“Kak, serius nggak mau naik nengok Sera?” Entah sudah berapa kali Rea bertanya untuk hal yang sama pada sang kakak. Namun jawaban Gio selalu menolak. Pria itu lebih memilih duduk di kantin rumah sakit bersama Rea. Rea sendiri sedang menjaga Sera di hari ke dua keponakan suaminya itu di rawat. Maka ketika kakaknya meminta bertemu, berakhirlah keduanya di tempat ini.
“Nggak, tujuan aku ke sini ya untuk ketemu kamu. Aku nggak ada rencana buat nengok dia. Cuma kebetulan ada meeting dekat sini jadi sekalian aku ketemu kamu. Kan tadi kamu juga bilang dia baik-baik saja,” jelas Gio. Tangannya tidak berhenti mengaduk es jeruk yang dipesan untuk cuaca siang yang panas. Biasanya selalu mendung tapi saat ini Jakarta benar-benar panas. Sampai otak Gio juga ikutan panas.
Rea mengernyit heran, “Kak Gio sama Sera lagi berantem ya? Kok Kak Gio aneh banget sikapnya?” Wajar saja Rea beranggapan seperti itu.
Gio yang notabene adalah pria cuek dan dingin kenapa harus rela pergi ke Sukabumi untuk memastikan keadaan Sera. Bahkan meminta keluarga suaminya agar menunggu di Jakarta karena Gio bisa mengurus Sera sendiri. Dan sekarang Gio malah tidak mau bertemu dengan Sera.
Gio menangkap tatapan curiga dari adik sepupunya, “Kamu tahu sendiri kalau aku sama dia selalu berantem tiap ketemu, kita nggak pernah akur. Entah dia yang mulai duluan atau aku yang selalu menjaili dia. Kadang aku juga penasaran, kenapa kami berdua selalu bertengkar. Dan justru kalau kami bertemu dan semua baik-baik saja, saat itu baru kamu harus curiga. Jadi pertanyaan kamu itu tidak perlu aku jawab, Re,” jelas Gio.
Rea mendesah pelan, kepalanya menggeleng karena sikap Gio, “Kalau kalian emang nggak pernah akur, terus kenapa Kak Gi nyusul Sera ke Sukabumi? Itu poin pentingnya dan karena hal itu juga yang bikin orang-orang curiga.”
Gio tidak siap dengan pertanyaan Rea, bahkan belum ada yang menanyakan hal ini termasuk kedua orang tuanya dan yang lain. Selama ini Gio sengaja menghindari orang terdekatnya demi tidak mendapat pertanyaan tentang ia dan Sera. Ia juga tidak punya jawaban tentang pertanyaan itu selain menjawab jika ia dan Sera hanya berteman. Walaupun ia juga tidak yakin.
“Curiga bagaimana? Kan biasa kalau aku kenal orangnya ya aku pasti akan bantu kalau orang itu sedang kesusahan. Jadi nggak ada yang aneh kalau aku bersikap seperti itu juga ke Sera,” jawab Go sesantai mungkin. Ia tidak mau Rea semakin curiga.
Rea mengangkat bahunya, “Ya sudah, anggap saja aku percaya dengan ucapan Kak Gio.”
“Harus percaya dong, karena aku nggak bohong. Tanya aja Sera langsung, ada masalah apa di antara kami berdua. Pasti jawabannya sama dengan yang aku katakan tadi. Karena antara aku dan Sera seperti air dan api, Tom and Jerry atau sejenisnya yang nggak bisa akur sampai kapan pun,” jelas Gio santai namun penuh penekanan.
Rea mengambil minumnya dan menghabiskan setengahnya. Bicara dengan Gio kadang melelahkan. Padahal pria ini selalu bicara pada intinya tapi saat tertentu Gio akan berbelit-belit hingga membuat Rea harus bekerja keras untuk menangkap maksudnya.
“Oh iya, Raka udah sempat jenguk Sera belum?” tanya Gio hati-hati.
“Kemarin sore ke sini sampai malam. Tadi juga sempat telpon, bilang mau ke sini. Hhhmm atau jangan-jangan udah datang ya?” gumam Rea.
“Oh baguslah. Sesuai keinginan dia,” gumam Gio pelan.
Kening Rea otomatis mengkerut setelah mendengar penjelasan Gio, “Maksudnya apa sih Kak? Tau nggak hari ini aku kayak orang bod0h yang nggak ngerti sama maksud ucapan Kak Gio. Nggak biasanya ngomong muter-muter, biasanya juga langsung pada intinya,” keluh Rea dengan raut wajah putus asa.
“Sejak di Sukabumi, Sera berharap Raka yang nemenin bukan aku. Udah jelas?” ucap Gio datar.
Rea terperangah dengan ucapan Gio. Ia yakin kakaknya menyembunyikan sesuatu. Bertahun-tahun bersama Gio, tidak sulit mengenali sifat pria itu jika ada sesuatu yang mengganggu hidupnya. Apalagi ini berhubungan dengan seorang wanita, makin bertambahlah kecurigaan Rea.
Ponsel yang di letakkan di atas meja kantin tiba-tiba berdering, membuta Rea terkejut. Rea melirik ke layar yang menampilkan nama Raka.
“Siapa?” tanya Gio.
“Kak Raka,” Rea menerima panggilan dari kakak sepupunya itu “Halo kak, ada apa?”
“Kamu di mana? Aku lagi di ruangannya Sera. Buruan ke sini, aku juga bawa makanan untuk kamu.”
“Aku lagi di kantin sama Kak Gio,” seketika Gio mendelik ke arah Rea. Ia berharap kedatangannya tidak di ketahui oleh siapa pun baik Raka atau Sera.
Rea hanya bengong melihat wajah Gio yang berubah mendadak masam.
“Gio di sini? Kenapa di kantin? Dia nggak jenguk Sera?”
“Nggak tahu, dia minta ketemu di sini,” pandangan Rea masih tertuju pada Gio.
“Minta tolong ajak dia ke sini. Aku mau bicara hal penting. Mumpung dia lagi di rumah sakit, jadi ngomong di sini aja,” pinta Raka.
“Iya Kak, nanti aku kasih tahu. Aku balik sekarang ya. Tunggu..” Rea meletakkan kembali ponsel miliknya ketika sambungan telepon dengan Raka berakhir. Ia menatap Gio dengan takut-takut karena wajah kakaknya terlihat kesal. Ia sudah melupakan hal penting.
“Maaf..” ucap Rea pelan.
Gio mendesah kasar, “Kan aku udah bilang jangan kasih tahu siapa pun kalau aku di sini, termasuk Raka.”
“Lupa Kak, jangan marah ah kayak cewek lagi ada tamu bulanan aja, sensian,” bibir Rea mengerucut karena nada bicara Gio terdengar sedang kesal.
“Ya udah aku balik ke kantor dulu ya. Salam sama Raka,” Gio beranjak dari duduknya.
“Tunggu Kak, Kak Raka nyuruh Kakak ke ruangan Sera. Katanya mau ngomong hal penting. Mumpung Kak Gio di sini sekalian aja ngomongnya sekarang,” ucap Rea hati-hati.
Gio memutar bola matanya, “Re, bilang sama Raka aku ada meeting penting. Kalau mau bicara hal penting di rumah aja. Udah ya, aku pergi,” Gio berbalik dan meninggalkan Rea yang masih ingin melanjutkan ucapannya.
“Kak, kak Gio...” seru Rea namun Gio sudah menjauh tanpa peduli dengan panggilan dari adiknya. Rea mendesah dongkol dengan sikap Gio “Fix ini ada yang nggak beres. Pasti kak Gio lagi ada masalah. Tapi sama siapa?” Rea berpikir sejenak “Sama Sera?” ia terkejut dengan tebakannya sendiri.
***
“Loh! Gio mana?” Raka tidak melihat Gio di belakang Rea saat adiknya masuk ke kamar tempat Sera di rawat.
Rea duduk di pinggir tempat Sera berbaring, “Katanya ada meeting penting, nggak bisa ke sini. Jadi Kak Raka ngomong di rumah aja kalau memang penting,” jelas Rea.
“Kok kamu nggak bilang kalau mau ketemu Gio? Kenapa nggak ke sini aja?” tanya Sera.
Rea tersenyum canggung, “Hhhnnm, itu tadi Kak Gio mampir sebentar cuma mau ketemu aku dan buru-buru jadi ketemu di kantin.”
“Dia nggak mau ketemu aku?” tebak Sera.
Raka melirik Sera dan Rea bergantian, “Emang ada masalah apa kok Gio nggak mau ketemu kamu?” tanya Raka bingung.
“Nggak kok. Ya kali aja dia males ketemu aku soalnya kita kan nggak pernah akur,” jawab Sera santai.
“Walaupun Kak Gio nyebelin tapi masih perhatian sama Kak Sera. Buktinya dia jemput Kakak ke Sukabumi” ucap Rea.
“Aku juga bingung kenapa dia begitu,” sahut Sera.
“Kak Sara, kenapa sih Kak Sera sama Kak Gio suka berantem? Selain sama Kak Gio, Kak Sera sikapnya biasa aja, baik dan nggak pernah ada masalah,” Rea mencoba mencari tahu ada masalah apa antara Gio dan Sera.