B E. Part 1a
Gio bersama keluarganya yang lain tengah fokus pada prosesi pernikahan adiknya yaitu Rea dengan Jouvan. Ia tersenyum bahagia akhirnya kisah cinta pertama penuh liku Rea bersama pria pilihannya akhirnya berlabuh di pelaminan. Menjadi saksi kisah penuh hari keduanya membuat Gio ikut hanyut dalam situasi penuh hari.
Ketika pandangannya lurus ke depan, sebuah isak kecil mengganggu pendengarannya. Gio mencari sumber suara yang terdengar sangat dekat dengan tempatnya berdiri. Di tempat itu hampir semua menitikan air mata tapi suara ini terdengar tidak asing di telinga seorang Gio. Ketika sosok yang di cari ternyata ada tepat di sebelahnya, Gio mengernyit heran. Sebuah pemandangan aneh yang belum pernah ia lihat.
“Nih pakai. Ingus lo tuh bleber kemana-mana. Dasar cewek jorok!” Gio memberikan sebuah sapu tangan untuk gadis yang menangis di sebelahnya. Sejak tadi ia memperhatikan gadis di sebelahnya menangis. Bukan ikut sedih, hanya saja ini pertama kalinya melihat menangis. Biasanya sikapnya selalu barbar, siapa lagi kalau bukan Sera Caitline Gunawan.
Sera menatap benda yang di berikan Gio, “thank.” ucap Sera sembari menerima pemberian Gio. Ia sama sekali tidak membalas ejekan dari Gio. Jangan kan marah, melihat wajah Gio saja tidak.
Gio mengernyit heran, “Tumben kalem ni cewek. Jangan-jangan salah makan.” pikirnya.
Suasana penuh haru saat Jouvan dan Rea mengucap janji suci pernikahan. Semua yang hadir ikut larut dalam suasana haru. Mengingat bagaimana perjuangan keduanya hingga mampu berdiri di depan altar, mengucap janji setia sehidup semati.
Gadis bernama lengkap Sera Caitline Gunawan berumur 26 tahun tidak bisa menahan air matanya. Padahal ia bukan tipe wanita cengeng yang bisa dengan mudah mengeluarkan air mata. Namun, hari ini entah kenapa ia tidak bisa menahan gejolak dalam hatinya. Mungkin saja haru melihat Rea di serahkan oleh Putra kepada Jouvan. Atau mungkin sedih karena kejadian beberapa waktu lalu.
Sera melirik ke arah Raka yang sedang fokus menatap ke arah mempelai yang berdiri di altar. Tiba-tiba hatinya nyeri, mengingat ucapan pria yang selama lebih dari 3 tahun ia pertahankan dalam hatinya.
= = = =
“Sera, kamu lagi di mana?” pertanyaan seketika meluncur dari bibir Raka saat Sera menerima panggilan teleponnya.
“Baru sampai di Galaxy Media. Abis liputan ke lapangan. Kenapa?” tanya Sera heran.
“Aku jemput kamu ya. Ada yang mau aku bicarakan sama kamu” tanpa menunggu jawaban dari Sera, Raka memutus sambungan teleponnya.
Sera mengernyit heran karena tumben Raka menghubunginya hanya untuk menanyakan ia sedang berada di mana. Biasanya Raka mencarinya jika minta di temani ke suatu tempat atau hanya untuk menemaninya makan.
Raka dan Sera sedang duduk di meja Little Grass Cafe and Bakery. Keduanya memilih duduk di rooftop dan sangat kebetulan suasana sedang tidak terlalu ramai. Setelah memesan makanan, Raka menatap Sera yang duduk di hadapannya dengan serius.
“Kenapa sih kamu liat kayak begitu? Mau bikin aku Geer?” celetuk Sera.
“Bercanda terus, aku mau ngomong serius sama kamu. Jadi dengar baik-baik.”
“Iya buruan kalau begitu. Sebenarnya aku lagi capek banget. Tapi demi kamu, aku rela harus menahan remuk ini badan.” ucapnya sambil mengedip jail.
Ada rasa bersalah yang tiba-tiba muncul di hati Raka setelah mendengar ucapan gadis itu. Tapi tekadnya sudah bulat untuk mengatakan semuanya pada Sera. Demi Sera dan juga dirinya sendiri.
“Kamu bisa berhenti buat suka sama aku? Jangan pernah memupuk rasa cinta yang nggak bisa aku balas. Kamu berhak bahagia Sera tapi nggak sama aku.” ucap Raka dengan hati-hati.
Saat akan siap menjawab, seorang karyawan datang membawa pesanan keduanya.
“Makasih Mbak.” ucap Sera ramah.
Sera mengambil minuman miliknya dan meneguk hingga tersisa setengahnya. Untung saja yang ia pesan minuman dingin, jika minuman panas maka meledaklah otaknya sekarang.
Raka hanya diam memperhatikan sikap Sera. Ia tahu wanita di hadapannya sedang tidak baik-baik saja.
“Siapa wanita itu?” tanya Sera tiba-tiba. Tidak mungkin seorang Raka memintanya untuk berhenti mengejarnya kalau bukan karena ada wanita lain yang sudah berhasil meluluhkan seorang Raka Earwine Berata. Jika ia memang berniat seharusnya sejak dulu ia mengatakan ini. Selama ini Raka tidak pernah tegas, atau Sera yang tidak pernah peka dengan penolakan Raka?
“Nggak ada wanita lain Ser, aku masih sendiri.” jawab Raka tenang.
“Terus, kenapa kamu minta hal yang mustahil bisa aku lakuin? Kalau pun bisa, sejak dulu aku juga mau lepas dari rasa ini karena aku sadar kamu nggak akan bisa nerima aku. Tapi setelah hampir lima tahun aku juga nggak bisa, Raka” jelas Sera dengan suara bergetar.
“Sekarang aku yang akan paksa kamu buat mengakhiri semua perasaan kamu sama aku. Kamu nggak cinta sama aku tapi hanya merasa berhutang budi karena aku bantu kamu buat keluar dari masa sulit waktu dulu. Jadi jangan buang-buang waktu untuk menunggu sesuatu hal yang tidak pasti. Jangan terus menjadi wanita bodoh hanya untuk cewok seperti aku.”
= = = =
Setelah prosesi pernikahan sudah selesai dengan segala sesuatunya berjalan lancar, sore hari di lanjutkan acara pesat kecil di pinggir pantai. Hotel yang mereka sewa memiliki view pantai yang sangat indah dan terkenal dengan hidangan laut yang enak.
Semua tampak menikmati pesta pernikahan Rea dan Jouvan. Semua keluarga nampak akrab satu dengan yang lain. Tidak ada jarak atau rasa canggung. Semuanya berjalan dengan baik dan natural.
“Akhirnya, pasangan fenomenal kita sampai juga di tahap ini. Aku doakan om Jou dan Rea bisa bersama selamanya dalam suka maupun duka. Aku siap punya adik sepupu yang banyak.” ucap Sera saat kedua mempelai mulai menyapa tamu undangan yang datang.
“Amin, kamu juga bisa segera menyusul sama Raka.” ucap Jouvan dengan tulus.
“Aduhhh!” Jouvan merintih kesakitan karena kakinya di injak oleh Rea. Jouvan menatap Rea meminta penjelasan, namun istrinya malah mengalihkan pandangan pada Sera.
Rea memeluk Sera dengan lembut sambil berbisik, “Kak Sera, semoga bisa bersama dengan pria terbaik pilihan Tuhan.” ucap Rea dengan lembut.
Sera mengurai pelukannya dan bersikap cuek seperti biasa “Apaan sih. Jangan bersikap seolah aku ini menyedihkan, Re. Gue Sera hidupnya selalu happy.” ucap Sera kemudian berlalu.
Jouvan cukup bingung dengan sikap istri dan keponakannya. Ketika Sera sudah menghilang, Jouvan merangkul pinggang istrinya dan menuntut penjelasan tentang sikapnya dan sikap aneh keponakannya. “Kenapa kaki di injak, Re?” tanya Jouvan sambil kembali melempar senyum kepada para tamu.
“Habisnya kamu bahas kak Raka sama Sera. Mereka lagi dalam keadaan nggak baik. Kak Raka cerita kalau udah mutusin buat minta Sera jangan berharap cinta lagi sama dia. Alias, Sera benar-benar tidak punya harapan buat bisa bersama Kak Raka.” jelas Rea sedih.
Jouvan tersenyum tenang, hal ini sudah ia prediksi sejak awal. Keponakannya tidak bisa memaksakan perasaan pada pria yang jelas-jelas tidak memiliki perasaan padanya. “Biarkan saja Sera dan Raka menyelesaikan masalahnya. Sera harus bisa menerima keputusan Raka. Ia harus bersikap lebih dewasa dan berlapang d@da. Tidak semua perjuangan kadang berbuah manis tapi tetap bisa memberi pelajaran dalam hidupnya. Begitu pun perjuangan tentang cinta”