Ingin Membuat Perjanjian

1119 Kata
Belum mendengar jawaban dari Damian, perempuan itu kemudian menggeser tombol hijau untuk mencari jawaban siapa perempuan yang menghubungi suaminya itu. “Indi … a—aku bisa jelasin.” Indi menahan tangan Damian yang hendak mencegah Indi menerima panggilan tersebut. “Damian … kamu di mana? Kenapa nomor kamu baru aktif dan … dan kenapa kamu menghilang gitu aja?” tanyanya dengan lemas bahkan bisa dibilang hendak menangis. Indi kemudian menyalakan loudspeaker agar Damian mendengar semua ucapan yang diucapkan oleh Cindy di dalam panggilan tersebut. “Damian ….” Cindy menghela napasnya dengan pelan. “Aku tahu, aku salah. Tapi, nggak seharusnya kamu pergi gitu aja dan nggak mau maafin aku. Aku janji, nggak akan mengulangi hal itu lagi. Aku janji, Damian,” ucapnya lirih—memohon agar Damian mau memaafkan entah salah apa perempuan itu hingga memohon agar dimaafkan oleh Damian. “Kamu ke mana? Sudah tiga hari ini kamu tidak masuk kantor. Aku tanya ke sekretaris kamu, katanya kamu lagi cuti menikah. Kamu nikah sama siapa, Damian? Kok kamu tega?” lirih Cindy di seberang sana. Damian menelan salivanya dengan pelan seraya menatap Indi yang sudah memasang wajah datarnya. Baru saja ia mendapat ucapan tulus dari Damian seolah lelaki itu hanya punya Indi seorang. Namun, dipatahkan oleh kenyataan yang mana Cindy menghubungi Damian dan meminta maaf juga ingin memperbaiki semuanya. Indi kemudian menutup panggilan tersebut dan melempar ponsel itu di atas tempat tidur. Matanya masih menatap wajah Damian dengan tatapan datarnya kemudian menghela napas dengan panjang. “Ini, yang katanya akan setia dan hanya gue yang elo cinta! Mana buktinya, Damian?” Indi tampak marah. Baru saja ia mau percaya kepada Damian, Cindy menghubungi suaminya itu dan meminta maaf seolah ada hubungan yang masih mereka gantung. “Indi … aku bisa jelaskan. Jangan potong sedikit pun ucapanku. Ini semua salah paham. Aku nggak punya siapa pun, perempuan lain atau apa pun itu namanya. Aku ggak punya selain kamu. Cindy itu hanya masa lalu aku yang nggak pernah ada status apa pun selain ….” “Selain apa? Selain teman tidur elo? Duda gila kayak elo mana mungkin tahan sendirian!” ucapnya kesal. Tentu saja kesal sebab Damian sudah membohonginya, begitu pikirnya. Damian menghela napas pelan. “Mending kamu pakai baju dulu. Emangnya nggak dingin?” Damian mengalihkan pembicaraan. “Katanya mau jogging. Tapi, udah mau jam sebelas. Aku buatkan makan siang dulu, yaa?” “Nggak usah sok mengalihkan issue deh lo! Ngaku aja kalau selama ini elo punya pacar, Damian. Gara-gara mau dijodohin sama gue, akhirnya elo ninggalin tuh cewek. Iya, kan?” tuduhnya kemudian. Indi menghela napasnya dengan kasar. “Nggak usah munafik kalau jadi orang, Damian. Gue aja ngaku kalau gue udah bukan gadis lagi, sering tidur dengan berbagai pria. Kenapa elo jadi sok suci begini?” kata Indi meminta penjelasan kepada Damian. Pria itu menghela napasnya dengan pelan kemudian menatap Indi dengan tatapan dalamnya. “Aku berani bersumpah, aku tidak pernah tidur dengannya. Tidak ada gunanya aku berbohong sama kamu, Indi. Untuk apa?” Indi mengibaskan tangannya kemudian mengambil pakaianya di dalam koper. Enggan mendengar penjelasan Damian yang menurutnya hanya tidak ingin disalahkan. “Apa yang kamu takutkan, Indi? Aku hanya mencintai kamu dan … cukup kamu yang istri aku. Tidak ada lagi kat—“ “Gue trauma sama diri gue sendiri, Damian!” pekik Indi seraya menitikan air matanya. Menatap nanar kepada Damian yang seketika terdiam melihat Indi yang menitikan air matanya. Damian melangkah dengan pelan menghampiri Indi yang tengah terisak pelan. Lalu menarik tangan Indi untuk memeluknya. “Jangan sentuh gue!”pekik Indi kemudian mengambil bajunya dan segera mengenakannya. “Indi … aku mohon jangan merusak bulan madu kita.” “Siapa yang merusak? Bukannya elo yang udah merusak semuanya? Dari awal elo nggak pernah jujur sama gue kalau elo punya cewek lain. Ditinggal gitu aja tanpa kepastian kemudian nikahin gue. Sebagai cewek, gue sakit hati dengernya. Elo tahu kan, gue pernah ada di posisi itu? Elo tahu kan, gue pernah ditinggal kayak dia? “Gue punya trauma yang sampai sekarang selalu gue sembunyikan dari Papa karena nggak mau buat dia sedih. Ditinggal oleh Mama karena Papa hanya seorang koki. Nggak ada uang, dia pun menghilang. Selingkuh di depan Papa, seolah nggak punya malu dan emang nggak ada hati. “Gue nggak mau kayak Papa, Damian. Kalau harus pisah, dalam keadaan hati gue kosong , nggak ada cinta buat elo. Inilah alasan kenapa gue dijaga. Karena gue nggak mau kejadian Papa terjadi ke gue. It’s oke kalau elo mau pergi, silakan. Asal jangan meninggalkan jejak luka di hati gue!” Indi menatap nanar wajah Damian setelah berucap panjang lebar mengutarakan isi hatinya. Indi tidak ingin mengalami hal sama seperti papanya dan juga pengalaman diri sendiri saat ditinggal menikah oleh Rangga. “Jangan sampai dia datang sambil bawa janin di dalam perutnya, Damian. Gue nggak akan segan-segan buat minta pisah sama elo!” ucap Indi penuh penekanan. Damian menganggukkan kepalanya. Menyanggupi ucapan Indi sebab ia tidak merasa tidur dengan perempuan itu. “Aku pastikan itu semua tidak akan terjadi. Masa lalu kamu, trauma kamu, semuanya tidak akan terjadi lagi. Aku hanya milik kamu dan aku mohon percayalah padaku. Aku tidak akan mengulang kembali kisah yang sama, yang diberikan Rangga kepada kamu dan juga penderitaan papa kamu atas ulah mama kamu.” Damian berjanji dengan menatap wajah sang istri penuh keyakinan. Agar Indi percaya padanya bila kejadian itu tidak akan pernah terulang lagi. “Apa pun yang kamu inginkan, aku akan melakukannya. Asalkan kamu mau percaya padaku dan … aku akan menuruti semua yang kamu inginkan.” Damian kembali berucap. Indi hanya menatap wajah Damian dengan tatapan datarnya. “Yakin, nggak tidur sama perempuan itu? Kalau nanti kejadiannya sama kayak Rangga dulu, gue bakalan bunuh elo, Damian!” Damian mengangguk dengan yakin. “Iya, Sayang . Aku jamin, dia nggak akan datang bawa-bawa tespack terus kasih tahu kalau dia hamil anak aku. Aku jamin itu tidak akan terjadi,” ucapnya dengan santai. Indi menghela napas kasar. “Gue mau buat perjanjian sama elo.” “Apa itu?” Perjanjian apa yang kamu inginkan?” tanya Damian ingin tahu. Sembari melipat tangan di dadanya, Indi menatap Damian dengan tatapan dalam. “Gue mau … elo bebasin gue mau ke mana pun gue pergi, jangan pernah dihalangi. Elo percaya kan, sama gue? Maka dari itu, jangan halangi kemauan gue apa pun yang gue ingin lakukan!” Indi memberi tahu apa yang ingin dia lakukan. Perjanjian yang dibuat dengan Damian setelah ada perempuan yang masih belum tahu siapa perempuan itu. “Indi. Itu bukan perjanjian, tapi meminta aku untuk membebaskan kamu. No! Aku nggak akan membiarkan kamu menuruti kemauan kamu yang ingin bebas apalagi hura-hura sama teman-teman kamu itu. Aku tidak akan mengizinkannya, titik."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN