Dan selama beberapa bulan dalam kehidupan pertamanya, Gabriel merasakan siksaan demi siksaan pada jiwanya. Pria itu akhirnya menyadari peringatan Michael agar ia tidak bermain-main dengan yang namanya ingatan dalam bereinkarnasi.
Saat ini, pria itu keluar dari raganya karena tidak tahan dengan aktivitas yang sedang dilakukan oleh sosok bayinya. Terlihat bayi yang tanpa roh itu sedang dis*sui dan ditimang-timang dalam pangkuan ibunya.
Dengan muka yang memerah, Gabriel memalingkan wajahnya dan ia memutuskan untuk menunggu di luar ruangan bayi itu. Baru saja melangkah keluar menembus tembok, ia melihat sosok yang sama sekali tidak disangkanya akan pernah dijumpainya di dunia manusia.
Tampak kepala yang berambut pirang itu menoleh padanya dan tersenyum riang.
"Michael? Apa yang kau lakukan di sini?"
Dengan semangat, Michael berjalan menghampiri dirinya. Terlihat pria itu membawa sebuah kantong kecil bersinar di salah satu tangannya.
"Ada jiwa yang kabur lagi?"
Terkekeh, Michael mengangguk. "Ya. Mereka tidak mau diberikan pembinaan. Padahal sebelum dapat lahir kembali, mereka harus mendapatkan penyuluhan dulu agar tidak mengulangi kesalahan yang sama."
"Berapa yang kabur?"
"Cuma dua. Aku sudah menangkap salah satunya." Michael menunjukkan kantong yang dibawanya.
Pria berambut pirang itu menoleh pada Gabriel dan tersenyum jahil. "Karena kebetulan kau ada di sini, aku ingin meminta bantuanmu, Gabriel."
Kedua alis hitam Gabriel berkerut. Kedua tangannya terlipat di depan d*danya. "Dan alasannya?"
Terbit senyum miring di bibir Michael. "Aku akan membuat agar Kat menjadi tetanggamu nanti. Bagaimana?"
Meski Gabriel juga dapat melakukan proses reinkarnasi para jiwa secara mandiri, tapi Michael adalah orang yang memang diberikan tanggungjawab untuk proses itu, membuatnya tidak bisa sembarangan melangkahi wewenang dari rekannya itu. Dan Michael adalah pria yang suka dengan yang namanya negosiasi.
"Baiklah." Akhirnya Gabriel menyetujui tawaran itu, setelah memikirkannya selama sedetik.
Tangan kirinya terangkat ke depan dan tampak pusaran demi pusaran ruang muncul di depan keduanya. Dalam sekejap, Gabriel dapat menemukan jiwa yang nakal itu dan pria itu pun segera menyentil salah satu jarinya ke bola putih yang tampak melayang-layang santai entah di mana itu.
"Ouch!? Apa yang kau-"
Umpatan itu terhenti ketika jiwa itu menyadari siapa yang menyentilnya tadi. Salah satu alis hitam Gabriel terangkat tinggi saat melihat kalau bola itu masih ragu-ragu untuk kembali.
"Kau mau menantangku?"
"Ehm..."
Meski Gabriel tidak bertanggungjawab secara langsung untuk proses reinkarnasi para jiwa yang masih penasaran itu, tapi ia adalah pemimpin tertinggi yang bisa memberikan keputusan apapun pada mereka. Termasuk mengurung mereka dalam sangkar bila dirasa perilaku mereka terlalu keterlaluan untuk dapat ditoleransi. Ia juga dapat langsung mengirim mereka ke dunia bawah tanpa ada proses perhitungan, jika memang tindakan mereka di dunia dianggap terlalu ekstrim untuk dapat diampuni.
"Baiklah. Kalau kau memang ingin menginap di hotel prodeo versi-"
"Ah! Ah tidak, Tuan Gabriel! Saya tidak berani!" Terbirit-b***t, jiwa nakal itu langsung terbang dan memasuki kantong kain yang sedang dibawa oleh Michael dengan sukarela.
Dengan senyum penuh kepuasan, Michael menarik talinya dan mengikat kantong itu dengan erat. Kedua mata birunya berbinar saat menatap Gabriel. "Terima kasih, Gabriel. Di antara para archangel, hanya kaulah yang mampu memanipulasi jarak dan waktu, membuat tugasku menjadi lebih mudah!"
Mengusap keningnya yang sedikit pusing, Gabriel menutup kedua mata hitamnya dan bergumam. "Kau hanya terlalu malas saja melakukan tugasmu, Michael. Seharusnya hal ini bisa kau selesaikan dari tadi, kalau kau tidak berusaha untuk mencari tahu keberadaanku."
Cengiran kuda muncul di bibir Michael. "Kau menyadarinya?"
"Aku langsung menyadarinya saat melihatmu tadi, Michael. Apa yang kau inginkan?"
Perlahan senyuman hilang dari wajah Michael dan pria itu terlihat serius saat ini. "Aku tidak menyangka kalau kau yang akan turun tangan sendiri seperti ini, Gabriel. Kenapa kau melakukannya?"
Pertanyaan itu membuat Gabriel memalingkan mukanya dan ia melipat kedua lengan di depan d*danya, masuk ke dalam jubah panjangnya. Tampangnya termenung dan ia menjawab pelan tanpa memandang Michael. "Karena sebagai seseorang yang memiliki kuasa, ternyata aku sama sekali tidak tahu apa yang telah dikerjakan dan dirasakan oleh ciptaanku sendiri, Michael."
Mengibaskan kantong yang digenggamnya sehingga menghilang, Michael berdiri di samping Gabriel. Pria itu memandang sosok samping Gabriel yang masih belum memandangnya. "Kau menyesalinya?"
Kepala Gabriel menggeleng pelan dan rautnya tanpa ekspresi. "Tidak. Karena itu adalah tugasku selama ini. Aku hanya menyesal, karena tidak pernah merasakannya sendiri."
Mengikuti arah pandangan Gabriel yang tampak sedang melihat anak-anak yang bermain bola di lapangan, Michael berkata lirih. "Kau menyiksa dirimu kalau melakukan seperti ini, Gabriel. Sudah takdir bagi jiwa-jiwa itu untuk merasakan dan menjalani apa yang menjadi garis hidup mereka."
"Aku tahu. Tapi untuk yang satu ini, aku ingin melakukannya, Michael. Kasus langka seperti ini, membuatku ingin mengetahui dan menjalaninya luar-dalam."
Senyum kembali muncul di bibir Michael. "Kau dan rasa penasaranmu. Jadi, bagaimana perasaanmu sebagai bayi Thunder Gabriel Hamilton?"
Pertanyaan itu membuat Gabriel mend*sah dan pria itu kembali mengurut keningnya yang semakin sakit. "Aku ingin mencoba menjalaninya, Michael. Tapi bukan berarti aku menikmatinya. Pertanyaanmu ini tidak relevan dengan apa yang sedang coba kulakukan sekarang."
Terdengar kekehan jahil dari mulut Michael. "Maaf. Tapi kau yang-"
Perkataan Michael terhenti saat Gabriel mengangkat tangan kanannya, meminta rekannya berhenti. Setelah terdiam sejenak, pria itu menoleh pada lelaki berambut pirang itu. "Maaf. Tapi aku harus pergi."
Menyeringai memperlihatkan gigi-giginya yang putih, Michael berkata mengejek. "Kembali berperan sebagai bayi Thunder Gabriel?"
Mengangkat salah satu alisnya, Gabriel mengangkat tangan kanannya dan jari tengahnya mengacung ke atas, membuat bola mata Michael melotot. "Hey...! Itu tidak sopan sekali! Darimana kau mempelajarinya?"
"Reinkarnasiku. Tampaknya dari sekian banyak versiku, aku paling menyukai versi Theodore Gabriel. Aku harus pergi sekarang, Michael."
Dan setelah itu, sosok Gabriel pun menghilang. Michael yang ditinggalkan hanya tersenyum. Tampaknya, ia sudah bisa sedikit tenang kalau memang Gabriel yang langsung mengambil alih. Karena kemungkinan Gabriel melakukan tindakan berbahaya itu akan dapat diminimalisir. Merasa lebih lega, sosok pria berambut pirang itu akhirnya berpendar dan pergi menuju tempat tujuannya.
Sementara itu di dalam kamar bayi, Sharon tampak sedikit panik ketika bayi yang sedang digendongnya tidak memberikan reaksi yang manusiawi. Bayi itu hanya mengerjap dan mengemut p*ting s*sunya seperti robot, tapi tidak memperlihatkan ekspresi apapun. "Thunder...? Thunder sayang... Kamu tidak apa-apa, kan?"
Tapi tidak lama saat Sharon hampir menangis, bayinya tiba-tiba menguap lebar. Kedua mata hitamnya yang besar terlihat berair dan ia mengeluarkan suara-suara kecil. Kedua tangan kecilnya pun tampak terkepal dan ia bergerak-gerak lucu. "Thunder?"
Penuh kelegaan, wanita itu memeluk bayinya erat dan membuat jiwa yang ada di dalamnya memberontak saat merasakan benda kenyal yang menimpa mukanya.
Oh Tuhan!? Lepaskan! Lepaskan! Kau mengotori tubuh suciku!
Ketika pelukan erat itu terlepas, bibir Sharon pun memberikan ciuman basah di mulut anaknya yang lucu dan membuat kedua mata hitam bayi itu melebar dengan penuh rasa horor.
Tidakkk...!? Apa yang kau lakukan manusia!? Kau menodaiku...!?
Dan tidak lama, kepala bayi itu menengadah di pangkuan Sharon dengan lemah. Ibu muda itu melihatnya seolah bayinya sedang tertidur. Padahal di dalam, Gabriel sedang dalam kondisi pingsan. Sama sekali tidak ada dalam pikirannya yang paling liar, kalau ia akan mendapatkan pelecehan seperti ini di dunia manusia.
Pria itu tidak tahu saja, kalau ia harus mempersiapkan mental dan jiwanya untuk menghadapi cobaan demi cobaan yang bersiap akan mengguncang jiwa sucinya di depan nanti.