Morning Sunday ~

1178 Kata
Matahari mulai menyusup dari balik jendela. Tetapi, Rhea dan Oris masih terlelap tidur dibalik selimut. Hari minggu adalah hari paling mager untuk Rhea. Perlahan matanya terbuka. Rhea tersenyum saat orang yang pertama kali dilihatnya adalah Oris, pria yang sedang tertidur sambil memeluknya. Rhea menatap setiap garis wajah Oris yang tegas. Mata yang selalu ia rindukan, hidung yang selalu dia mainkan jika sedang belajar saat sekolah dulu, tiba-tiba matanya menatap bibir Oris yang sedikit berisi, bibir yang telah dicap sebagai ciuman pertama dirinya. Bibir yang dulu sering mengecup bibirnya. 'Kamu datang, disaat aku bener-bener sangat terpuruk Ris. Itu yang selalu buat kamu paling spesial dimata aku,' Rhea beringsut perlahan dan mengecup lembut bibir Oris seraya memejamkan matanya, kecupan yang cukup lama. Oris yang sebenarnya sudah terbangun tepat sebelum Rhea terbangun hanya terdiam, dan menikmati harum hembusan napas Rhea yang menerpa wajahnya. Mata mereka berdua perlahan terbuka hingga kedua iris itu saling bertemu satu sama lain. Kemudian, mata Oris kembali tertutup dan mencium lebih dalam bibir Rhea. Melumat dengan lembut dan intens. Oris melepas ciumannya sesaat, menarik napas dalam dan mengecup bibir Rhea singkat. "Kamu sekarang milikku, Rhea. Aku gak mau denger ratapan kamu lagi. Cukup lihat aku, dan jangan pernah melihat masa lalumu lagi," bisik Oris. Rhea mengangguk paham. "Jangan pernah ninggalin aku lagi Ris. Aku gak sanggup harus sendiri lagi," lirih Rhea. Oris kembali memeluk Rhea lebih erat. "Gimana kabar anak-anak GAS?" tanya Oris. Rhea membalas pelukan Oris lebih erat. "Mereka baik-baik aja. Cuma kamu yang tiba-tiba hilang dan gak ada kabarin kita semua." "Tapi sekarang aku kembali, cuma buat kamu Rhe." Tiba-tiba Rhea melonggarkan pelukannya, lalu menengadah menatap wajah Oris. "Ris, kamu kemana selama 10 tahun ini? Kenapa kamu gak hubungin aku?" Oris menunduk menatap Rhea. Sebelah tangannya menyingkirnya anak rambut di wajah gadis itu dan menyelipkannya di belakang daun telinga. "Aku kuliah di Harvard. Setelah lulus dari sana aku ditempatkan sama Ayah untuk ngelola perusahaan ayah di Amerika selama 6 tahun. Dan baru bisa kembali ke Indonesia bulan lalu," jelas Oris. "Bulan lalu? kamu udah di sini selama satu bulan?" tanya Rhea, Oris mengangguk. "Kenapa kamu gak nyari aku?" tanya Rhea lagi. "Aku nyari kamu loh Rhe. Bahkan aku ngerahin anak buah aku buat nyari kamu, tapi mereka gagal nemuin keberadaan kamu. Dan ... ternyata aku hanya harus menunggu waktu yang tepat aja. Buktinya, aku bisa ketemu kamu ditempat yang tak terduga sebelumnya." Rhea mengangguk paham, apa yang dikatakan Oris sangat benar. Mereka berdua bertemu tanpa rencana, tanpa tahu akan bertemu satu sama lain. Ketika Rhea sedang sangat terpuruk karena pernikahan sang mantan kekasih, dan Oris yang sedang menghadapi paksaan dari orang tuanya. Ya ... Oris baru saja dijodohkan dengan wanita pilihan Ibunya, perjodohan yang dilakukan demi menaikkan saham laboratorium milik ibunya. Wanita yang sejak dulu menjadi virus bagi anak-anak GAS. Tuti Maryati. *** "Mah, Oris udah bilang Oris gak mau dijodohin kaya gini. Oris punya pilihan sendiri. Mamah gak bisa kayak gini, mamah seperti menjual anak mamah sendiri demi perusahaan mamah. Oris gak mau mah!" tekan Oris dengan ponsel yang di tempelkan di telinganya. "Ris, mereka ingin kamu sebagai menantunya. Mereka akan menanam saham mereka pada laboraturium mamah, asal kamu mau menikahi Tuti. Ris, sekarang bukan saatnya memikirkan perasaan sendiri. Cinta bisa hadir setelah pernikahan," jawab Miranda ibu Oris dari seberang telepon. "Tapi Oris gak mau mah. Oris punya pilihan sendiri," tekan Oris. "Apa alasan kamu masih tetap Rhea? Oris kamu masih belum sadar juga?" Tanya Miranda. "Mamah bahkan udah tau alasan Oris, jadi Oris mohon jangan paksa Oris lagi." "Rhea sekarang bukan siapa-siapa Ris. Rhea gak punya apa-apa setelah kedua orang tuanya meninggal. Ngerti?" "Oris gak peduli status sosial. Mamah yang sekarang bukan mamah yang Oris kenal dulu. Mamah bener-bener berubah setelah papah meninggal," "Oris!!" bentak Miranda, namun Oris sengaja lebih dulu menutup teleponnya. Oris menggaruk kepalanya frustasi. Ia paling tidak ingin membantah ibunya. Miranda kini adalah satu-satunya orang tua yang Oris miliki. Pria itu sangat menyayangi Miranda. Namun, permintaan Miranda diluar perkiraan Oris itu, membuat Oris semakin tertekan. Tok... Tok... Tok... Terdengar suara ketukan dari luar kamar. Oris menoleh pada pintu lalu menaruh ponselnya di sembarang tempat. Pria itu berdiri dan berjalan membuka pintu. Dilihatnya gadis yang mengetuk pintunya itu tersenyum lebar seraya menarik tangan Oris untuk mengikuti dirinya ke meja makan. Semua makanan kesukaan Oris sudah tersaji diatas meja. Seketika, pria itu melupakan percakapannya dengan Miranda tadi dan hanya terfokus pada makanan yang sudah tersaji diatas meja makan. "Sejak kapan kamu bisa masak sendiri?" tanya Oris seraya mengambil ayam goreng dan menaruhnya di atas piring. "Sejak aku harus hidup sendiri. Hidup yang serba irit. Kadang aku mikir, kenapa dulu aku selalu menggantungkan hidup aku sama ayah dan bunda, kenapa aku dulu gak pernah berpikir jika aku dihadapkan pada keadaan seperti sekarang. Tapi aku bersyukur ko, aku bekerja dan menghasilkan uang sendiri untuk kebutuhan hidup aku," sahut Rhea. Oris bagai tersentil mendengar perkataan Rhea. Bagaimana jika dirinya harus menuruti permintaan sang ibu dan menikahi wanita pilihan ibunya itu. Oris menaruh sendok dan garpu yang di pegangnya lalu memejamkan matanya sesaat, sembari memijit dahinya yang mulai terasa sakit. "kenapa? makanannya gak enak?" tanya Rhea Oris menggelengkan kepalanya, lalu menatap Rhea dengan tatapan menerawang. "Kenapa sih Ris?" tanya Rhea yang mulai khawatir melihat tatapan Oris padanya. "Rhe, kalau aku ngajakin kamu nikah besok, kamu siap?" tanya Oris. Mata Rhea membelalak mendengar pertanyaan Oris yang tiba-tiba. Sendok yang sedari tadi digenggamnya terlepas dari genggaman jarinya dan terjatuh kebawah. "Rhe, aku serius. Aku yang akan urus semuanya, kamu hanya perlu datang ke kantor urusan agama sama aku dan melakukan pernikahan disana," cetus Oris. "Ris, kamu bener-bener gila!" sahut Rhea. "Rhe, please tolong aku sekali ini aja," mohon Oris. Rhea mengerutkan keningnya. "Tolong? Apa maksud kamu?" Oris menarik napasnya dalam-dalam lalu mempersiapkan diri untuk mengatakan alasannya pada Rhea. "Mamah akan menjodohkan aku sama Belia Adinoto demi saham di laboratoriumnya. Aku dipaksa nikahin cewek itu. Aku gak mau nikah dengan paksaan. Dan kamu tau siapa Belia Adinoto?" Rhea menggeleng pelan. "Dia Tuti Maryati, virus anak-anak GAS sejak dulu! Maka dari itu Rhe, aku mohon pertimbangkan permintaan aku," lanjut Oris. "Tapi aku gak mau nikah karena bukan didasari rasa cinta dan terpaksa," lirih Rhea. "Kamu yang paling tau, gimana perasaan aku sama kamu dari dulu bahkan sampai detik ini. Kita akan menikah bukan karena paksaan, karena itu aku bertanya sama kamu, apa kamu siap buat nikah sama aku besok? Aku tahu proses menikah gak singkat, tapi aku bisa jamin jika kamu menjawab iya, maka bisa dipastikan kita menikah besok. Aku akan meminta ijin sama atasan di tempat kamu bekerja untuk mengijinkan kamu satu hari tidak masuk kerja," jelas Oris. Rhea menatap Oris dalam diam. Setelah dikejutkan pernikahan mantan kekasihnya, Reyhan dan Calista. Kini dirinya dibuat kembali terkejut atas permintaan Oris. Sahabat kecilnya yang baru saja bertemu dengannya lagi. "Aku mau pulang sekarang, Ris. Aku harus memikirkan permintaan kamu matang-matang," sahut Rhea seraya pergi meninggalkan meja makan. Oris menatap punggung Rhea yang semakin menjauh, dan hilang dibalik pintu kamarnya. Pria itu mengeraskan rahangnya, dan merasa menyesal telah mengatakan hal itu pada gadis yang sangat dilindunginya. "Rhe ... " lirih Oris. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN