di gunakannya. "Aku nginep ini Mah?" tanya Aldo memastikan. "Iya lah." jawab Mamah Ira dengan nada sewot. "Aldo ke kamar dulu." pamit Aldo. Baru saja dirinya mengangkat bokongnya, panggilan Mama Ira sudah mengintrupsinya terlebih dahulu. "Eh, siapa yang suruh kamu langsung ke kamar? Apa gunanya Mamah nyuruh kamu kesini kalo bukan buat bincang bincang? Mending kamu di Apart aja dari pada di sini cuman pindah tidur doang." omel Mamah Ira kepada putranya. Aldo tidak jadi melangkahkan kaki ke anak tangga, melainkan kedepan televisi di susul dengan Abang iparnya. Keduanya pun sudah langsung berbincang mengenai bisnis sambil menunggu ibu negara di rumah ini. Yang titahnya tidak bisa dibantah sedikitpun. Rani datang diikuti Mamah dan Papahnya seraya membawa cemilan singkong di dalam toples. "Tambah melar lu Kak, ngemil mulu." canda Aldo. "Bodo wlee. Gue udah ada yang punya juga, emang situ jomblo." ejek Rani tak kalah pedasnya dengan omongan sang adik. Rani itu tipikal paling sensi jika sudah menyinggung tentang berat badannya. "Udah udah. Malu itu sama Nak Randi. Berantem mulu kerjaannya, udah pada gede masih aja di bawa kebiasaan jelek itu." Rani dan Aldo langsung diam ketika Mamahnya sudah berkomentar. "Gimana kerjaan kamu Do?" tanya Papah Indra membuka topik perbincangan mereka. "Alhamdulillah Pah, baik. Kemarin baru aja kita mau kerja sama dengan kafe Raicastro." "Raicastro? Kafe yang lagi hits itu ya?" tanya Randi memastikan tebakannya. Tidak asing nama kafe yang di sebutkan adik iparnya. Karena teman kantornya sering membicarakan kafe tersebut. "Iya Bang." jawab Aldo. "Bagus itu. Kamu udah ada rencana gimana gimananya kan?" tanya Papah Indra menanyakan tahapan kerja putranya. "Udah Pah. Tinggal dijalanin aja." "Papah percaya sama kamu." Aldo menampilkan senyuman manisnya, jika wanita di luar sana melihat senyuman itu pasti akan tergila gila tapi tidak dengan Rani. Dia rasanya ingin muntah melihat senyum Adiknya itu. Menggelikan. "Terus gimana sama masa depan kamu?" tanya Mamah Ira dengan nada sinisnya. Jika tidak dengan nada seperti itu, maka putranya akan menganggap omongannya sebagai angin lalu. Aldo diam seribu bahasa. Ini lah topik yang selalu di hindari dirinya jika sedang berbincang dengan keluarganya. "Do," cecar Mamah Ira karena Aldo belum menjawab pertanyaannya, masih bungkam. "Mah, please. Nanti juga kalo udah waktunya aku pasti bakalan bawa." rayu Aldo, tapi dia sendiri tidak yakin jika Mamahnya akan luluh dengan cara ini. Semua keluarga diam, bahkan kepala keluarga pun juga ikut bungkam jika sang istri sudah angkat bicara. Karena tidak ada yang berani menyandingkan omelan Mamah Ira. Sang suami akan menegur jika memang istrinya sudah berkata keterlaluan, selama tidak keterlaluan dia tidak akan mencela. Dan ini menurutnya hal yang maklum jika sang istri terus mencecar putra mereka untuk segera memperkenalkan calon istri kepada mereka. Tapi ini tidak sama sekali. Indra pun sampai bingung, sebenarnya apa yang ditunggu anaknya itu. Materi sudah lebih dari cukup untuk menikah, umurpun sudah pas menurutnya. Bahkan dulu dirinya menikahi sang istri di umur 25 tahun. "Mau alesan apa lagi kamu? Apa sih yang kamu cari?" cecar Mami Ira tidak berhenti. "Mah, nikah itu satu kali seumur hidup. Jadi aku harus bener bener nyeleksi calon istri aku. Bukan asal comot doang kayak gorengan di pinggir jalan." Aldo langsung bangkit dari sofa, batal sudah dia menginap di rumah Mamahnya. Sudah tidak mood lagi jika dia tidur di rumah orang tuanya. Ketika Mamah Ira mau memanggil putranya, dia sudah dicegah terlebih dahulu oleh sang suami. "Biarin Mah." Randi dan Rani sudah pamit undur diri. Mereka mengerti suasana sudah tidak enak setelah Aldo keluar dari rumah. "Tau ah Pah. Pusing Mamah sama dia." Mamah Ira pun meninggalkan ruang keluarga menuju kamarnya. Sesampainya Aldo di dalam mobil, dia tidak menjalankan mobilnya. Dia menundukan kepalanya sejenak ke stir mobil. "Aarrghhh.." teriak Aldo di dalam mobil. Aldo langsung mengeluarkan mobilnya dari pekarangan rumah kedua orang tuanga. Dia butuh pelampiasan malam ini. Aldo langsung menancapkan gas mobilnya ketempat biasa dia menenangkan dirinya ketika keadaan seperti ini.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN