Chapter 14 - The supreme, Gabriel

1564 Kata
= Di suatu tempat. Nun jauh di atas sana = "Dia akan datang?" "Ya." "Sudah ke berapa kalinya?" "Hum... Entahlah. Aku tidak menghitungnya. Yang jelas, sudah lebih dari 600 tahun ini." "Enam ratus tahun!? Kau yakin?" "Aku bahkan sudah bosan mengurusnya. Entah kapan ini akan berakhir." Terdengar kekehan pelan seorang wanita. "Mungkin kita harus memberitahu Tuan Michael." "Mungkin. Karena sepertinya ini adalah kesempatan terakhir bagi jiwa tersesat itu. Karena kalau tidak, jiwanya akan langsung menghilang begitu saja." "Kasihan sekali." "Ya. Sangat jarang kasus seperti ini terjadi." "Ah. Dia datang." Tampak di depan mereka berdua, sebuah bola yang melayang-layang dengan ringannya memasuki gerbang yang menjulang megah di depan mereka. Bola yang berwarna emas itu bersinar dengan cemerlangnya. Sinarnya makin lama makin membutakan, membuat keduanya tidak bisa melihat apapun sebelum akhirnya rasa silau itu perlahan menghilang. Sebagai gantinya, di depan mereka telah berdiri sosok seorang pria yang tegap dan besar. Tubuhnya yang tinggi terbalut jubah berwarna putih bersih, menutupi keseluruhan tubuhnya. Terlihat sepasang sayapnya yang berwarna putih terkembang sangat lebar dan bersinar di belakangnya, membuat sosok itu tampak agung dan mulia. Perlahan, sayap yang terbuka itu mulai menutup. Sedikit demi sedikit, sinar itu pun mulai meredup dan menghilang bersamaan dengan sirnanya sayap yang besar di punggung pria itu. Pria yang berjubah itu akhirnya membuka tudung kepalanya dan menengadah. Tampak di baliknya seraut wajah tampan yang terpahat sempurna. Kedua matanya berwarna hitam, dengan hidung yang lurus dan bibir yang maskulin. Dagunya sedikit berbelah. Kulitnya yang pucat terlihat sangat halus dan kontras dengan rambut hitam legamnya, yang tampak sedikit berterbangan karena angin semilir. Melihat sosok itu, kedua orang tadi menundukkan kepala mereka dengan hormat. "Tuan Gabriel." Memandang dua orang di depannya, kepala Gabriel mengangguk singkat. "Ambrosio. Persephone." Kedua mata hitam Gabriel tampak menyapu situasi di depannya dan kembali pada dua orang di depannya. "Michael? Di mana dia?" Masih menunduk, Ambrosio menjawab pelan. "Tuan Michael masih berada di taman suci, Tuan Gabriel. Ia sedang mengawasi jiwa-jiwa murni yang baru saja datang." Tanpa berkata apapun lagi, sosok Gabriel berubah menjadi bola emas dan dengan kecepatan cahaya, langsung hilang dalam sekejap. Sepeninggal pria tampan itu, keduanya saling memandang dan mengangkat bahu mereka. Persephone yang akhirnya berbicara. "Menurutmu, apa yang akan terjadi?" Menipiskan bibirnya, Ambrosio kembali mengangkat bahunya. "Aku tidak tahu. Tapi, sepertinya Tuan Gabriel terlihat lebih serius tadi." "Hem." Sementara itu di taman suci, tampak sosok pria berjubah putih dan berambut pirang terang yang sedang melayang di udara. Ia tersenyum saat merasakan kehadiran seseorang di sampingnya. Tanpa menoleh, ia menyapa ramah sosok yang baru datang itu. "Gabriel. Selamat datang kembali." "Michael." Raut Gabriel tanpa ekspresi dan pria itu memandang ke bawah, ke jiwa-jiwa murni yang masih berkumpul dalam bentuk bola-bola yang berwarna putih terang. Terlihat sosok dua orang bersayap putih sedang mengatur kerumunan itu dan mulai mengarahkan mereka untuk menuju salah satu gerbang di sana. Sejenak, keduanya terdiam sampai suara berat Gabriel kembali terdengar. "Kat?" Tersenyum lebih lebar, tangan kanan Michael terangkat dan dari telapakannya yang terbuka, terlihat asap yang menari-nari dan mulai membentuk gumpalan bola berwarna silver mengkilat. Santai, pria berambut pirang itu melemparkan pelan bola silver tersebut yang langsung ditangkap oleh Gabriel. Saat di tangannya, Gabriel tampak memperlakukan bola silver itu lembut dan hati-hati, ia menangkupkan telapak tangan kirinya dan bola itu pun lenyap di dalamnya. Pria itu menoleh pada Michael yang terlihat mengamatinya intens. "Kau berubah, Gabriel. Kau bahkan memberinya nama. Apa kau menyukainya?" Mengerjapkan matanya, Gabriel kembali memperhatikan kerumunan bola-bola putih yang masih berada di bawahnya. "Kapan kau menemukannya?" "Baru saja. Tidak lama dari kedatanganmu. Seperti biasa, dia tersesat di semak belukar. Untung aku segera menemukannya sebelum ia kembali terseret ke pusaran terbuka, yang akan membawanya ke bawah sana." Gabriel menundukkan pandangannya dan ia melipat kedua lengannya di depan d*danya. "Terima kasih atas bantuanmu, Michael. Kau tadi membuka pusaran?" "Ya. Ada jiwa baru yang langsung dikirim ke sana." Kedua mata biru Michael memandang tajam pria di depannya. "Sampai kapan kau akan melakukannya, Gabriel? Waktunya sudah semakin menipis. Sudah saatnya ia pergi. Dan kau harus merelakannya." Melihat Gabriel masih terdiam, Michael menarik nafasnya dalam. "Aku juga kasihan padanya dan situasi ini memang termasuk kasus langka. Tapi jiwanya adalah jiwa yang tersesat, Gabriel. Kalau dia tidak segera menemukan kesempurnaan, mau tidak mau, ia tetap akan menghilang nantinya." Alis Gabriel yang gelap terlihat sedikit berkerut. "Dia tidak berdosa, Michael. Bukan salahnya menjadi jiwa yang tersesat. Ia hanya ternoda, saat terjebak dalam pusaran ketika itu." Michael menggertakan giginya dan ia membuang pandangannya. "Aku tahu dia tidak berdosa, Gabriel. Dan kau tidak perlu untuk selalu mengingatkan aku, kalau itu adalah kesalahanku yang telah membuka pusaran-pusaran itu melebihi yang seharusnya" "Aku tidak menyalahkanmu, Michael." "Tapi kau selalu mengatakan hal itu, tiap kali aku memintamu untuk merelakan kepergiannya, Gabriel!" "Aku hanya tidak ingin dia pergi dengan sia-sia. Aku ingin membantunya untuk memperbaiki takdirnya. Aku hanya ingin memberinya sedikit kebahagiaan. Dan itu adalah tugas kita bukan?" Kali ini, Michael berbalik dan rautnya menggambarkan kemarahan di wajahnya yang tampan. "Tugas kita adalah mengantar jiwa-jiwa itu ke tempat terakhirnya, Gabriel. Kebahagiaan mereka bukan tanggungjawab kita. Memang sudah takdirnya jika mereka selalu ditimpa kemalangan di dunia manusia!" Kepala Gabriel menunduk dalam, membuat kening Michael berkernyit. "Gabriel? Kau tidak menyukai jiwa itu kan? Dunia kalian berbeda. Tidak mungkin kalian akan dapat bersatu." "Sudah berapa lama kita melakukan ini, Michael?" Tubuh Michael tegak dan kaku mendengar pertanyaan itu. "Kau mempertanyakan kekuasaan-Nya?" Pandangan Gabriel terangkat dan kedua tangannya rileks di sisi tubuhnya. Kepalanya yang berambut hitam menggeleng pelan. "Tidak pernah sekali pun aku meragukan diri-Nya, Michael. Aku bagian dari-Nya. Aku bergerak sesuai dengan kehendak-Nya. Dan kali ini pun aku yakin, hatiku mendorongku untuk melakukan yang seharusnya kulakukan sebagai hamba-Nya." Raut Michael memucat mendengar ultimatum dari rekannya. Ia sangat tahu apa yang akan dilakukan oleh pria itu nantinya. "Gabriel. Kalau kau melakukan tindakan itu, kau tidak akan pernah bisa kembali lagi ke sini. Apakah kau merelakan semuanya, hanya untuk zat yang tidak jelas seperti itu? Kasta kalian berbeda jauh!" "Aku tidak melihat adanya perbedaan kasta di sini, Michael. Aku dan dia, sama-sama ciptaan-Nya. Dia hanya tidak beruntung karena telah ternoda. Dan aku sebagai bagian dari-Nya, bertanggungjawab untuk membuat jiwanya menjadi murni kembali, agar dia bisa kembali ke surga." Tangan Michael mengepal dengan erat. Ia tahu kalau rekannya ini sudah tidak akan bisa diubah pikirannya. Suara pria itu bergetar saat ia akhirnya berbicara. "Apa yang kau inginkan, Gabriel?" Ekspresi Gabriel sama sekali tidak berubah. "Sebisa mungkin aku akan menghindari tindakan itu, Michael. Tapi ini adalah kesempatan terakhirnya. Seharusnya ia akan dilahirkan kembali di tempat yang tidak jauh dari tempat lahirnya yang pertama kali. Dan untuk kali ini, aku meminta agar kau mempertahankan ingatanku saat dilahirkan kembali. Itu saja yang aku inginkan, Michael." Terlihat Michael mengerjapkan kedua mata birunya dengan cepat. "Kau gila, Gabriel! Itu sama saja dengan menghukum dirimu sendiri di sana. Semua jiwa yang bereinkarnasi tidak akan diberikan ingatan masa lalunya, untuk mencegah jiwa mereka yang tersiksa karena kehidupan sebelumnya!" "Aku membutuhkannya, Michael. Aku membutuhkan ingatanku sebelumnya, agar aku dapat menyadari keberadaannya lebih cepat. Jika terlalu lambat bereaksi, maka aku tetap akan mati di usia 33 tahun sebelum bertemu dengannya. Aku tidak mau menyia-nyiakan kesempatan terakhirku, untuk membuatnya bahagia. Kalau kesempatanku kali ini pun hilang, Kat akan hilang selamanya Michael. Ia akan menghilang begitu saja, tanpa pernah memiliki kesempatan untuk merasa bahagia." Suara gemeretak keras terdengar dari mulut Michael yang mengatup erat. "Aku hanya akan mengatakan kalau kau sudah gila, Gabriel. Kau rela menyiksa dirimu puluhan tahun hanya untuk seseorang yang bahkan takdirnya tidak jelas, apakah dia akan bersamamu atau bersama dengan orang lain nantinya!" "Aku tidak peduli kalau dia memang bisa bahagia bersama orang lain, Michael. Tapi selama bereinkarnasi selama ini, dia tidak pernah berhasil melewati hidupnya di atas usia 30 tahun. Ia juga tidak pernah berakhir dengan pria lain, maupun denganku. Baru kali terakhir-lah kami akhirnya bersama, tapi saat itu pun dia harus meninggal di usia 32 tahun dan aku di usia ke-33 tanpa sempat menyatakan perasaanku padanya." "Kalau begitu, kau pun tahu kalau semua ini sia-sia saja! Dirimu dan dirinya memang tidak ditakdirkan untuk bersatu. Kalian akan tetap mati di usia tertentu!" "Lingkaran takdirnya membentuk pola yang aneh, Michael. Seolah ingin agar aku memecahkannya, meski aku belum menemukan jawabannya selama ini. Tapi ada satu hal yang belum pernah aku coba dan aku ingin mencobanya untuk yang terakhir kalinya. Karena itu, aku memerlukan bantuanmu." Menghembuskan nafasnya dengan kesal, Michael membuang mukanya. Bahu pria itu naik-turun tapi meski merasa sangat marah, ia tidak akan mampu menolak permintaan pria yang jauh lebih senior dari dirinya itu. "Baiklah. Aku akan membantumu. Setidaknya, aku tidak harus membelokkan satu aturan pun karena ini adalah permintaanmu sendiri, sebagai salah satu dari malaikat agung. Jangan menyalahkan siapa pun kalau kau yang akan tersiksa sendiri nantinya, Gabriel." Terlihat senyum tipis di bibir yang maskulin itu. "Tidak akan. Dan terima kasih, Michael." Tangan Michael terangkat yang disambut dengan tangan Gabriel. Mereka saling berpegangan erat di lengan masing-masing. "Bersiaplah." Tubuh Gabriel mulai bercahaya dan sebelum akhirnya ia menghilang menjadi kepulan kabut tipis, pria itu masih dapat melihat sosok Michael yang tersenyum. Pria berambut pirang itu berkata pelan. "Aku akan memberikan hadiah pada kalian. Aku akan membuatnya memiliki rentang usia yang jauh di bawahmu, agar kau memiliki waktu yang cukup panjang untuk menemukannya. Gunakan kesempatan ini, Gabriel." Samar-samar, terlihat kepala Gabriel mengangguk dan sosoknya pun perlahan menghilang di udara. Tatapan Michael terlihat sendu selama beberapa saat. Mata birunya tampak berkabut. "Sampai bertemu lagi Gabriel dan, semoga kali terakhir ini kau berhasil."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN