THREE- HALLO, MOONLIGHT.

2174 Kata
THREE- HALLO, MOONLIGHT. BRIGHTON melihat punggung si pria misterius itu menegang ketika melihat Moonlight. Langkahnya yang lebar semakin dipercepat seolah dia akan kehilangan nyawanya jika tidak segera sampai di sisi wanita yang hingga detik ini belum sadarkan diri. Ada sesuatu yang lagi-lagi membuatnya merasa sangat tidak nyaman. Mengetahui ada seorang laki-laki yang menaruh perhatian begitu besar pada Moonlight dan bahkan berniat menikahinya sontak menghancurkan hati Bright hingga berkeping-keping. Seharusnya Bright bisa menerima kenyataan itu karena dia juga berniat untuk move on dari kehidupan lamanya. Sial, sepertinya semua tidak sesuai ekspektasi. Bright tidak sanggup melihat Moonlight bersanding dengan laki-laki lain. Namun apa yang bisa dia lakukan? Kau hanya lah seorang pria menyedihkan, Bright. Ejek setan kecil yang entah sejak kapan bertengger di bahunya. Salah satu bodyguard menutup pintu di belakangnya kala Bright melangkah menjauh dari sana. Ia melipat kedua tangan di depan d**a, memperhatikan apa yang akan dilakukan si pria misterius itu. Satu tahun yang lalu Bright bisa saja mencari tahu siapa pria itu dan sejak kapan dia menjalin hubungan dengan Moonlight. Namun karena saat itu dia terlalu sakit hati, Bright memutuskan untuk melupakan Moolight detik itu juga. “Moon,” ujar pria itu dengan suara bergetar. “Apa yang terjadi padamu? Kenapa kau bisa seperti ini?” pria itu menyentuh wajah Moonlight dengan jemarinya yang panjang. Lagi-lagi perhatian kecil itu menghancuran perasaan Bright. Kau benar-benar kacau, Bright. Sialnya, suara setan kecil di bahunya kembali terdengar di telinga Bright. Pria itu menghapus air matanya dengan punggung tangan. “Aku akan membawamu pergi dari sini. Bersabarlah. Kau akan baik-baik saja bersamaku.” Ia menunduk untuk mengecup kening Moonlight singkat. Segera setelah mengucapkannya, si pria misterius kembali menegakkan punggung. Detik berikutnya ia berbalik untuk mengadap Bright. “Kau boleh pergi sekarang,” ujar Bright dengan nada datar. “Aku tidak akan pergi tanpa Moonlight.” Bright tersenyum miring. “Kau bisa pergi dengan menyebut namanya tanpa perlu membawa tubuhnya dari sini. Mudah bukan?” Pria itu menelengkan kepalanya. “Sebenarnya apa masalahmu? Kau menahan Moonlight di sini seolah dia masih menjalin hubungan denganmu. Tidak bisakah kau membiarkan kami hidup bahagia? Tidak bisakah kau mencari wanita lain untuk kau kencani? Moonlight bukan satu-satunya gadis di muka bumi yang bisa kau tiduri, Bung.” Semua yang terucap dari mulut si pria jelas terdengar seperti ejekan di telinga Bright. Kobaran amarah menguasai d**a Bright. Ia bisa saja membenturkan kepala pria itu ke tembok atau sekedar berkelahi khas laki-laki. Namun kali ini dia tidak ingin terpancing. Jika laki-laki ini benar tunangan Moon-meski Bright sendiri tidak terlalu yakin, posisinya di sana jelas sangat tidak menguntungkan. “Pergilah sebelum aku menyuruh orangku untuk menyeretmu keluar dari sini.” “Oh,” Si pria angkuh itu ikut melipat kedua tangan di depan d**a. “begitu? Kau pikir aku takut padamu?” “Aku tidak berkata begitu-“ Bright mengangkat sebelah alis. Meminta dengan isyarat pada pria itu untuk menyebutkan namanya. “Lucas.” “Ah,” ia menurunkan tangan lalu memasukkan ke saku celana, jelas tidak ingin terlihat sama seperti pria bernama Lucas yang mengaku sebagai tunangan Moonlight. “Jadi namamu Lucas.” Lucas mengabaikan Bright seolah dia tidak pernah melihat lawannya. “Aku sama sekali tidak peduli denganmu, Brighton. Aku tahu siapa dirimu. Pembalap nomor satu di F1 yang karirnya tidak diragukan. Aku tahu kau pernah menjalin hubungan dengan tunanganku tapi bukan berarti aku takut