“Gio tunggu dulu” Levia sesegera mungkin menyambar tangan pria yang memiliki langkah lebar yang membuatnya hampir tertinggal jauh. Sangat sulit mengimbangi Gio ketika berjalan.
Gio menghentikan langkahnya dan memutar tubuhnya ke belakang. Ia melihat Levia berdiri tepat di belakangnya dengan napas terengah-engah. Terbesit dalam pikirannya mungkin ia terlalu bersikap kasar pada wanita yang sempat menjadi penghuni hatinya. Dan saat ini mungkin masih tersisa tempat itu, walaupun ia masih ragu.
“Sory, sikap aku terlalu kasar” ucap Gio pelan. Ia berusaha melepaskan tangannya dari genggaman Levia.
Levia tersenyum lebar, rasa lelahnya setelah mengejar pria itu seketika menghilang karena sikap Gio melunak.
Gadis itu maju satu langkah agar semakin dekat dengan Gio. “Jangan minta maaf, wajar kamu begitu. Tapi aku mohon kamu mau maafin aku dan kita bisa dekat kayak dulu lagi” ucap Levia dengan penuh harap.
Gio seakan terhipnotis dengan suara lembut yang sudah lama tidak ia dengar. Levia pacar pertamanya dan sangat wajar jika segala sesuatu tentang wanita ini terkadang masih Gio ingat. Begitu juga kenangan pahit terus mengikuti.
Tidak mendapat jawaban dari sosok pria di hadapannya, dengan berani Levia melingkarkan tangannya pada pinggang Gio, wajahnya menelusup di d**a bidang pria itu, ”Gi, aku kangen banget sama kamu” bisiknya lirih. Ia mengirup wangi tubuh Gio yang sudah lama tidak ia lakukan. Wanginya masih sama, begitu maskulin dan menggoda.
Gio membeku, sentuhan fisik ini membuat tubuhnya menegang. Ia hanya diam, tangannya tidak mampu bergerak bukan untuk membalas pelukan wanita itu, tapi sekadar menjauhkan tubuhnya dari dekapan Levia. Ia tidak suka posisi seperti ini, apalagi berpelukan di tempat umum.
Belum selesai keterkejutannya dengan Levia, Gio kembali terperangah melihat sosok di hadapannya. Seseorang yang sedang menatap heran. Bukan, lebih tepatnya tatapan menggelikan melihat dirinya yang tengah dalam pelukan seorang wanita. Gio tidak menyangka, situasi canggung menghampirinya sekaligus.
Levia mendongak, melepas pelukannya. Ia melihat Gio menatap terkejut ke arah depan, sehingga ia otomatis membalik tubuhnya, mencari tahu ke mana arah pandangan Gio terfokus hingga membuat dirinya terabaikan oleh seorang Gio.
“Siapa dia? Orang yang sama dengan yang aku lihat di bandara kan? Kenapa kamu lihatnya kayak gitu sih, Gi” tanya Levia pelan.
Gio terkesiap, “Sera..!” Perhatiannya bukan kembali pada Levia justru pada Sera yang masih berdiri beberapa langkah dari tempat ia berdiri sekarang.
Sera bukannya membalas sapaan dari Gio, ia justeru kembali melanjutkan langkahnya masuk ke dalam kafe tempat kumpul Gio dengan teman-temannya. Ia juga punya urusan sendiri jadi tidak perlu mengurusi Gio yang sedang berpelukan dengan seorang wanita.
“Gio, kamu denger aku ngomong nggak sih? Dari tadi dikacangin terus, sebel” Levia menghentakkan kakinya karena kesal.
Gio menoleh ke arah Levia. Ia benar-benar bingung, situasi ini membuat ia tidak bisa berpikir dengan baik. Apa yang harus ia lakukan. Ia ingin pergi dari Levia namun hatinya ingin masuk kembali masuk ke dalam kafe. Tapi ia juga bingung untuk apa ia ke sana lagi? Apa untuk menemui Sera? Tapi alasannya apa? Itulah pertanyaan yang terus bergulat dalam pikirannya.
“Aku harus pergi. Lain kali kita bahas apa pun yang ingin kamu katakan. Oke” Gio kembali ke mobilnya. Ia ingin menenangkan pikirannya yang kacau. Entah karena kehadiran Levia kembali atau karena Sera yang melihatnya dipeluk oleh Levia.
