Part 10

1541 Kata
Kringgggggggggggggggggggggggggggggg     Dengan mata tertutup Rain meraba raba meja di samping tempat tidurnya untuk mengambil jam beker dan mematikan suaranya yang nyaring.     Rain mengucek kedua matanya bergantian lalu menguap sambil menggeliatkan badannya. “Hoamzzzzzzzzzz.”     Bangun pagi hari ini hal yang pertama kali Rain lihat adalah handphonenya . Dia sedang menunggu Radafa mengirim sebuah pesan singkat untuknya.     Rain tersenyum saat ia temukan satu notifikasi  pesan di layar handphonenya.     Radafa Alfaried Rayhan   Jam 10 harus udah siap. (08.00)   Anda   Pagi Radafa   Iya, sebelum jam 10 pun Rain pasti udah siap (08.50)     Rain menutup benda pipih tersebut dan menaruhnya kembali ke tempat semula. Ia pun  bersiap ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya.     20 menit berlalu dan Rain sudah keluar dari kamar mandi, sekarang giliran Rain memilih baju yang pas untuk pergi bersama Radafa nanti. “Semoga hari ini menyenangkan.” Gumamnya.     ”Udah siap.” Ucap Rain sembari melihat dirinya di cermin lemarinya. Hari ini, Rain memilih memakai plaid mini skirt berwarna biru putih kotak kotak dan sweater dengan warna biru langit serta Rain juga memakai sepatu sneaker ulzzang berwana putih yang sangat serasi dengan outift casualnya. Sementara rambutnya, Rain biarkan tergerai.     Rain masih tersenyum melihat penampakan dirinya di cermin, sampai ia tersadar dan mengambil handphonenya yang ternyata berbunyi.       Radafa Alfaried Rayhan   Gue udah nyampe. (10.00)     “Radafa ternyata tepat waktu banget.” Gumam Rain. Tanpa membalas pesan tersebut, Rain dengan segera turun  ke bawah  untuk menemui Radafa.     Saat Rain sudah ada di bawah, ia melihat Radafa sedang duduk di kursi tamu sambil mengobrol bersama dengan Rani. “Radafa.” Ujar Rain seraya memegang erat tali slim bag nya.     Seperkian detik Radafa terdiam melihat Rain yang sudah ada di hadapannya.     Cantik. Batin Radafa.     “Mmm.. Rain udah siap. Ayo berangkat.” Ajak Rain gugup.     Radafa pun bangkit dari tempat duduknya dan pamit pada Rani sembari menyalimi tangan Rani. “Tante, Radafa sama Rain pergi dulu ya.” Ucap Radafa sopan.     Rani mengangguk dan tersenyum. “Iya hati hati ya, tante titip Rain.”  Balas Rani yang dibalas anggukan paham oleh Radafa.     “Mah, Rain pergi ya. Assalamualikum.”     “Waalaikumsalam.”     Radafa sudah menjalankan motornya, karena hari libur jalanan ibu kota pagi ini pun lenggang.     “Radafa, kita mau pergi kemana ? “ Tanya Rain sedikit berteriak. Tapi tak ada respon dari Radafa     “Radafa!!!”     “Huuh, Radafa nyebelin.” Gerutu Rain.     Selalu tak pernah Rain sadari kali ini Radafa sedang melihatnya lewat kaca spion motor. Lucu sekali Rain, bibirnya mengerucut ditambah helm yang membuat pipi Rain terlihat chubby. Ingin rasanya ia cubit pipi Rain itu. Haha.     “Nyampe.” Kata Radafa. Ia melepaskan helmnya.     Rain memperhatikan tempat yang mereka tuju ini. Rain menautkan alisnya “Sea world?”     Radafa mengangguk dan memegang tangan Rain dengan lembut. “Ayo.” Ajak Radafa.     Jantung Rain kembali berdegup kencang, dia bingung ada apa dengan jantungnya ini. Kenapa selalu berdegup kencang saat bersama dengan Radafa.     “Mmm... Radafa tunggu dulu.”  Radafa pun menoleh, ekspresi wajahnya eperti bertanya ‘ada apa?’     “Kayanya kita  ga usah pegangan.” Ucap Rain tak enak. Radafa hanya mengangguk dan melepaskan pegangannya itu. Mereka pun berjalan bersama memasuki Sea World tanpa berpegangan tangan.     “Wahhh.... Radafa liat itu ikannya banyak banget.” Ucap Rain takjub.     “Radafa Radafa, liat  deh itu ikan apa? Ko mulutnya gitu?” Tanya Rain sambil menunjuk nunujukkann jarinya.     “Itu hiu martil.”     “Oh... terus itu ikan apa? Tanya Rain lagi saat mereka sudah berada di Antasena Tunnel Aquarium, dimana ini adalah terowongan kaca dengan panjang 80 meter yang selalu padat merayap jika sedang  ada peak season.     “Rain, lo bisa baca kan?” Tanya Radafa.     “Ya, Rain bisa baca ko. Emang kenapa? Radafa ko nanya itu?”     “Di setiap sisi terowongan ada papan informasi , lo bisa cari tahu di situ tentang jenis satwa yang lagi lo liat.” Radafa menjawab dengan datar. “Oiya, Rain lupa. Hehehe.”    Kini sampailah mereka di Touch Pool, kolam kecil terbuka yang berisi ragam ikan kecil dan bintang laut. Di tempat ini juga diperbolehkan untuk menyentuh satwa - satwa, tapi tentu saja harus mengikuti aturan yang ditetapkan. “Radafa, Rain mau megang  ikan itu.” Pinta Rain.     “Jangan.” Ucap Radafa.     “Lho, kenapa? Pengunjung yang lain pada boleh tuh megang ikan yang ada di situ. Mereka sampe ngangkatin ikannya lagi.     “Rain, ga seharusnya lo ngikutin kelakuan mereka. Lo liat kan ada peringatan jangan diangkat dan dikelurkan? Mereka semua melanggar itu.” Jelas Radafa. Rain menunduk mengangguk paham, membuat Radafa merasa bersalah sudah melarangnya.     “Rain, tapi lo cuma mau megang doang kan?” Tanya Radafa lembut, Rain mengangguk cepat.     “Ayo.” Ajak Radafa. Dengan sangat antusias Rain pun berjalan mengikuti Radafa.     “Radafa, ikannya lucu banget.”     “Radafa yang ini gemes banget ya.”     “Radafa, yang ini juga lucu.” Rain berceloteh tiada henti, matanya berbinar saat mengelus dan melihat berbagai macam ikan kecil di sini.     Sudah 2 jam Radafa dan Rain menghabiskan waktunya di Sea World. Karena mereka sudah puas bermain di sana, Radafa pun memutuskan untuk mengajak Rain ke tempat kedua.     “Rain, kita ke tempat kedua.” Ucap Radafa.     “Kita mau kemana lagi?”     “Ikut aja.”   Di sepanjang perjalanan, Rain benar benar tidak bisa menyembunyikan kebahagiannya. Ia terseyum, manis sekali. Radafa yang diam diam memperhatikan Rain dari kaca spionya pun ikut mengukir senyuman yang tipis.     “Nyampe.” Ujar Radafa     Rain mengedarkan pandangannya “Kota Tua?”     “Iya.”     Rain turun dari motor dan merapihkan rambutnya yang sedikit berantakan.  “Radafa ayo kita mulai.”     Radafa dan Rain mulai berjalan melihat lihat bangunan museum fatahillah, di sana mereka banyak menjumpai manusia batu yang menyerupai patung patung pahlawan, ada juga yang menyerupai noni belanda dan manusia levitasi lainnya.     Rain berhenti saat melihat manusia levitasi itu, ah... manusia itu menyerupai seorang tokoh dalam wiracarita Mahabrata, yappp benar dia adalah Gatot Kaca. Jika melihat di cerita cerita yang di filmkan, Gatot Kaca ini selalu tampil dengan aksi aksi heroiknya. Namun kali ini berbeda,  si Gatot Kaca itu hanya tersenyum sembari membentangkan selendeng sebalah kanannya saja.     Jarak Rain semakin dekat pada manusia levitasi itu. “Sini dek, kalo mau foto jangan sungkan sungkan ya.” Sapa Gatot Kaca itu ramah, membuat Rain tersenyum.     Rain beralih menatap Radafa, raut wajahnya seakan meminta izin pada Radafa agar ia diperbolehkan untuk mengambil foto bersama manusi levitasi itu.     “Gih. Gue yang fotoin.” Ujar Radafa dan Rain pun teriak kegirangan. “Yesssss!”     Radafa mengambil posisi sebagai fotografer dadakan sekarang, hanya bermodalkan handphone yang ia bawa, Radafa pun dengan fokusnya mengabadikan foto Rain.     Hasil foto yang sudah ia ambil tak langsung ia tunjukkan pada Rain, meskipun tadi Rain sempat ingin melihat foto fotonya sampai sampai Rain menuduh Radafa bahwa ia gagal mengambil foto Rain dalam artian hasilnya burem ataupun tak bagus.     “Radafaaaaaaaaaaa..... Liat itu ada sepeda. Ayo kita kesana.” Teriak Rain antusias, seraya menarik tangan Radafa dan membawanya ke lapangan fatahillah untuk menyewa sepeda.     “Radafa, Rain mau sepeda yang ini.” Rain menunjuk sepeda onthel berwarna biru langit, kesukaanya.     Radafa menggaruk tengkuknya. “Rain, lo kan pake rok.” Ujar Radafa mengingatkan.     Ah.... Rain lupa, kenapa juga ia harus memakai rok. Eh, tapi masih ada Radafa. Ia bisa dibonceng oleh Radafa.     “Radafa bonceng Rain yaa, plis.....” Bujuk Rain sambil mengedip ngedipkan matanya, dengan maksud agar Radafa bisa luluh. Dan ternyata benar saja, Radafa pun mengiyakan permintaan Rain. Ia  menyewa sepeda onthel berwarna biru langit sesuai dengan yang Rain mau.     “Radafa, Rain mau pake ini dulu.” Ucap Rain yang sudah memegang topi bundar yang disediakan di sepeda onthel tersebut.     “Gimana? Bagus ngga? Rain ngga aneh kan pake topi ini?”     Lo cantik Rain. Batin Radafa.     “Ngga.”     Rain membulatkan matanya. “Maksud Radafa ngga itu apa? Ngga bagus gitu?”     Radafa memutar bola matanya malas. Radafa akui dalam hal pelajaran Rain itu sangat cerdas, namun dalam hal menanggapi ucapan orang dia itu lamban. Duh, dia jadi teringat sewaktu Varo berkata bahwa dirinya dengan Rain sudah jadian, dan dengan tampang polosnya Rain malah bertanya apa yang dimaksud dengan jadian. Rain... Radafa sangat gemas.     “Lo ga aneh Rain kalo pake topi itu.” Balas Radafa.     “Oh......... terus, Rain cantik ngga?”     “Buruan naik, lo mau gue tinggal?” titah Radafa.     “Iya iya Radafa, Rain naik.”     Rain menaiki sepeda onthel itu dengan posisi duduk yang miring, sambil berpegangan pada baju Radafa karena takut dia jatuh.     “Radafa, Rain seneng banget.” Ujar Rain. Saat Radafa sedang mengayuh sepedahnya secara tidak sengaja ia melindas batu hingga membuatnya oleng dan reflek Rain pun yang tadi hanya memegang baju Radafa berganti dengan memeluk Radafa seraya menutup wajahnya ditubuh Radafa. Beruntung Radafa bisa menyeimbanginya kembali, ia tak terjatuh.     Radafa melihat kedua tangan kecil yang sedang meligkari perutnya dan merasakan wajah Rain bersandar pada tubuhnya, biar Radafa tebak Rain pasti ketakutan. Sayang sekali Radafa tidak bisa melihat bagaimana ekpresi wajah ketakutan Rain tadi. Pasti sangat menggemaskan. Pikirnya.     30 menit lamanya Radafa dan Rain mengelilingi Kota Tua ini menggunakan sepeda, mereka berhenti karena memang mereka sudah puas.     “Radafa.” Panggil Rain.     “Radafaaaaaaaaaaaaa.” Panggil Rain berteriak karena Radafa tak juga menggubris Rain.     “Apa?”     “Radafa, Rain laper.” Ujar Rain polos.     “Yaudah, kita cari tempat makan ya.”   “Iya Radafa.” Rain mengikuti Radafa, dan Radafa berhenti di salah satu tempat makan bernama Kedai Seni Djakarte. Sudah memelih tempat duduk, mereka pun langsung memilih menu makanan yang akan dimakan nanti.     “Rain, lo mau apa?’ Tanya Radafa pada Rain yang sedang melihat lihat daftar menu.     “Rain mau ini, ini sama ini.” Balas Rain, ia menunjukkan menu Soto Betawi plus nasi, air mineral dan rujak buah.     “Lo pesen rujak buah?”     “Iya Radafa, Rain pengen itu.”     “Oke.”     ****   “Radafa.”     “Em?”     “Makasih buat hari ini.”     Radafa menoleh ke samping Rain, ia membuka jaketnya dan memakaikannya ke tubuh mungil Rain. Rain, ia tersenyum hangat mendapat perlakuan seperti itu.     “Iya, sama sama.”     “Radafa, liat deh langitnya. Banyak bintangnya ya.” Ujar Rain. Ya, Rain dan Radafa sedang duduk menyila di lapangan fatahilla sembari melihat bintang dan menikmati semilir angin kota Jakarta.     “Radafa mau tau ga bintang yang paling terang itu siapa?”     “Siapa?”     Dengan bibir yang masih tersenyum menatap langit Rain menjawab. “Itu Papah Rain.”     Radafa, lelaki itu melihat Rain dari samping serta memberanikan diri untuk memegang pundak Rain untuk kemudian ia rapatkan ke tubuhnya. Rain sempat terkejut, tapi dengan lembutnya Radafa mengarahkan kepala Rain untuk bersandar di bahunya.   Nyaman. Mungkin kata itu yang bisa Rain ungkapkan  sekarang. “Radafa. Makasih banyak, Rain senang sekali hari ini.”     TBC
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN