Bab 10. Bukan Menantu Idaman

1498 Kata
"Apa?" Mayang terkesiap. Rasanya kejutan dalam hidupnya tak habis-habis saja. Setelah ia mengetahui perselingkuhan Bayu dan Sekar lalu ia melihatnya sendiri adegan gila itu. Dan kemudian tiba-tiba Ivan menculiknya dari sana. Sekarang, ia harus bertemu dengan mertuanya? "Kenapa kaget? Kamu tahu 'kan pasal 7 dalam perjanjian kita? Kamu harus bisa tampil sebagai menantu yang baik di depan orang tua aku. Oke?" Ivan menjentik kening Mayang karena ia begitu gemas melihat mulut Mayang yang ternganga. "Aduh! Om! Sakit tahu!" Mayang mengusap-usap keningnya yang memerah. Air matanya yang tadi membasahi pipi kini telah kering. "Aku harus gimana? Mereka suka kepo nggak?" "Ya kayak gitu. Kamu nggak perlu jawab banyak, biar aku aja yang jawab. Kamu cuma ... perlu tampil mesra aja sama aku di depan mereka," ujar Ivan. Mayang mencebik. "Ogah! Kenapa harus kayak gitu?" "Ya biar mereka percaya kalau kita emang pasutri, May! Ingat, kamu aku bayar buat itu," kata Ivan dengan nada kesal. "Denger, sebenarnya orang tua aku udah punya calon buat aku. Mereka pengen aku nikah sama cewek yang namanya Sabrina atau Samina, Karina entah deh, pokoknya itu. Dan aku nggak mau dijodohkan!" Mayang berdecih keras. "Aku yakin cewek itu juga nggak mau sama Om." "Sembarangan! Dia setuju buat nikah sama aku," kata Ivan. Mayang ternganga. "Ya, pasti karena Om tajir makanya dia mau. Coba kalau dia tahu kelakuan Om. Pasti ogah!" Ivan menoleh pada Mayang yang terlihat jijik padanya. "Kamu belum kenal sama aku. Awas kalau suatu hari kamu jatuh cinta sama pesona aku. Walaupun aku udah 37 tahun, banyak yang naksir sama aku!" "Pede! Aku nggak bakal jatuh cinta sama Om. Lagian, itu udah tertulis dalam perjanjian kita. Nggak boleh ada cinta di antara kita," kata Mayang seraya bersedekap. Ivan mengangguk. Ia hanya akan menggunakan Mayang sebagai alat untuk membuat mantan istrinya cemburu. Juga untuk menghentikan aksi orang tuanya yang ingin ia menikah dengan Sabrina. Hanya setahun dan ia tak berniat untuk jatuh cinta pada Mayang. "Lebih baik kamu dandan dikit. Jangan sampai kamu kelihatan jelek di depan orang tua aku," kata Ivan mengalihkan obrolan. Mayang mengangguk. Ia merogoh pouch kecil dari tasnya. Ivan melirik lalu mendesis karena alat rias Mayang yang sangat murahan. "Aku udah beliin kamu banyak make up, kamu harus pakai itu mulai besok. Juga baju kamu. Kamu bisa tampil lebih modis, 'kan?" Mayang menatap dirinya dari kaki hingga d**a. Ia mengenakan celana jins dan kemeja putih besar yang berasal dari lemari di kamar Ivan. "Ini Om yang beliin, aku cuma asal pakai." "Ya kamu belajar biar kelihatan lebih cantik dan anggun. Jangan kampungan!" Ivan melengos seketika dari wajah Mayang yang terlipat. Sebenarnya, dengan pakaian apapun, Mayang akan terlihat cantik, Ivan mengakui itu. Bahkan, dengan riasan murah saja, wajah Mayang tampak berseri. Ivan mulai berpikir, kenapa pacar Mayang sampai berselingkuh. Padahal, Mayang jauh lebih cantik dibandingkan temannya yang tadi. Sungguh bodoh, pikir Ivan. Barangkali, pacar Mayang tahu pekerjaan gelap Mayang sebagai wanita malam lalu membalas dendam pada Mayang dengan berselingkuh. Mungkin seperti itu, tebak Ivan dalam benaknya. Yang jelas, ia yakin Mayang dan pacarnya sudah pernah tidur