denganmu. Midnight mengalami kecelakaan dan kebetulan kau berada di sana. Dia tidak tahu kalau kau yang menolongnya. Sebaiknya memang dia tidak tahu. Kalian tidak saling berhubungan selama satu tahun terakhir, jika kau mengijinkan aku membawa Moonlight aku bersumpah dia tidak akan muncul di hadapanmu lagi.” Bright mendengarkan setiap kata yang terucap dari mulut Lucas. Semakin Lucas mengklaim siapa Moonlight semakin besar pula keraguannya akan hubungan mereka. “Jangan salah, tapi aku suka saat dia muncul di hadapanku.” Kesabaran Lucas nyaris habis, terlihat jelas di wajahnya yang memerah. “Apa pun itu, aku akan membawanya pergi dari sini dalam lima menit.” Pria itu lalu mengambil ponsel dari dalam sakunya dan menghubungi seseorang. Bright melakukan hal serupa. Ia menghubungi Daniel dan memintanya untuk membawa Lucas keluar dari ruang perawatan Moonlight. Hingga detik ini dia masih belum tahu apakah Lucas mengatakan yang sebenarnya atau sedang membual. “Bawa pria ini pergi dari sini sekarang.” Begitu Bright menutup mulut, pintu di belakangnya terbuka separuh. Tiga orang pengawal datang untuk menghampiri Lucas lalu membawa pria itu keluar dari sana. Mereka bertiga memegang tubuh Lucas dengan sangat kuat saat pria itu meronta. Bahkan saat ponsel Lucas jatuh, dia tidak menyadarinya karena terlalu sibuk dengan melawan pada bodyguard. “Sialan! Apa yang kau lakukan padaku, b******k!” Lucas menjerit keras. “Lepaskan aku!” Ketiga pengawal itu mengabaikan teriakan Lucas. Mereka terus menyeret tubuh Lucas menuju pintu. Saat berpapasan dengan Bright, Lucas kembali berteriak lancang. “Aku akan membalas perbuatanmu hari ini, Brighton!” Setelahnya, tubuh Lucas dan ketiga pengawal itu menghilang di balik pintu. Bright meremas jemarinya dengan cukup kuat. Ia menendang dan meninju udara sambil mengumpat keras. “b******k! b******k! Sialan!”  Puas mengeluarkan umpatan yang sengaja ditujukan Lucas, tubuh Bright mendadak luruh ke lantai. Jantungnya berdegup keras seolah dia baru saja berlari sangat jauh. Darah dalam tubuh Bright mendidih hanya karena teringat bagaimana dulu Moonlight mengacaukannya tepat di hari jadi mereka. Bright merasakan bulir-bulir air mata jatuh di pipi. Hatinya telah dihancurkan oleh Moonlight, seharusnya dia membiarkan wanita itu mati. Apa yang dilakukannya sekarang? Menahan wanita itu bersamanya? “Kau bodoh, Bright! Kau bodoh! Kaulah yang melukai dirimu sendiri dengan membiarkannya terus bersamamu.” Menit demi menit berlalu dengan cepat. Bright akhirnya mendapatkan ketenangannya kembali. Ia bangkit kemudian berjalan menghampiri ranjang Moonlight. Tatapannya tertuju pada wajah gadis itu. Dulu, senyum Moonlight adalah semangat yang mengingatkan Bright akan mimpi-mimpinya untuk menjadi pemenang di sirkuit F1. Suara Moonlight yang selalu dinantikannya saat ia menyelesaikan setiap sesi balapan. Kini semuanya telah berubah. Bright tidak akan membiarkan Moonlight menguasai hidupnya lagi. “You must accept the consequences for what you did to me one year ago, Moonlight!” bisik Bighton di telinga Moonlight. **  Sayup-sayup Moonlight mendegar suara derap langkah. Dengan hati-hati ia membuka mata secara perlahan. Kepalanya didera rasa sakit yang luar biasa. Untuk sesaat dia tidak bisa mengingat apa yang terjadi padanya dalam beberapa jam terakhir. Dia hanya bisa merasakan sakit di sekujur tubuhnya. Jika boleh jujur, Moonlight ingin sekali memukul kepalanya dengan palu agar rasa sakitnya hilang. Sial, jangankan mengambil palu, membuka mata pun membutuhkan usaha keras bagi seorang Moonlight muda yang penuh semangat. Sambil menahan rasa sakit, Moonlight terus berusaha membuka mata. Ia harus terbiasa dengan cahaya matahari dari jendela kamar yang sebenarnya terasa sangat menganggu. Moonlight kembali menutup mata kala sinar matahari terlalu membuatnya silau. Setelah percobaan yang ke sekian kalinya, akhirnya ia terbiasa dengan cahaya. Tenggorokan Moonlight terasa kering, ia membutuhkan segalon air untuk menghilangkan rasa hausnya. Moonlight mengedarkan pandangan ke segala penjuru ruangan dan tidak menemukan siapa-siapa di sana. Satu hal yang terlintas di benaknya adalah, saat ini dia sedang berada di rumah sakit. Moonlight memandangi langit-langit sambil terus berusaha mengingat apa yang sebenarnya terjadi padanya. Ingatannya terlempar pada kejadian di mana dia mencoba menyelamatkan seorang gadis dari sebuah mobil yang berusaha menabraknya. Moonlight kembali memejamkan mata. Itu adalah kejadian paling  extrim yang pernah dia lakukan sepanjang usianya. Sebelumnya Moonlight belum pernah melakukan tindakan heroic seperti itu. Moonlight sama sekali tidak menyangka kalau dia bisa mengambil tindakan gegabah dengan mengorbankan dirinya untuk melindungi orang lain. Aku hanya tidak bisa membiarkan orang yang tidak bersalah mati di tangan seorang pembunuh. Katanya pada diri sendiri. Sebuah pertanyaan muncul di benak Moonlight. Siapa yang membawaku kemari? Sebelum mendapatkan jawaban atas pertanyaannya sendiri, Moonlight memilih untuk mengambil segelas air yang tergeletak di atas meja nakas. Ia hendak menggunakan sebelah tangan untuk meraih gelas tetapi Moonlight kemudian menyadari kalau tangannya terbelit selang infuse. Moonlight berusaha menggunakan tangan yang lain tetapi kemudian dia merasakan sakit yang luar biasa. “Arghtt!” ia menjerit keras meskipun semua itu sia-sia karena tidak ada seorang pun di ruangan itu. “Sakit!” keluhnya. Moonlight menitikkan air mata. Ia membutuhkan pertolongan dari siapa saja. Ya Tuhan, tolong aku. Rintihnya dalam hati. Rasa sakit di tangannya semakin berkurang tetapi Moonlight masih belum bisa tenang. Ia tidak bisa di sana selamanya tanpa seseorang yang bisa membantunya. Tuhan menjawab doanya dengan sangat cepat. Moonlight mendengar suara pintu terbuka. Dari sudut matanya ia melihat lebih dari satu orang berjalan ke arahnya. Moonlight mengucap syukur, senang akhirnya ada orang yang datang. “Dia sudah siuman,” ucap seorang perempuan yang belakangan diketahuinya sebagai seorang perawat. “Tolong panggilkan dokter.” “Baiklah.” Sahut rekannya kemudian berbalik untuk memanggil dokter. Moonlight mendengar suara pintu ditutup. Kembali dipejamkan matanya saat rasa sakit itu menderanya lagi. “Bisakah kau mendengarku?” tanya perawat yang kini telah berdiri di sisi ranjangnya. Moonlight merespon pertanyaan itu dengan anggukan. Ia membuka matanya lagi setelah sekian detik berlalu. “Dokter akan segera datang dan memeriksamu,” ujar wanita itu ramah. “Kau mungkin membutuhkan sesuatu?” “Air,” ucap Moonlight dengan suara serak. Tak lama setelahnya, perawat itu mengambil air minum. Ia membantu Moonlight untuk minum dengan sedotan. “Sudah?” tanyanya dengan suara lembut. Moolight merasakan kesegaran yang tak bisa diungkapkan dengan kata-kata kala tenggorokannya dialiri air minum. Ia mengangguk pelan sambil berkata, “Ya. Terima kasih.” Setelah beberapa saat akhirnya perawat dan seorang dokter laki-laki tiba di ruang perawatan Moonlight. Dokter tersebut memeriksa Moonlight, bertanya beberapa hal seperti bagian mana yang sakit, apa yang kau rasakan, dan masih banyak lagi. Moonlight beruntung dia bisa menjawab semua pertanyaan dari dokter tersebut. Ia berharap luka-luka yang dialaminya tidak terlalu buruk. Masih ada banyak pekerjaan yang harus dia selesaikan. Jika semua rencana yang sudah disusunnya gagal, ia tidak tahu lagi harus bagaimana memperbaikinya. “Kau harus dirawat beberapa hari di sini. Kuharap kau tidak keberatan,” ujar sang dokter yang menangani Moonlight. Sejak awal Moonlight sudah menduga hal itu akan terjadi. Ia mengeluh dalam hati, tidak ada gunanya memaksa untuk keluar dari rumah sakit hari itu juga meskipun itulah yang dia inginkan saat ini. “Apa aku bisa pulang hari ini? Atau besok?” Dokter muda itu menggeleng lemah. “Aku benar-benar minta maaf tapi lukamu serius. Kau membutuhkan perawatan extra.” “Kapan aku bisa pulang?” tanyanya lagi. “Kuharap satu atau dua minggu lagi. Jangan buru-buru pulang sebelum kau pulih. Saranku, tetaplah tinggal di sini sampai kau membaik.” Itulah yang Moonlight pikirkan selama ini tapi dia tidak bisa terus di sana sementara banyak sekali pekerjaan yang menunggunya. Moonlight harus segera kembali ke rumah untuk merayakan ulang tahun putri pertama Mosha. Dia harus memeriksa email yang masuk dan memastikan semuanya berjalan lancar. Genangan air mata berkumpul di pelupuk mata Moonlight membayangkan betapa tidak berdayanya dia saat ini. Jika dia tidak segera pulang, jika tangannya tidak kunjung sembuh maka dia akan kehilangan pekerjaannya. Itu artinya Mosha harus mendekam di penjara lebih lama. Untuk sejenak Moonlight melupakan pekerjaan dan kehidupan pribadinya. Ia mendongak, menatap dokter tersebut tanpa memikirkan Mosha atau bahkan kesehatannya sendiri. “Siapa yang membawaku kemari?” Sang Dokter tersenyum hangat pada Moonlight. “Kau tidak ingin bertanya tentang wanita yang coba kau selamatkan?” “Oh,” Moonlight membulatkan mata. Bagaimana dia bisa melupakan gadis itu? “Bagaimana dengannya? Apakah dia baik-baik saja?” “Kita beruntung bisa menyelamatkan nyawanya. Sekarang dia sedang dirawat di ruangan lain. Dia sedang mengandung dan luka-luka yang dialaminya tidak terlalu parah. Sayangnya, kakek tua yang mengorbankan dirinya untuk kalian berdua tidak berhasil selamat. Dia tewas di tempat kejadian.” Hati Moonlight hancur mendengar penuturan dokter tersebut. Ia tidak menyangka kalau kecelakaan yang melibatkan dirinya ternyata memakan korban jiwa. Meski begitu ia bersyukur karena wanita yang coba diselamatkannya dalam kondisi baik-baik saja. Terlebih dia tengah mengandung, Moonlight tidak bisa membayangkan jika seorang wanita dan bayinya tewas karena sengaja ditabrak oleh seseorang. “Orang yang membawamu kemari adalah keluarga dari gadis yang kau selamatkan. Mereka akan menanggung seluruh biaya perawatanmu selama kau di sini. Aku akan mengatakan pada mereka kalau kau sudah siuman. Mereka pasti senang bertemu denganmu.” Moonlight hanya bisa mengangguk. Sekarang dia tidak punya pilihan selain tetap tinggal di sana sampai kondisinya membaik. Hal pertama yang akan dia lakukan setelah keluar dari rumah sakit adalah kembali ke rumah dan mencari pekerjaan lain jika memang dia dipecat dari pekerjaannya. Tiba-tiba terdengar suara pintu terbuka. Moonlight menduga yang datang adalah salah satu anggota keluarga dari gadis yang ia selamatkan. “Tolong tinggalkan kami sendiri.” Tenggorokan Moonlight seolah tercekik saat mendengar suara yang tak asing di telinganya sendiri. Ia mengenal baik siapa pemilik suara itu. Tidak. Tidak mungkin. Tidak mungkin dia ada di sini. Tenangkan dirimu, Moon. Rapal Moonlight dalam hati. Perintah pemilik suara itu mutlak dan tak terbantahkan. Kedua perawat dan seorang dokter bergegas meninggalkan ruang perawatan Moonlight. Seketika keheningan menyelimuti ruangan itu. Moonlight melihat dari sudut matanya bayangan laki-laki yang kini berjalan ke arahnya. Ia memalingkan wajah saat sosok itu nyaris sampai di sisi ranjang Moonlight. “Hallo, Moonlight,” ucap pria itu seolah sedang menyapa teman lamanya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN