Bab 7. Janggal

1023 Kata
"Dih, biasa aja ko makannya sampe lahap gitu," decak Ayunda seraya menyuapkan sendok berisi nasi lengkap dengan lauk pauknya ke dalam mulutnya sendiri. "Emang biasa aja ko, buat apa saya bohong." Alan masih berkilah. "Saya terpaksa makan karena saya lapar, dari pagi lho saya belum makan." "Mas, eu ... maaf bukan maksud aku buat ngatur-ngatur kamu, tapi bisakah kamu kurangi kebiasaan minum kamu itu? Aku takut kamu jatuh ke lubang yang sama untuk yang kedua kalinya," pinta Ayunda membuat Alan seketika menghentikan gerakan mulutnya lalu meraih gelas berisi air putih kemudian meneguknya pelan. "Maksud kamu, kamu takut saya melakukan hal yang sama seperti yang pernah saya lakukan sama kamu?" Ayunda menganggukkan kepala seraya menundukkan kepala. "Hmm! Kamu gak usah khawatir, saya tak akan mengulangi kesalahan yang sama," jawab Alan, seraya menyandarkan punggung berikut kepalanya disandaran kursi. "Saya yakin kalau malam itu ada yang salah dengan minuman yang saya minum, Ayunda." "Maksud kamu, ada orang yang sengaja memasukkan obat perangsang ke dalam minuman kamu, Mas?" "Saya gak terlalu yakin, Ayu, tapi badan saya aneh banget waktu itu, rasanya panas! Panaas banget!" sahut Alan seraya membayangkan kejadian beberapa bulan yang lalu. Selera makannya bahkan seketika hilang tatkala membayangkan malam itu. Malam yang merupakan awal kehancurannya, malam di mana ia kehilangan semua harta yang ia miliki bahkan Alan Damian harus kehilangan rumah yang ia bangun dengan hasil keringatnya sendiri. "Akh sudahlah! Gara-gara ngebahas masalah itu, selera makan saya jadi hilang!" decak Alan seraya meletakan sendok berikut garpu yang tengah ia genggam. "Maaf, aku gak bermaksud buat--" "Gak usah dibahas, oke?" sela Alan membuat Ayunda seketika menahan ucapannya. "Tolong dengarkan aku satu kali aja, Mas. Ada hal penting yang pengen aku katakan sama kamu," pinta Ayunda menatap sayu wajah suaminya. "Saya bilang gak usah dibahas, gimana sih!" seru Alan dengan kedua mata membulat. Pria itu pun seketika bangkit lalu berjalan meninggalkan ruang makan dengan perasaan kesal. Sementara Ayunda hanya bisa menghela napas panjang seraya menatap kepergian suaminya. Sama halnya seperti Alan, ia pun merasa ada yang janggal dengan kejadian malam itu. Mengapa ia datang di waktu bersamaan saat suaminya itu sedang dalam keadaan mabuk? Mengapa pula sang ibu yang sedang dalam keadaan sakit waktu itu, menolak untuk di bawa ke Rumah Sakit keesokan harinya? "Apa mungkin Ibu ada kaitannya dengan kejadian itu?" gumam Ayunda, tapi segera menggelengkan kepalanya dan menepis prasangka buruk tentang sang ibu. Tidak ada seorang ibu yang tega menjerumuskan putrinya sendiri ke dalam lubang api. *** 30 menit kemudian, setelah membereskan sisa makan malam mereka. Ayunda berjalan ke arah kamar lalu membuka pintunya kemudian masuk ke dalam sana. Di waktu bersamaan, Alan pun baru keluar dari dalam kamar mandi baru saja selesai membersihkan diri. Handuk berwarna putih nampak membalut bagian bawah tubuhnya, sementara d**a bidangnya dibiarkan terekspos begitu saja. "Mas Alan," gumam Ayu, menatap lekat d**a suaminya sebelum akhirnya berbalik dan hendak membuka pintu dengan perasaan gugup. "Kamu kenapa, Ayunda? Jangan munafik di depan suami kamu sendiri, biasa aja kali," decak Alan sinis, seraya berjalan mendekati lemari. Ayunda bergeming seraya memunggungi suaminya. Wanita itu menggigit bibir bawahnya keras benar-benar tidak tahu harus berbuat apa. Ingin rasanya ia kembali memutar knop pintu dan keluar dari dalam kamar, tapi telapak tangannya terasa kaku untuk digerakkan. Rasanya benar-benar canggung, meskipun ini bukan kali pertama ia melihat tubuh kekar suaminya, tapi tetap saja, ia menyaksikan pemandangan itu dalam situasi yang berbeda. "Eu ... kamu udah selesai pake baju blom, Mas?" tanya Ayu, hendak menoleh dengan ragu-ragu. "Udah," jawab Alan dingin. "Dasar so suci kamu, Yu. Emangnya ini pertama kalinya kamu liat saya telanjang apa?" Ayu menarik napas panjang lalu menghembuskannya secara perlahan sebelum akhirnya benar-benar memutar badan. Wanita itu bahkan tidak berani menatap suaminya, ia berjalan menuju ranjang seraya memalingkan wajahnya ke arah samping. Sementara Alan yang sudah berpakaian lengkap melakukan hal yang seperti istrinya. Pria itu naik ke atas ranjang berbarengan dengan Ayunda yang juga hendak melakukan hal yang sama. Namun, keduanya tiba-tiba saja menahan gerakan kaki mereka seraya menatap satu sama lain dengan perasaan gugup. "Kamu mau tidur di sini juga, Mas?" tanya Ayu seraya menggaruk kepalanya sendiri yang sebenarnya tidak terasa gatal. "Emangnya kenapa?" tanya Alan dingin. "Ya, nggak apa-apa sih. Aku pikir kamu jijik dan gak mau tidur seranjang sama aku," jawab Ayunda datar seraya berbaring di atas ranjang. "Kalau kamu jijik sama saya, silahkan kamu yang tidur di sofa," sahut Alan tidak kalah dingin. "Aku?" Ayu menunjuk wajahnya sendiri menggunakan jarinya. "Nggak, enak aja. Kamu aja sana yang tidur di sofa." "Nggak, saya gak mau. Badan saya bisa pegal-pegal kalau harus tidur di sofa." Ayunda tidak menanggapi ucapan suaminya. Wanita itu menutup hampir seluruh tubuhnya menggunakan selimut tebal meringkuk membelakangi tubuh suaminya. Hal yang sama pun dilakukan oleh Alan. Keduanya saling memunggungi dengan menjadikan bantal guling sebagai pembatas mereka. "Besok kamu mau 'kan dateng ke kantornya Ayah?" tanya Ayu tanpa menoleh. "Aku mohon terima aja tawaran beliau, Mas. Posisi manager lumayan lho, dari pada kamu jadi pengangguran." Alan bergeming seraya mengedipkan pelupuk matanya secara berkali-kali. Berada di satu ranjang yang sama dengan Ayunda membuat otaknya kembali melayang mengingat kejadian tiga bulan yang lalu. Meskipun malam itu adalah awal kehancurannya, tapi masih jelas di ingatannya seperti apa nikmatnya bercinta dengan istrinya yang ketika itu masih perawan. Rasa itu mulai terngiang-ngiang dibenaknya. Nikmatnya surga dunia, Alan mulai menginginkannya. Apalagi ketika ia mengingat saat dirinya berhasil menjadi laki-laki pertama yang mengoyak kesucian wanita itu. Alan Damian seketika memejamkan kedua matanya seraya menarik napas panjang. Gairahnya benar-benar naik ke permukaan. "Kenapa kamu diem aja, Mas?" tanya Ayunda masih dengan posisi tubuh yang sama. Namun, hanya kebisuan yang ia dapatkan. Ayunda seketika merasa kesal. Wanita itu pun akhirnya memutar badan, tapi ia dibuat terkejut saat mendapati suaminya tengah menatapnya lekat, bahkan kedua matanya terlihat sayu begitu mendambakan sesuatu. "Kamu kenapa, Mas? Kenapa ngeliatin aku kayak gitu?" tanya Ayu, perasaanya mulai tidak enak. Tatapan mata Alan persis seperti apa yang pernah ia lihat kala itu. "Kamu istri saya, 'kan?" tanya Alan dengan napas yang tersengal-sengal. "I-iya," jawab Ayunda, sontak merapatkan selimut yang menutupi tubuhnya. "Saya suami kamu, 'kan?" Ayunda menganggukkan kepala dengan jantung yang berdetak kencang. "Lakukan kewajiban kamu sebagai seorang istri, layani saya di atas ranjang, Ayunda." Bersambung
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN