17. MEMBONGKAR TABIAT BURUK JIRO

1167 Kata
Aroma kopi yang pekat, manisnya potongan kue red velved dan ditambah merdunya alunan musik, seperti paduan sempurna yang seharusnya bisa membuat pikiran menjadi tenang dan perasaan nyaman. Akan tetapi, tidak dengan suasana hati Denallie saat ini. Semua itu tidak mempengaruhi kondisinya yang masih saja diliputi awan mendung. Sedih belum mau beranjak dari sisinya dan luka hati masih menganga sempurna. Di sebuah coffee shop, Denallie bertemu dengan Felicia. Bukan atas keinginannya, tapi ajakan dari saudaranya dikarenakan mereka sudah lama tidak bertemu. Niatnya meminta Felicia datang ke kosnya sebab ia malam keluar, tapi wanita itu menolak. Jadilah Denallie datang dengan kedua mata sembab dan suara serak karena semalaman menangis serta kurang tidur. “Kamu lagi nggak mood ketemu sama aku, ya?” tanya Felicia yang curiga dengan keadaan Denallie. “Aku bawain kamu buket bunga hasil rangkaianku, tapi reaksinya kok nggak senang, malah murung begitu,” sambungnya. Denallie menghela napas pelan tanpa ada semangat. “Aku lagi patah hati, Fel. Kamu tanya mataku kenapa bisa bengkak, ini karena aku nangis semalaman.” “Hah?” Felicia agak terkejut. “Patah hati karena siapa? Jiro apa Gentala?” “Aku pacaran sama Jiro, jelas dia pelakunya. Tapi Gentala juga selalu berhasil buat aku marah. Dia manusia paling menyebalkan yang pernah aku kenal. Dan Jiro, cowok paling b******k yang berhasil bodohin aku,” geramnya. “Oke, baik. Kamu tenang dulu biar bisa cerita sama aku,” ucap Felicia dengan ekspresi masih terkejut sekaligus penasaran. “Jiro selingkuh atau mungkin aku yang jadi selingkuhannya,” ujarnya miris. “Kamu tahu dari mana?” “Dari Gentala.” “Dokter Gentala?” Felicia semakin tercengang. “Coba cerita yang lengkap, jangan setengah-setengah,” pintanya. Denallie menuturkan apa yang Gentala beritahu semalam tentang Jiro. Memperlihatkan bukti berupa foto sehingga Felicia tidak akan menganggapnya berbohong. Tentu saja kakaknya itu ikut frustrasi melihat buktinya. Tidak menyangka kalau saudaranya terlibat hubungan dengan laki-laki b******k seperti Jiro. “Kamu harus putus sama dia, aku nggak mau tahu. Pokoknya jangan lagi berhubungan sama cowok nakal seperti Jiro. Kamu sudah rugi karena buang-buang waktu, Na.” “Iya, tanpa kamu kasih tahu, aku juga berniat putus sama Jiro. Tapi sampai sekarang dia belum kasih jawaban, kapan bisa ketemu. Aku nggak mau putusin dia lewat telpon, dia yang enak. Pokoknya aku harus lihat reaksi dia waktu aku sodorin foto ciuamannya.” Felicia benar-benar geram mendengar cerita Denallie. Firasatnya tidak salah kalau laki-laki itu memang patut untuk diselidiki sebelum diperjuangkan. Dan sekarang, untung kebusukannya terbongkar sebelum semakin jauh. “Kamu berutang budi sama Dokter Gentala. Kalau bukan karena bantuannya, sampai sekarang kamu pasti masih dib0dohi sama Jiro.” Denallie menggeleng tagas. “Enggak. Aku nggak mau dianggap berutang budi. Dia sendiri yang mau bantu aku, bukan aku yang minta.” “Loh, kenapa kamu mikir begitu? Dia sudah kasih bukti kalau Jiro selingkuh, Na. Kalau bukan karena dia, mana mungkin rahasia busuk Jiro terbongkar. Ibu nggak pernah ngajarin kita nggak tahu terima kasih kalau ada yang bantu kita, Na.” “Iya sih, tapi tetap aja rasanya nggak ikhlas kalau harus berterima kasih sama dia.” Pemikiran Denallie benar-benar membuat kakaknya bingung. “Aku nggak ngerti sama jalan pikiran kamu. Sudah dibantu malah makin kesal. Aneh.” “Siapa suruh jadi cowok menyebalkan, wajar kalau aku nggak suka sama dia. Kamu sih belum pernah ketemu dia. Kalau tahu kelakuan aslinya, kamu pasti setuju sama penilaianku.” “Dia rela bantu kamu, padahal Jiro adiknya. Mempertaruhkan hubungan saudara, tapi kamu malah egois begitu.” “Dari awal hubungan mereka memang nggak baik, bukan karena dia bantu aku,” balas Denallie tidak mau disalahkan. “Tahu dari mana?” “Gentala sendiri yang cerita. Makanya Jiro tinggal di rumah yang terpisah karena nggak suka sama Gentala dan Pak Petra.” Felicia berdecak heran mendengar fakta itu. “Pasti bukan itu alasan yang sebenarnya. Dia sengaka tinggal sendiri biar bisa bawa cewek ke rumah tanpa ada yang tahu. Playboy memang selalu punya 1001 cara dan alasan.” “Entahlah, aku sudah nggak mau peduli. Intinya aku harus cepat-cepat putus sama Jiro karena aku nggak mau dianggap bod0h sama Gentala.” “Tapi kalau kamu putus sama Jiro, kamu jadi bisa terima perjodohan dengan Gentala, dong.” Denallie diingatkan lagi tentan keinginan Petra. “Gimana ceritanya, putus sama adiknya, malah nikah sama kakaknya.” “Justru itu ide yang sangat bagus. Tunjukkan ke Jiro kalau kamu bisa mencampakkan dia dengan cara yang lebih sadis. Dengan begitu, harga diri kamu akan terselamatkan, Na.” *** Hidangan yang tersaji di atas meja, sangat enak untuk dimakan. Aromanya menggugah selera, sangat sayang untuk dilewatkan. Denallie memesan steak dengan harga yang cukup mahal, lalu menikmati potongan demi potongan daging itu. Walaupun selera makannya belum stabil, ia harus memanfaatkan Jiro yang mengajaknya makan malam di restoran mewah yang ada di sebuah hotel bintang lima. “Makanannya enak, kan?” tanya Jiro yang memesan spaghetti. Denallie mengangguk pelan. “Iya. Kamu pintar pilih tempat untuk makan malam.” “Tentu. Aku sudah pernah ke sini, makanya sekarang ajak kamu biar bisa merasakan enaknya makanan di restoran ini.” Seketika saja tangan Denallie berhenti memotong daging yang akan dimasukkan ke dalam mulutnya. Apa yang Jiro katakan, membuatnya yakin jika laki-laki itu datang ke sini dengan wanita lain. Tetapi Denallie berusaha tetap tenang, mengendalikan emosi sampai waktunya tiba. Ia harus mengisi energi sebelum nanti memutuskan hubungan dengan laki-laki di hadapannya. “Terima kasih sudah ajak aku ke sini. Kamu pasti sibuk, tapi masih meluangkan waktu buat ketemu aku.” “Aku mau bayar hutang karena nggak jadi datang ke tempat kerja kamu.” “Oh iya? Gimana urusannya waktu itu, aku sampai lupa nanya.” Jiro mengagguk dengan mulut mengunyah makanan. “Semuanya lancar, berkat pengertian kamu.” “Syukurlah,” ucap Denallie dengan perasaan dongkol. Denallie bersikap biasa saja. Bicara dengan Jiro layaknya pasangan kekasih yang sedang tidak memiliki masalah. Meski di dalam hatinya masih ada kecewa dan sakit, ia tahan demi harga diri. Setelah menghabiskan hidangan utama, Denallie dan Jiro menikmati hidangan penutup. Keduanya masih bercengkrama. Sesekali tertawa, walaupun semua itu dusta bagi Denallie. Inilah waktu yang tepat baginya membongkar tabiat buruk Jiro. Perut sudah kenyang dengan makanan, maka energinya siap untuk dilepaskan. “Aku punya sesautu untuk kamu. Aku mau tahu tanggapan kamu soal ini.” “Apa itu?” tanya Jiro antusias. Denallie mengambil amplop yang sebelumnya diberikan oleh Gentala dari dalam tasnya. Lalu benda itu ditaruh di atas meja, kemudian didorong ke arah Jiro. Ia masih berusaha tenang dan bahkan tetap mengulas senyum meski tipis. “Ini untuk kamu,” ucapnya. Kening Jiro mengkerut ketika menerima pemberian Denallie. “Apa ini, Sayang?” “Kamu lihat sendiri isinya.” Tanpa menunggu lama, Jiro segera membuka dan mengeluarkan isinya di dalamnya. Raut wajah yang antusias, perlahan berubah tegang. Kedua matanya terbelalak, melihat foto yang ada di tangannya. Seperti petir yang menyambar di siang bolong, reaksi Jiro sesuai dengan apa yang Denallie harapkan. Tegang dan ketakutan. “Ka – kamu dapat foto ini dari mana?”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN