Bab 12

1019 Kata
Hubungan Miko dan Ida beberapa hari terakhir ini tampak semakin dekat. Keduanya sering menghabiskan waktu bersama baik di kantor maupun di luar. Ida sudah bisa terbuka menerima kehadiran Miko sebagai teman yang bisa diajak bicara. Ia banyak bercerita tentang keluarganya, hanya masalah hubungan asmaranya yang tak berani ia ungkap. Biarlah di lain kesempatan ia ceritakan menunggu momen yang tepat. Perasaan hatinya pun perlahan mulai membaik. Wanita cantik itu melupakan kesedihan usai ditinggal ibunya. Ia semakin optimis menjalani hidupnya berkat motivasi dari Miko. Ia masih memiliki masa depan yang cerah tanpa gangguan keluarganya. Jika terus mengingat hubungan dengan keluarga terutama kakaknya yang kurang baik, Ida pasti terluka. Meskipun demikian ia harus berusaha melupakan semua hinaan serta perlakuan buruk  keluarganya. Atas saran Miko Ida pun pindah dari rumahnya. Ia tak kuat lagi jika harus satu atap dengan keluarga pamannya yang sering merecoki dirinya. Tak ada lagi alasan untuk bertahan setelah kepergian sang ibu. Ia tak akan mempermasalahkan rumah mereka. Lagipula rumah itu sedang berada dalam masalah, sudah tergadai. Agung pun tak mau ikut campur. Ida ingin menata hidupnya kembali tanpa gangguan siapa pun. Saat ini ia ingin benar-benar bebas. Keduanya kini tengah berada di rumah kontrakan Ida yang baru dua hari ditempati. Miko turut membantu kepindahan Ida. Tak ada satu pun keluarga pamannya yang tahu keberadaan Ida saat ini, Ida sengaja mengikuti saran Miko untuk pergi tanpa pamit. Semua nomor ponsel keluarga pamannya sengaja ia blokir karena Ida yakin merek pasti akan mencarinya.  "Padahal kamu bisa tinggal di perumahan atau apartemen kalau mau." Miko menyayangkan keputusan Ida yang memilih menghuni sebuah kontrakan kecil dengan sewa bulanan. "Terima kasih banyak atas bantuannya,Mbak. Saya merasa tak enak hati jika terus menerus menerima kebaikan dari Mbak Miko. Biarlah untuk saat ini saya di sini dulu." Ida bukannya sombong namun ia ingin mandiri, tak mau memanfaatkan kedekatannya dengan Miko. Ia tak ingin terlalu banyak berhutang budi. "Kalau kamu butuh bantuan aku, kamu jangan sungkan. Aku pasti bantu kamu." Miko tulus dan ikhlas ingin meringankan penderitaan sekretarisnya yang malang itu. Ida tak tahu harus berterima kasih dengan cara apa. Setelah diberi uang sebesar lima puh juta, wanita cantik yang berstatus sebagai bosnya itu membantunya mencari kontrakan dan lihatlah semua perabotan yang memenuhi isi ruangannya itu merupakan pemberian Miko. Barang-barang itu merupakan barang lama Miko yang tak terpakai. *** Waktu menunjukkan pukul tujuh malam, saat Miko pamit kepada Ida setelah seharian menghabiskan waktu bersamanya. Ngobrol dan makan bersama menjadi kegiatan mereka berdua. "Ida, aku pulang dulu ya. Ini sudah malam. Besok kalau ada waktu kamu ke rumah saja." Miko berpamitan. Mbok Darmini pasti sedang menunggunya. Ida mengantar Miko hingga halaman depan kontrakannya.  Miko tampak lega karena bisa membantu Ida, ia lalu masuk ke dalam mobilnya dan melambaikan tangannya ke arah Ida sebelum meninggalkan gadis itu yang masih tetap berdiri memandangi dirinya  Jalanan kota Denpasar malam hari tetap ramai. Sebagai kota tujuan wisata, kawasan itu selalu ramai dipadati oleh para turis. Kota itu seolah tak pernah mati. Miko tak terlalu khawatir. Ponsel yang diletakkan di tasnya berbunyi. Dengan tangan kirinya ia berusaha meraihnya. Ada panggilan dari suaminya. "Aku pulang hari ini sekarang sudah di bandara." Dimas memberikan kabar gembiranya. Miko pun gembira dengan kabar kepulangan suaminya itu. "Oke sayang, hati-hati ya, jangan lupa berdoa, aku sedang di jalan menuju ke rumah." Miko segera menutup panggilan suaminya.  Ia merasa senang akan kembali bertemu dengan suami tercintanya. Senyuman merekah di bibir merahnya. Membayangkan hari-harinya kembali ceria. Malam ini ia harus tidur cukup agar besok tampak prima. Tiba-tiba seseorang menyebrang jalan dalam kondisi mabuk, Miko yang mengendarai mobilnya dengan kecepatan sedang berusaha menghindarinya, sayangnya ia malah menabrak sebuah pohon besar di pinggir jalan. Cekit... Brukkk Ia berusaha mengerem dan menghindari kecelakaan, sayangnya nasib baik tak berpihak kepadanya. Mobilnya menabrak pohon besar itu. Kaca mobil depannya hancur. Miko langsung tak sadarkan diri.  *** Miko terbaring lemah di HCU dengan selang infus di tangan kirinya. Kepala dan kaki serta tangannya dibalut kain perban. Beberapa alat bantu terpasang di tubuhnya. Ia tak sadarkan diri. "Pasien harus segera dioperasi." Dokter yang menangani Miko segera menemui Ida. Raut wajahnya terlihat tegang karena pasiennya sedang kritis. "Oprasi?" Ida terperanjat kaget. Namun ia telah memprediksinya. Kecelakaan yang dialami oleh Miko tergolong cukup berat. "Iya." Dokter paruh baya itu mengangguk. "Beberapa tulangnya ada yang retak dan patah. Pasien juga sedang membutuhkan donor darah." Sekali lagi dokter memberitahukan kabar buruk pasiennya. "Lakukan yang terbaik untuknya. Saya juga  bersedia menjadi pendonor kebetulan golongan darah saya sama." Tanpa pikir panjang Ida rela melakukan apapun. Saat ini yang ada di pikirannya adalah keselamatan Miko. Ia terpaksa menjadi orang yang  bertanggung jawab terhadap Miko. Saat kecelakaan lalu lintas terjadi, seseorang menghubunginya melalui ponsel Miko. Tentu saja karena namanya berada di daftar panggilan terakhir. Tadi Ida langsung menuju rumah sakit. Ida tak tahu harus bagaimana. Ia berusaha melakukan panggilan kepada Dimas, suami Miko yang tengah berada di Belanda. Sayangnya tak satu pun yang terhubung setelah puluhan kali memanggilnya. Ia hampir putus asa. Tentu saja Dimas tak dapat menerima panggilan karena dirinya sedang berada dalam pesawat menuju Bali. Ia pun mencari nomor keluarga Hadiwijaya lainnya. Ida hanya kenal orang tua Dimas. Nama kontak Mami Ratih Hadiwijaya yang berhasil dihubungi oleh Ida. "Assalamualaikum, benar ini kediaman Hadiwijaya?" Saat terhubung Ida langsung bertanya. Ia tak sabar mengabarinya. "Iya benar, saya Ratih Hadiwijaya. Ini siapa ya?" Wanita di seberang sana pasti terheran-heran sebab bukan suara menantunya yang terdengar. "Saya Ida, sekretaris Mbak Miko, ingin mengabarkan jika dia mengalami kecelakaan. Sekarang sedang di rumah sakit." Beritahu Ida dengan nada bergetar. Ia tak kuasa menceritakan kemalangan yang menimpa atasannya. "Apa?!!'" Terdengar suara teriakan histeris di sebrang sana. Ida tahu wanita itu merupakan ibu mertua Miko. Tak lupa Ida mengirimkan foto-foto kondisi Miko yang mengenaskan. Ia tak berniat membuat keluarga Miko panik, hanya berusaha supaya keluarga bosnya itu segera datang. Sungguh malang nasib Miko karena ia jauh dari keluarganya. Menghadapi kondisi seperti ini Ida sedih dan terpukul. Miko mengalami kecelakaan setelah pulang dari rumah kontrakannya. "Mari Mbak ikut saya untuk diperiksa donor darah." Seorang suster menjemput Ida untuk mengambil darahnya. Ida berharap ia bisa mendonorkan darahnya sebab golongan darah ia dan Miko sama. Selang beberapa waktu kemudian Ida diperiksa. "Maaf Mbak, golongan darah Mbak memang cocok tapi sayangnya tensi Mbak saat ini rendah." Suster yang memeriksanya berkata dengan nada penuh sesal. Ida merasa sedih luar biasa. Ia tak dapat berbuat apa-apa untuk kesembuhan Miko. Ia bingung siapa lagi yang dapat dimintai tolong. Ya Allah, yang Maha Pengasih lindungilah Mbak Miko. *** TBC
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN