Kepercayaan

1234 Kata
¨      Distrik 8, gerdung perkantoran. “Astaga…. Ini aku Auliana, Nam. Auliana Crhsy, sahabatmu di univ,” tuturnya. Kalimat itu menyapa Naami untuk sebuah ingatan yang mungkin pernah dia lupakan atau tidak sengaja terlupakan. “Lea? Auliana Lea?!” seru Naami dengan raut terkejut. “Iya, Nam ini Lea. Astaga mentang-mentang pisah beberapa tahun kamu lupain saya gitu aja, gitu? Ih serius kamu ngeselin ngelupain saya, padahal kita sahabatan,” tutur Auliana nampak kesal tapi bukan kesal yang sebenarnya. “Maaf…, saya bukannya lupa tapi serius aku masih speechless kita ketemu, selama ini kita gak ada kontakan dan saya kira kita tidak akan ketemu lagi,” tutur Naami, dan dia masih heran dengan keberadaan Auliana di kantor Calon Suaminya. “Ah jadi… yang Pak Candra bilang pengganti itu kamu? Beneran?” kata Naami saat mengingat tugasnya yang harus menjelaskan kepada orang pengganti dirinya. “Iya, itu saya,” jawab Auliana dengan riang. “Jadi kamu kerja di sini juga? Kok saya gak pernah lihat, ya?” tanya Naami keheranan. “Jangan lupa kamu jarang ada di gedung kantor, Naami!” protes Haxel yang duduk fokus di kursi kerjanya di balik meja, tapi tidak mengalihkan perhatiannya dari dokumen yang sedang dipindai ulang. Terlihat Auliana tersenyum dan terkekeh kecil. Kemudian dia menggeleng. “Saya tidak bekerja di sini,” kata Auliana. Naami mengernyitkan dahinya dan alis terangkat sebelah. “Jadi?” tanya Yuuna. “Bagaimana bisa kamu ada di sini?” lanjut Yuuna. Auliana terkekeh. “Saya menawarkan diri untuk membantu kamu,” jelas Auliana. “Ah iya tadi Pak Candra sudah bilang, maaf lupa,” tutur Naami saat sadar. Auliana tersenyum pada Naami. “Tidak apa-apa, lagi pula saya yang salah, saya tidak bekerja di sini, tapi saya punya hubungan kerja sama dengan perusahaan ini,” jelas Auliaan lagi. Mata Naami membulat. “Apa? Kamu punya hubungan kerja sama? Kamu sudah punya perusahaan sendiri?” tanya Naami tampak terkejut. Terlihat kedua sudut bibir Auliana terangkat membentuk senyum. “Tidak Naami, saya cuma menjadi utusan perusahaan tempat saya bekerja saja, mereka ingin membuat cabang di Indonesia. Alhasil jadilah sebuah proyek pembangunan berskala besar untuk sebuah pusat perbelanjaan, tempat hiburan, dan beberapa juga bangunan untuk hunian,” jelas Auliana. “Aaaa… jadi kamu utusan, wah cukup berhasil itu. sukses pulang ke Indonesia tanpa melepaskan pekerjaan dan perusahaan yang kamu sukai,” seru Naami sambil tersenyum menyenangkan saat berbicara pada teman sepantarannya. “Jadi kamu yang mau saya gantikan kan?” tanya Auliana. “Ah iya, silahkan duduk lagi- duduk. Aduh sampai lupa untuk mempersilahkan duduk. Sudah lama ya menunggu saya di sini? Katanya jam janjian pukul delapan tapi ternyata kamu datang lebih awal,” kata Naami dengan nada dibuat merasa tidak enak. “Tidak juga, saya sekalian mengunjungi kantor sahabat saya. Lagi pula saya sudah berhubungan kerja sama dengan perusahaan ini sekitar tiga bulan,” jelas Auliana. “Wah benar begitu? Ya ampun, kenapa saya tidak pernah lihat-lihat ke kantor kalau begitu. Kita jadi seperti terlambat bertemu, sudah lewat tiga bulan,” keluh Naami. “Saya juga salah setelah pulang pikiran saya cuma tentang urusan pekerjaan ini, kontak kamu saya tidak punya, dan kebetulan saya malah bertemu sahabat kecil saya yang ternyata bos perusahaan tempat tujuan saya bekerja sama,” tutur Auliana. “Oh ngomong-ngomong tentang sahabat, sahabat yang kamu maksud itu Haxel?” tanya Naami tapi kemudian dia menyadari kesalahannya. “Eh Pak Haxel maksudnya,” ulang Naami membenarkan. “Hahaha santai saja, iya dia sahabat kecil saya. Saya juga tidak menyangka kalau sahabat kecil saya yang dulunya pemalu itu menjadi seperti sekarang, jadi bos tampan dan gagah,” ungkap Auliana. “Katanya dia mau menikah, siapa wanita beruntung itu, ya? Kemarin Om Candra bilang, Haxel baru saja melamar wanita cantik, saya jadi penasaran,” ungkap Auliana. Kemudian Auliana menoleh pada Haxel yang tampaknya tidak tergangu sama sekali dengan obrolan dua wanita cantik di ruangan pribadinya itu. Iya, dia membiarkan dua wanita yang hubungannya satu sahabat kecil dan satunya lagi calon Istrinya mengobrol di ruangannya yang seharusnya tidak menjadi tempat kumpul dua wanita itu bergosip. “Hei Xel! Seperti apa Calon Istrimu itu?!” tanya Auliana setengah berteriak. Haxel mengangkat wajahnya dari berkas yang membuatnya fokus dan teralihkan dari dunia sekitarnya. “Itu wanita di depanmu! Dia Calon Istriku!” jawab Haxel dengan nada yang sama dengan Auliana, setengah berteriak. Auliana langsung menoleh pada Naami dan membulatkan matanya melihat Naami. Dia langsung meraih tangan Naami dan menggenggamnya. “Ha? Serius? Kamu Calon Istri Haxel, Nam?” tanya Haxel dengna keterkejutannya menatap Naami meminta penjelasan. Dengan bahagia dan senyum segan dia menganggukkan kepala dengan patah-patah. “Iya, saya Naami yang menjadi Calon Istri Haxel,” tutur Naami dengan suara pelan. “Ya ampun…! Saya tidak akan mengira kalau kedua sahabat saya bersatu, saya kira di sini sayalah penghubung tapi ternyata kalian benar-benar sudah bertemu lebih dulu dan saling jatuh cinta!” sorak Auliana terlihat sangat bahagia. “Saya serius! Saya jadi bingung mau bilang Haxel beruntung atau Auliana yang beruntung di sini. Karena untuk kalian berdua, saya sangat mengenal kalian dan kalian berakhir bersama. Kalian sepasang kekasih yang serasi. Apakah kalian berhubungan melewati proses berpacaran?” tanya Auliana dengan sorak dan sorot mata gembira. Naami menganggukkan kepalanya sekali lagi. “Benar, kami mulai berpacaran sekiranya dua tahu lalu. Sedangkan sebelumnya, kami hanya menjadi teman dekat dulu, itupun jarang bertemu karena saya banyak bekerja di lapangan,” jelas Naami. “Bagaimana dia dulu? sangat berbeda dengan sekarang kan?” tanya Auliana. Naami menganggukkan kepalanya. Naami dapat dibilang wanita yang sudah menemani Haxel dari Haxel yang belum berani untuk mengambil keputusan yang benar-benar dia yakini. Sifat Haxel yang pemalu itu membuat dirinya agar kesulitan untuk berkomunikasi dengan baik dengan orang lain, padahal dirinya yang sebenarnya adalah seorang Haxel yang pintar, berkarisma, tampak berani. Tapi dibalik itu semua Auliana sangat mengenal Haxel yang sebenarnya yaitu pribadi pemalu dan penuh keragu-raguan. “Dia dulu pemalu, tapi sudah berangsur berubah. Tapi sayang sekali Pak Candra masih belum bisa melepaskan Haxel untuk sepenuhnya memegang perusahaan walau dia yang menjadi direkturnya saat ini, ini hanya di cabang distrik 8 bukan perusahan pusat yang sebenarnya masih dipegang oleh Pak Candra. Pak Candra menjanjikan akan melepaskan kantor ini sepenuhnya pada Haxel setelah menikah, dan akan melepaskan perusahaan inti untuk Haxel setelah melihat progress pencapaian Haxel dalam menangani proyek-proyek besar yang kami tangani,” jelas Naami. “Aku beruntung kamulah orang bagian lapangan, Sayang!” ungkap Haxel tiba-tiba. “Euw bukankah itu terlalu cheesy, Xel?! Kau benar-benar terlihat berbeda saat ini, wah wah apa saya baru menyadarinya padahal kita sudah memiliki hubungan selama tiga bulan ini!” seru Auliana tanpa berpikir macam-macam tentang hubungan Calon Suami dan Sahabat Kecil Calon Suaminya. Karena yang dimaksud hubungan itu adalah hubungan antar rekan bisnis yang saling bekerja sama, penyedia jasa dan barang dengan imbalan yang setimpal dengan hasil kerja keras. “Kau yang tidak pernah melihat sisi lembutku, Liana!” balas Haxel. Kemudian Haxel bangkit dari posisi duduknya di kursi kerja di balik meja kerjanya. “Sayang, bukankah urusanmu dengannya tentang pekerjaan. Kamu punya janji untuk berangkat tepat waktu ke bandara pukul sebelas siang ini. Cepat selesaikan urusan kamu dengannya, nanti setelah selesai aku akan mengantar kamu ke bandara,” perintah Haxel dan mengingatkan Naami tentang janjinya pada sang Abah yang sangat tidak boleh dia ingkari. “Ah ya, terimakasih Haxel telah mengingatkan,” seru Naami sambil menunjukkan senyum lembutnya pada Haxel.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN