Nathan membasuh wajahnya berulang-ulang kali. Helaan napasnya terdengar sesak. Nathan lalu menatap bayangannya di cermin dan menelan ludah. Tetesan air masih menitik dari wajahnya. Keputusan mbak Yessy menjadikan Hana sebagai asisten pribadinya benar-benar membuat Nathan jengkel. “Sial...!” Nathan memukul wastafel dengan cukup keras. “Ada apa dengan raut wajah itu?” sebuah suara mengejutkan Nathan. Sosok Eshan yang terlihat dari pantulan kaca tersenyum sinis. Nathan pun segera mematikan keran air dan bermaksud pergi dari sana. “Ke mana perginya Nathan yang selalu tenang dan santai? Aku tidak pernah melihat wajah gusar seperti itu sebelumnya,” ucap Eshan lagi. Nathan kembali berbalik dan menatap tajam. “Apa maksud kamu berbicara seperti itu?” “Jadi hubungan kamu dan Samanta sudah di