bersama. Buktinya, Mayang begitu mengamuk ketika melihat Bayu bersama temannya tadi. "Sampai. Kamu nggak usah bawa ransel jelek kamu ke dalam," kata Ivan mengingatkan. Mayang menurut meskipun dalam hati ia mengumpat. "Udah cantik 'kan, Om?" "Udah. Sekarang dengerin aku, kalau orang tua aku tanya, kamu baru pulang kuliah. Oke?" "Oke," sahut Mayang seraya keluar dari mobil. Ivan buru-buru menggandeng tangan Mayang hingga gadis itu berjengit. "Ingat, kamu istri aku. Jadi, kita harus begini di depan mereka." Mayang membuang napas panjang lalu mengangguk. Ia pernah ikut kelas teater. Ia bisa melakukan ini. Ia hanya perlu berpura-pura dan ini mudah! Itulah yang Mayang pikirkan sebelum masuk ke rumah Ivan. Sayangnya, ketika mereka masuk, Mayang langsung gemetar karena tatapan sengit dari pria yang tampak mirip dengan Ivan. Ia yakin itu adalah ayah Ivan. "Dia istri kamu?" hardik pria bernama Priyo itu. "Ya. Papa nggak usah teriak-teriak. Dia istri aku, namanya Mayang," jawab Ivan. Ia menarik lembut tangan Mayang agar istrinya itu tak gentar. "Ah, cantik juga istri kamu," komentar Yanti yang tengah menatap jeli wajah Mayang. "Kamu masih muda. Nama kamu beneran Mayang?" "Ya, nama aku ... Mayang Prameswari," jawab Mayang. Ia berdebar keras ketika Ivan duduk di sebelahnya tanpa melepaskan genggaman tangannya. Ivan juga membawa tangannya itu di atas pahanya. "May, ini ibu dan ayah aku. Maaf, aku belum kenalin kamu kemarin. Mereka baik, cuma sedikit galak," kata Ivan seolah memperkenalkan orang tuanya pada Mayang. "Kamu anak keluarga mana?" tanya Priyo pada Mayang. "Hah?" Mayang mengerjap. "Aku ...." Ia menoleh pada Ivan dengan bingung. Jika ia anak yatim-piatu, akankah ia dimaki? Ia ingat kata-kata Bayu tadi, ia tak akan diterima karena ia adalah anak yatim-piatu. "Orang tua Mayang sudah lama meninggal dunia." Ivan yang menyahut. "Mayang anak keluarga baik-baik, nggak usah khawatir." "Apa? Tapi, kami perlu tahu kamu menikah dengan anak dari keluarga mana, Van. Jangan lupa, kamu mempertaruhkan nama perusahaan. Kamu merahasiakan pernikahan kamu, itu artinya ada sesuatu!" Priyo menatap Ivan dengan nada jengkel. "Apa dia anak orang miskin?" Mayang meremas tangan Ivan. Ia pernah dihina, tetapi mendapatkan hinaan dari mertua ternyata sangat menakutkan. "Itu bukan urusan Papa. Pokoknya, jangan usik aku dan istri aku. Udah, gitu aja," kata Ivan dengan nada datar. "Nggak bisa gitu! Papa mau tahu latar belakang istri kamu. Kamu bahkan nggak cerita kalau kamu nikah lagi. Kenapa? Kamu udah bikin Papa kecewa dengan pernikahan kamu terdahulu dan sekarang ... kamu bermain-main lagi?" tanya Priyo. "Papa apa-apaan sih? Papa ini udah tua. Mbok ya nggak usah ikut campur sama urusan rumah tangga aku lagi!" seru Ivan dengan nada marah. Mayang meremang. Ia takut jika pertengkaran ayah dan anak ini akan berlanjut. Gara-gara dirinya! "Papa, tenang dong." Yanti mengusap d**a suaminya. "Papa udah bikin Mayang takut tuh." Yanti menatap wajah pucat Mayang. Ia mengakui, Mayang cantik, masih muda dan bertubuh indah. Pasti itulah yang membuat Ivan jatuh hati. "Papa nggak peduli. Katakan aja, dia anak orang miskin atau bukan?" tanya Priyo lagi. Ivan mendengkus keras. "Mayang besar di panti asuhan, Pa. Papa puas?" Mayang menunduk seketika. Ia tak tahu bagaimana menghadapi hal ini. Namun, tampaknya ini bukan hal yang baik. Orang tua Ivan tak akan suka dengan latar belakangnya. "Jadi asal-usul Mayang sama sekali nggak kamu ketahui?" Priyo mengusap wajahnya. "Ya. Maaf. Tapi aku udah nikah sama Mayang, jadi jangan ganggu kami," kata Ivan seraya mengeratkan genggaman tangannya. Ia menoleh pada Mayang yang terlihat hampir menangis. "Kamu bodoh, Van! Seharusnya kamu nikah sama Sabrina, bukannya sama dia!" Priyo semakin murka. "Darimana kamu kenal anak ini? Ha? Bukannya dia jauh lebih muda dibandingkan kamu? Berapa umurnya? Apa kamu ... dijadikan sugar daddy sama cewek ini?" Mayang mengangkat dagunya kali ini. Ia tak terima disebut seperti itu, tetapi itulah yang terjadi. Ia butuh uang dari Ivan. Dan semua terasa menyiksa sanubarinya sekarang. Namun, ia tak bisa berhenti. Ia benar-benar butuh uang. "Nggak kayak gitu. Kami saling mencintai," kata Ivan tanpa beban. "Mayang masih kuliah, tapi itu bukan masalah. Dia tinggal skripsi semester depan lalu lulus." "Kamu udah nggak waras, Van!" hardik Priyo. "Papa, udah dong." Yanti mengusap punggung dan d**a suaminya lagi. "Nggak usah marah-marah. Mama belum ngobrol sama Mayang, masa Papa udah ngamuk." Mayang bernapas lebih lega karena ucapan Yanti. Di mana-mana, ia dengar ibu mertua jauh lebih galak, tetapi kali ini rasanya ayah mertua lebih mengerikan baginya. "Mayang, jadi usia kamu sekarang berapa?" tanya Yanti. "21 tahun, Tan ... Ma," jawab Mayang ketika ia merasakan remasan tangan Ivan. "Ehm, masih muda. Kamu bisa melahirkan anak untuk Ivan kalau begitu," kata Yanti dengan nada datar. Mayang membelalak. Bukan karena nada datar Yanti yang begitu mirip dengan nada bicara Ivan, tetapi karena Yanti menyebutkan melahirkan anak. "Kamu tinggal lulus tahun depan, jadi kamu bisa melahirkan pewaris laki-laki untuk Ivan," kata Yanti lagi. "Mama udah gila? Dia anak orang nggak jelas dan Mama mau kita punya keturunan dari dia?" tanya Priyo pada istrinya. "Mau gimana lagi, katanya Ivan cinta sama Mayang. Biar mereka yang membuktikan hal itu. Kalau emang mereka saling cinta, jadi mereka harus bisa melahirkan anak laki-laki untuk pewaris perusahaan kita," kata Yanti dengan nada mengintimidasi. Mayang sadar, ibu mertuanya hanya bersikap baik untuk menguji. Ia justru ditantang untuk melahirkan bayi. Tidak! Ia ingat pasal terakhir dalam perjanjian mereka. Ia tak boleh hamil dan jika ia mendadak hamil, ia harus menggugurkan bayi itu karena Ivan tak menginginkan anak darinya. Ivan hanya menginginkan tubuhnya. Dan itu bukan masalah bagi Mayang. Ia tak akan hamil anak Ivan karena ia tak akan tidur dengan pria itu. "Kamu nggak denger omongan Mama?" tanya Yanti lagi. "Mama udah, masalah anak bisa kita bahas nanti. Aku aja belum lama nikah sama Mayang," kata Ivan setenang mungkin. "Ya udah, kami tunggu kabar baiknya. Kalau dia nggak bisa melahirkan bayi laki-laki, lebih baik kamu ganti istri lagi." Yanti berdiri lalu melambaikan tangan pada Priyo. "Kita pulang, Pa. Udah cukup kenalannya." Mayang menelan keras. Ia mendadak bisa menebak kenapa Ivan dan Reni bercerai. Jangan-jangan, karena Reni melahirkan anak perempuan lalu diusir dari rumah ini dan mereka terpaksa bercerai? Oh, ini sungguh mengerikan!
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN