Oris dan Rhea berhenti tepat dipelataran parkir mobil. Oris yang berjalan lebih dulu menekan tombol Keyless Entry ditangannya. Sebuah mobil sport hitam menyala berkedip, Oris berjalan ke mobilnya diikuti Rhea dari belakang.
Pria itu berbalik dan menunggu Rhea yang masih berjalan tertatih akibat heels yang dikenakannya. Saat tiba, gadis itu langsung masuk ke dalam mobil yang pintunya sudah dibukakan oleh Oris lalu kembali Oris tutup saat Rhe sudah duduk di kursi penumpang.
Oris berputar kedepan dan membuka pintu mobil seraya masuk menduduki kursinya lalu menutup pintu sisi pengemudi.
Oris menoleh ke arah Rhea yang sedang tertunduk. Ia sudah sangat hafal sifat Rhea tak ingin menanyakan apapun pada gadis itu dan segera membawanya pergi keluar dari hotel.
"Ris ... " lirih Rhea.
Oris hanya menoleh sesaat pada gadis di sampingnya lalu kembali memfokuskan diri pada jalanan yang cukup lengang saat ini.
"Kamu bisa bertanya atau jelasin sama aku setelah kamu merasa lebih tenang," cetus Oris.
Rhea kembali terdiam. Disatu sisi dia senang karena sahabat yang sangat dia rindukan telah kembali. Tetapi disatu sisi, rasa sakit dihati masih terasa lebih mendominan dari rasa senangnya. Rhea menatap telapak tangan yang sudah menampar Reyhan. Matanya kembali memanas, lalu dua tetes air mata terjatuh diatas telapak tangannya.
Tiba-tiba, satu tangan besar menggenggam tangan Rhea yang sedari tadi ditatap olehnya. Melihat itu, Rhea semakin terisak dan menangis sejadi-jadinya.
"Gue benci sama lo, Reyhan. Gue benci banget sama lo!! Lo udah buat gue melayang dan seketika itu juga lo buat gue terjatuh hingga ke dasar bumi. Semua yang lo janjikan sama gue, bohong belaka. Lo emang gak berguna, lo emang kadal mesir!" maki Rhea disela tangisannya yang meledak-ledak.
Oris hanya tersenyum tipis mendengar semua makian yang terlontar dari dari mulut Rhea. Gadis yang selama ini Oris rindukan, yang Oris cari-cari semenjak dirinya tiba di Indonesia kembali, kini berada disisinya. Sangat banyak pertanyaan yang ingin Oris tanyakan, namun pria itu menahannya.
Mobil pria itu berhenti tepat dihalaman parkir sebuah apartement mewah. Rhea menghapus air matanya lalu keluar dari mobil saat pintu penumpang dibukakan oleh Oris.
"Dimana ini?" tanya Rhea.
"Apartemen aku," jawab Oris.
Rhea pun mulai melangkahkan kakinya, mengekor dibelakang Oris memasuki lift hingga mereka tiba di lantai empat apartemen dan lift pun terbuka.
Oris meraih tangan Rhea lalu menuntunnya hingga tiba di depan pintu apartemen.
"Apartemen siapa ini?" tanya Rhea.
Oris hanya menoleh sesaat lalu menyentuhkan jari telunjuknya disensor kunci sidik jari.
Ceklek...
Oris lalu memegang gagang pintu dan menariknya. Saat masuk, Rhea disuguhkan berbagai bingkai foto dirinya dari yang terbesar hingga yang terkecil. Rhea bahkan membelalakkan matanya saat melihat foto dirinya saat kelulusan SMA dulu dicetak sangat besar.
Oris berlalu menuju dapur untuk mengambilkan minum untuk Rhea.
"Ris, kamu maniak," celetuk Rhea.
Oria yang sedang meminum minuman dingin dari botol hampir tersedak dan menatap tajam pada Rhea yang masih berdiri.
"Hayalanmu terlalu jauh, Mahardina." Oris berjalan membawakan minum untuk Rhea yang disambut oleh gadis dihadapannya saat ini.
Oris duduk disofa ruang tengah sambil meminum kembali minuman dinginnya.
"Rhe, kamu gak akan duduk?" tanya Oris.
Rhea yang kembali tersadar dari pikirannya menoleh pada Oris dan duduk tepat disisi Oris.
"Kamu di mana sekarang?" tanya Oris tanpa basa-basi.
Iris mereka saling bertemu. Rasa rindu yang amat sangat dalam semakin menyeruak. Tiba-tiba saja Rhea beringsut dan memeluk Oris erat-erat. Oris membalas pelukan Rhea seraya mengusap punggung Rhea berkali-kali.
"Apa yang sebenarnya terjadi sama keluarga kamu? Aku datengin rumah kamu yang dulu, tapi disana bukan keluarga kamu lagi yang huni," tanya Oris masih memeluk Rhea.
"Bunda sama Ayah mengalami kecelakaan dan meninggal ditempat kejadian, Ris," sahut Rhea lirih.
Oris melepas pelukannya. Matanya membelalak dan menatap Rhea meminta penjelasan.
"Bercanda kamu gak lucu loh, Rhe," ujar Oris yang berusaha menolak mempercayai ucapan Rhea.
Namun, melihat tatapan nanar dari mata Rhea membuat Oris semakin yakin, jika yang diucapkan Rhea benar.
"Kapan bunda sama ayah meninggal?" tanya Oris lagi.
"Tepat setelah aku lulus kuliah."
"Terus, ka Bima sama ka Sasa di mana?"
"Mereka udah bukan keluarga aku lagi. Semenjak ayah dan bunda meninggal, yang mereka ributkan hanya warisan. Bahkan sampai detik ini, mereka gak pernah nemuin aku atau bahkan nyari keberadaan aku," jelas Rhea.
"Kamu tinggal dimana sekarang?"
"Aku beli apartment kecil di Greenpark apartment dari uang warisan yang mereka kasih sama aku,"
Oris memperhatikan setiap penjelasan yang Rhea katakan. Sesekali Rhea terlihat sedih saat menceritakan perjalanan hidupnya setelah kedua orangtuanya meninggal.
"Kamu kerja?" tanya Oris.
Rhea mengangguk.
Oris menarik kembali Rhea kedalam pelukannya. Pria itu merasa bersalah karena saat Rhea terpuruk, Rhea harus melewatinya sendirian.
"Rhe, maafin aku. Maaf karena aku baru datang sekarang," lirih Oris.
"Kamu dateng disaat yang bener-bener tepat Ris. Saat aku merasakan rasa sakit yang teramat sakit, ketika aku harus ngeliat sendiri Reyhan dan Calista nikah," sahut Rhea.
***
Malam ini, Rhea memilih tidur di apartment Oris. Kini, pakaian dress merah yang digunakannya untuk menghadiri pesta pernikaha mantan kekasihnya itu sudah berganti dengan kaos kebesaran milik Oris yang terlihat seperti rok saat dipakai Rhea.
Rhea yang sejak dulu sudah biasa tidur bersama Oris, memilih tidur satu ranjang yang disetujui oleh Oris. Rhea menyelusup masuk kedalam selimut yang dikenakan Oris tanpa rasa canggung.
Mereka berbaring berdampingan seraya menatap langit-langit kamar yang sudah meremang.
"Siapa Reyhan?" tanya Oris tiba-tiba.
Rhea sudah sangat yakin, Oris akan membahas kejadian di ballrom hotel tadi. Gadis itu hanya tersenyum ketika dirinya harus kembali diingatkan dengan kenyataan pahit yang baru saja dihadapinya.
"Dia orang yang sempat menyayangi aku seperti kamu Ris," lirih Rhea.
Tanpa bisa gadis itu tahan, air mata menetes dari kedua sudut matanya tanpa Oris sadari.
"Beberapa hari yang lalu, kita putus ketika Reyhan memberi surat undangan pernikahannya," lanjut Rhea.
"Berapa lama kamu berhubungan sama dia?" tanya Oris.
"Dua tahun, dan itu bakal jadi kenangan terindah yang bakal aku kubur sama kenangan pahit tentang dia. Sakit hati? Sangat. Cewek mana yang gak sakit hati ditinggal pas lagi sayang-sayangnya. Padahal, hubungan aku sama dia biasa aja. Gak ada tingkah dia yang bikin aku berpikir dia selingkuh atau apapun. Tapi nyatanya, perlakuan dia sama aku selama ini cuma settingan. Dia pura-pura sayang sama aku, cuma buat nyakitin aku kaya sekarang," sahut Rhea panjang lebar.
Oris menoleh kesamping dan menatap Rhea yang masih menangis tanpa terisak. Tangan Oris menyentuh sudut mata Rhea dan menghapus air mata gadis itu, laku tersenyum tipis.
"Kamu tau Rhe? Sejak dulu sampai sekarang, perasaan aku sama kamu gak pernah berubah. Dan sekarang, aku denger ada orang yang nyakitin kamu, malah aku ngerasa cemburu," ujar Oris seraya menatap dalam sisi wajah Rhea.
"Kenapa?" tanya Rhea.
"Karena seharusnya aku yang ada diposisi itu, biar kamu gak akan pernah ngerasain sakit hati kaya sekarang," sahut Oris.
***