Sebulan kemudian, selepas shalat duhur saat para santri Ibtidaiah melaksanakan sekolah Diniah adalah waktu istirahat para kiai. Baik Abah Jaelani ataupun Abah Jaenudin siang ini tidak ada jadwal undangan mengaji. Kedua saudara itu duduk di ruangan kiai dan berdiskusi tentang keadaan para santri.
"Kalau ngandalin Ustad Tohir saja, sepertinya tidak akan mungkin, Kang," ucap Abah Jaenudin.
"Iya benar, apalagi sekarang Hasanah nggak mau berhenti main kalau udah sama Ustad Tohir. Mau dilarang nanti marah, nggak dilarang, yah, tugas mengajarnya terbengkalai," tutur Abah Jaelani.
"Maklum, Kang. Hasanah baru saja punya adik, mungkin butuh teman main, karena Ceu Masito kan sibuk ngirus Yusuf sekarang."
"Iya, Id. Apa kita perlu mengadakan perekrutan santri dewasa untuk jadi pengajar?" ujar Abah Jaelani.
"Nah, benar itu, Kang. Rekrut beberapa atau adakan seleksi untuk menjadi pengajar sekolah Diniah dan santri MTS yang belajar kitab Al-Ajurumiyah," ungkap Abah Jaenudin.
"Tapi, siapa yang sekiranya pantas menjadi pengajar Al-Ajurumiyah?" tanya Abah Jaelani.
"Gofur itu santri yang cukup lama, di sini sudah hampir dua tahun. Seharusnya dia sudah mampu menjadi pengajar adik kelasnya," ujar Abah Jaenudin.
"Jangan, Id. Akang teu yakin kalau Gofur yang ngajar." Abah Jaelani terdiam sejenak seolah memikirkan sesuatu.
"Id, kamu tahu kan, santri baru yang dari Subang, namanya Sinar?" tanya Abah Jaelani.
"Muhun, Kang," sahut Abah Jaenudin.
"Sinar itu walau baru beberapa bulan menjadi santri, tapi, Akang rasa dia sudah bisa dan pantas menjadi pengajar. Beberapa kali Akang lihat dia sedang menjelaskan ilmu pengetahuan dan tentang islam pada teman-temannya. Penjelasannya sangat bagus dan mudah dimengerti." Abah Jaelani menghela napas. "Akang juga sering lihat Sinar membereskan masjid membersihkan halaman pesantren saat tidak ada kegiatan belajar. Tindakannya patut dicontoh dan diberikan apresiasi," imbuh Abah Jaelani.
"Benar, Kang, saya setuju. Beberapa hari yang lalu juga saya tidak sengaja mendengar obrolan Sadi dan Gofur tentang Sinar. Ternyata selama ini Sadi sering merokok, hal itu tidak pernah ada yang tahu kecuali teman sekamarnya," tutur Abah Jaenudin.
"Astaghfirullah, benarkah seperti itu? Apa Ustad Tohir tidak pernah melakukan pengawasan?" tanya Abah Jaelani.
"Sadi sangat pandai menyembunyikan kesalahannya. Tapi, semenjak ada Sinar, dia berhenti merokok. Saya dengar obrolan Sadi dan Gofur, Kang," ujar Abah Jaenudin.
"Apa alasannya?" tanya Abah Jaelani.
"Alasan Sadi mendengarkan ucapan Sinar, katanya karena penjelasan Sinar tentang merokok sangat bagus dan mudah dipahani oleh Sadi. Saya tidak tahu persisnya seperti apa, tapi mendengar pengakuan Sadi, saya bisa menangkap bahwa Sinar adalah pemuda yang cerdas," tutur Abah Jaenudin.
Abah Jaenudin terdiam sejenak, pikirannya sepintas membayangkan bagaimana bisa dirinya mendengar obrolan Sadi dan Gofur.
***
Bersambung....