Kepalanya tertunduk di atas kemudi mobil. Gio mengerang kesal, “Si@ll! Gue kenapa sih? Nggak biasa ngerasa bod0h kayak gini” ucapnya dengan emosi. Ia benci pada dirinya sendiri karena bingung dengan apa yang terjadi padanya.
Di tempat lain, Sera duduk bersama teman baiknya di tempat kerja bernama Gadis, salah satu host untuk tema kuliner. “Lo kenapa Ser dari tadi gue perhatiin lo kayak mikirin sesuatu? Ada masalah?” tanya Gadis yang memperhatikan Sera sejak tadi lebih banyak diam.
Sera menggeleng pelan, “Nggak kenapa. Gue lagi mikirin tawaran si bos buat balik siaran di studio”
“Maksud lo bawain berita malam?” Gadis tahu desas desus soal penggantian Lina di berita malam karena harus pindah mengikuti suaminya ke Jerman.
“...” Sera mengangguk. “Bingung gue, sumpah”
“Bagus dong, lo nggak usah kelapangan lagi. Lebih enak kerja di ruangan ber Ac kan dari pada harus panas-panasan atau kehujanan. Biar kulit makin putih dan glowing” ujar Gadis.
“Bukan itu masalahnya. Kalau gue terima, nggak ada hal yang bisa gue eksplore lagi. Kalau misalnya pindah ke acara explore tempat gue pasti langsung mau nggak isi babibu lagi” Sera bukan tipe orang yang selesai siaran kemudian bersantai. Ia suka tantangan, melakukan banyak hal dan mencari pengalaman baru. Walaupun kadang berbahaya. Selain itu, ia ingin menyibukkan diri sampai ia tidak sempat lagi memikirkan hal yang mengganggu pikirannya.
“Lo kok aneh sih. Giliran cewek lain lomba-lomba nyari kerjaan yang enak nggak banyak kena polusi, lo malah menjerumuskan diri. Jangan cuma fokus sama kerjaan, jodoh jangan lupa fokus juga nyarinya”
Sera memutar bola matanya, “Kenapa nggak lo aja fokus buat nikah. Kan calon udah ada. Tunggu apa lagi?” tantang Sera balik.
Gadis tersenyum lebar dan mengangkat sedikit dagunya “Tenang, tahun depan lo akan jadi bridesmaid gue” ucapnya dengan bangga.
“Weeh, sombong nih. Tapi amin, semoga rencana lo lancar deh, Dis”
Gadis memperhatikan sekelompok orang yang duduk tidak jauh darinya, yang terus melihat ke arah ia dan Sera duduk. Sera melihat Gadis menatap ke belakangnya dengan kening mengkerut.
“Kenapa lo?” Sera ikut menoleh ke belakang. Di sana ada Ronan, Irene, Dion, Feri dan Levia.
Sera dan Gadis saling bertukar pandang, “Lo kenal sama mereka?” bisik Gadis.
“Nggak, tapi cewek yang satunya kayak gue pernah lihat. Tapi di mana ya?” Sera terdiam, metanya membulat saat ingat sesuatu. Ia kembali menoleh ke belakang
“Oh shiitt! Itu cewek yang meluk Gio. Bajunya sama, walaupun nggak terlalu terang tapi mata gue nggak salah liat” pikirnya.
“Lo inget siapa?” tanya Gadis lagi.
“Cewek yang baju merah, pacar temen gue. Sisanya gue nggak kenal” jawab Sera.
“Gila, emang cantik banget aslinya” seru Dion.
Fery mengangguk cepat, “Iya benar. Duh mimpi apa gue semalam bisa ketemu Sera yang biasanya lihat di tv”
“Gue sebagai cewek mengakui sih kalau dia emang cantik” kini giliran Irene mengakui kekagumannya terhadap Levia.
“Coba ada Gio kalian bisa kenalan langsung. Sayang, mungkin belum rejeki lo” ledek Ronan.
Levia yang sejak awal dongkol karena sikap Gio, kini bertambah kesal karena empat orang temannya memuji Sera begitu berlebihan. Apalagi ia ingat kalau keluarga Gio mengenal Sera.
“Siapa sih dia? Apa hubungannya sama Gio?” tanya Levia ketus.
“Hanya teman kok. Bukan, mungkin di sebut keluarga” jawab Ronan tenang.
~ ~ ~
--to be continue--
*HeyRan*