1 jam kemudian. Jena membuka pelan matanya, kepalanya berat, dan sekujur tubuhnya seperti baru saja habis dipukul. Rasa nyeri menyengat kulitnya di beberapa tempat. Bahkan bagian bahwanya juga terasa sakit dan perih. “Sudah bangun?” Sebuah suara menegurnya. Jena belum bisa mengembalikan kesadarannya dengan baik, hanya menggerakkan kepalanya mencari-cari asal suara tersebut. “Hei! Jaga bicaramu, ya! Untung saja dia sudah sadar setelah 1 jam! Kalau tidak, aku akan menuntut kalian!” ini adalah suara Haruka. “Heh! Itu salah dia sendiri, kan? Dia sudah diusir masih saja datang ke sini dengan bodohnya. Dia hampir mati, itu ulahnya sendiri sejak awal. Sudah sepantasnya.” “Mulutmu benar-benar kejam! Cocok sekali dengan mukamu itu rupanya!” Percakapan itu Jena dengar dalam bahasa Jepang.