TWO-POOR MAN.
SELANG satu hari setelah insiden yang menimpa Midnight dan Moonlight, Bright mengunjungi kekasih sang kakak. Hari ini ia berencana untuk meminta maaf pada Midnight. Bright sepenuhnya sadar apa yang selama ini dilakukannya salah. Ia tidak seharusnya membandingkan kisah cintanya yang hancur berkeping-keping dengan kisah Brady yang sempurna. Brady dan Midnight tidak membutuhkan waktu bertahun-tahun seperti yang dihabiskan olehnya dan Moonlight. Mereka hanya menghabiskan waktu singkat untuk berkencan dan akhirnya menyadari betapa keduanya saling membutuhkan satu sama lain. Ibunya, Mrs. Smith berkata kalau Bruce dan Brady persis seperti ayah mereka saat masih muda. Jatuh cinta hanya dengan satu perempuan dan berkomitmen hanya pada wanita itu hingga akhir hayat mereka.
Sepanjang perjalanan dari toko bunga, Bright terus memikirkan kata-kata sang ibu. Jika kedua kakaknya begitu beruntung memiliki kekasih yang mencintai mereka dengan sepenuh hati, kenapa Bright tidak? Kenapa kisahnya justru berbanding terbalik dengan pria-pria lain di lingkup keluarganya? Apa yang salah dengan dirinya? Selama menjalin hubungan dengan Moonlight, Bright sama sekali tidak pernah mengkhianati gadis itu. Dia setia, jujur dan tulus. Lalu, apa yang telah membuat Tuhan memberi Bright karma dengan memberinya gadis seperti Moonlight?
Bright sekali lagi memandang buket bunga di tangannya. Ia tidak tahu apa bunga kesukaan Midnight. Jadi yang bisa dibelinya hanyalah mawar merah karena dulu Moonlight sangat menyukai jenis bunga itu. Ah, lagi-lagi Moonlight yang terlintas di benaknya. Gadis itu lagi. Keluh Bright dalam hati.
Sebenarnya, bulan ini Bright berencana untuk move on dari Moonlight. Ia akan mulai membuka hati untuk wanita yang mungkin bisa membantunya melupakan Moonlight. Bright tidak bisa hidup dalam bayang-bayang masa lalu seperti ini. Dia harus mengubur dalam-dalam masa lalunya dan mulai merencanakan masa depan. Setidaknya itulah yang selama ini ia bayangkan. Namun, tiba-tiba saja Bright dipaksa harus bertemu lagi dengan Moonlight dalam insiden yang sama sekali tidak pernah dia duga sebelumnya. Bright mengeluh dalam hati. Jika seperti ini, bagaimana dia bisa melupakan Moonlight?
Kemarin, dokter menyampaikan kondisi Moonlight pada Bright. Di antara mereka berdua, Moonlight lah yang mengalami luka lebih parah. Dia mengalami luka serius dan cidera di beberapa tempat. Jika Midnight bisa pulang dalam waktu dekat, berbeda dengan Moonlight, dia harus dirawat lebih lama di rumah sakit. Hingga sekarang, Moonlight masih belum sadarkan diri. Dia kehilangan cukup banyak darah dan terpaksa harus beristirahat lebih lama.
Setelah berjalan cukup lama, akhirnya Bright sampai di rumah sakit. Ia memang memutuskan untuk berjalan kaki pagi ini selama perjalanan dari rumah sakit menuju toko bunga dan sebaliknya. Bright ingin meregangkan otot-ototnya. Ia tidak tahu sampai kapan harus berada di sana, rasanya Bright tidak sanggup meninggalkan Moonlight seorang diri. Brady memang mengatakan akan bertanggung jawab sepenuhnya pada Moonlight tetapi hingga sekarang tidak ada seorang pun dari keluarga Moonlight yang mengetahui keberadaanya. Bahkan Mosha sendiri sepertinya belum menghubungi Moonlight. Kemana perginya semua orang?
Setibanya di depan ruang perawatan Midnight, Bright segera mengetuk pintu. Tak lama setelah itu Brady muncul di balik pintu yang setengah terbuka lengkap dengan kerutan dalam di keningnya. “Ada apa?”
Bright meringis, ia menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal. “Aku ingin bertemu dengan Midnight.”
Sang kakak justru memutar bola matanya. “Bright, tahukah kau? Ini masih terlalu pagi,” katanya ketus.
Bright menundukkan kepala untuk melihat jam di tangannya. “Jam delapan pagi, Brady. Kau masih berpikir ini terlalu pagi?”
“Midnight bahkan belum bangun.”
“Kau yang baru saja bangun atau Midnight yang belum bangun?”
“Bright,” Brady menaik napas dalam-dalam. “Tolong pergi dari sini dan kembalilah setelah makan siang.”
“Makan siang?” tanya Bright tidak percaya. “Apa kau bercanda? Brady-“
“Bright,” potong sang kakak. “Tolong.”
Melihat tidak ada kesempatan untuk bertemu dengan Midnight pagi ini, akhirnya Bright memutuskan untuk memutar langkah. Percuma mendebat Brady, pria yang sedang jatuh cinta biasanya sering kehilangan akal sehatnya.
Tiba-tiba Bright mendengar suara Midnight. “Brady, ijinkan dia masuk.”
Mendengar hal itu, Bright tidak bisa menahan diri untuk tidak tersenyum. Dia melihat wajah masam sang kakak dan hanya bisa tertawa dalam hati.
“Bright sudah pergi!” sahut Brady sambil menjulurkan lidah pada Bright. “Aku tidak akan membiarkan kau masuk.” Bisiknya lirih.
Melihat sikap licik sang kakak, Bright tidak mau kalah. Ia membuka mulut lebar-lebar dan berteriak keras. “Aku masih di sini.” Tujuannya tentu untuk membuat Brady kesal. Kini giliran Bright yang menjulurkan lidah pada Brady. “Aku akan masuk dan mengacau!”
“Kau!” Brady menunjuk wajah sang adik dengan telunjuk. Ia hendak mengucapkan sesuatu tetapi suara Midnight lebih dulu menyela pembicaraan sengit mereka.
“Brady, apa yang kau lakukan di luar. Biarkan adikmu masuk.”
Bright mengangkat sebelah tangan ke udara sambil berkata, “Yes!”
“Hei, pengacau! Sampai kapan pun aku tidak akan membiarkanmu masuk!” Brady hendak menutup pintu tetapi Bright telah lebih dulu menahan pintu agar tetap terbuka dengan kakinya.
“Midnight, Brady melarangku masuk. Dia takut kalau aku merebutmu darinya!” Kali ini teriakan Bright lebih kencang dari sebelumnya. “Brady melarang semua pria bertemu denganmu. Sepertinya dia akan memenjarakanmu di dalam rumahnya!” Dengan nyali yang sudah terasah, Bright akhirnya mendorong pintu. Ia melewati sang kakak dengan kepercayaan diri yang sangat tinggi. Perselisihan antara dirinya dan Brady sudah terjadi bahkan sejak mereka masih balita.
“Bright!” Brady berteriak tak kalah kencang. “Bisakah sekali saja kau tidak mengacaukan hidupku?” ia berbalik dan berjalan cepat di belakang Bright. “Kenapa kau bebal sekali!”
Bright hanya terkekeh mendegar tuduhan sang kakak. “Kau lebih parah dariku! Kau telah menculik tunangan Bruce di hari pertunangan mereka.” ia lalu tertawa terbahak-bahak sambil berlari menghampiri Midnight yang saat ini masih terbaring di atas ranjang rumah sakit. “Hai, Midnight.” Sapanya ramah.
Midnight melihat Brady dan Bright secara bergantian. “Hai…”
“Mid, tolong jangan hiraukan Bright. Dia sudah sinting.”
“Hei, jaga bicaramu, kawan!” Bright memberikan bunga di tangannya pada Midnight. “Jangan dengarkan kakakku. Dialah yang sebenarnya gila. Sejak kecil dia memang seperti itu.”
Mulut Midnight melongo lebar. Tak lama setelahnya wanita itu menutup mulut. “Kalian selalu seperti ini?”
Bright dan Brady mengangguk bersamaan. “Ya.”
Terkejut dengan kenyataan itu, Midnight terlihat meneguk salivanya. “Bahkan sampai sekarang?”
Bright dan Brady mengangguk bersamaan lagi. “Ya.”
Midnight mengulas senyum dengan terpaksa. “Baiklah.”
“Ada yang salah?” tanya mereka berdua.
Midnight menjawabnya dengan gelengan. “Tidak. Sama sekali tidak. A-aku hanya terkejut.” Ia mengibaskan tangannya yang tidak terlilit selang infuse. “Lupakan!”
Kali ini Brady dan Bright hanya bisa mengangguk lagi.
“Jadi ada yang ingin kau bicarakan denganku, Bright?”
Bright melupakan pertengkaran kecilnya dengan sang kakak. Ia berjalan menghampiri Midnigh dan duduk di kursi dekat ranjang wanita itu. “Midnight, kedatanganku pagi ini karena aku ingin meminta maaf darimu. Maaf kalau sikapku beberapa waktu lalu menyakitimu. Aku tidak bermaksud demikian, hanya saja… aku tidak suka ada yang menyakiti kakakku. Kupikir kau dan Elliot…”
“Bright,” Midnight memotong ucapannya. “sudahlah. Aku sudah melupakannya. Aku tahu kau hanya ingin yang terbaik untuk kakakmu. Terima kasih sudah menjaga dan membantu Brady. Jika bukan karena dirimu, mungkin sekarang dia masih menjadi serigala yang tersesat di tengah kandang gajah.” Midnight mengukurkan tangan, meminta Bright memeluknya.
“Hei, aku bukan serigala-“
“Kau Setan Kecil.” Bright mengabaikan sang kakak dan berjalan menghampiri Midnight. Ia memeluk wanita itu singkat lalu berkata, “Terima kasih banyak, Mid. Aku sama sekali tidak menyangka ternyata kau sebaik ini.”
“Kita hanya belum mengenal satu sama lain. Tak kenal maka tak sayang. Bukankah begitu kata pepatah?”
Bright mengangguk-anggukan kepala. “Ah, ya. Begitu.” Ia melirik sang kakak yang tampak berkaca-kaca di belakang mereka. Bright melambaikan tangan, meminta Brady bergabung. “Selamat untuk kehamilanmu, Mid. Aku senang akhirnya Brady menemukan pawangnya.”
Baru saja Brady dibuat terharu dengan sikap Bright tapi lagi-lagi sang adik membuatnya naik darah. “Kau pikir aku buaya?”
“Eh?” Bright mundur satu langkah dan melihat sang kakak dari ujung kaki hingga ke ujung kepala. “Memangnya sejak kapan kau berubah jadi manusia? Bukahkah selama ini kau memang buaya?”
Geram. Kira-kira itulah yang tergambar dari ekspresi wajah Brady. “Tidak ada buaya yang menjadi juara nomor 1 di MotoGP, adikku. Tidak ada buaya yang membantumu meraih suksesmu seperti sekarang. Tidak ada buaya-“
“Semakin kau menyangkal, semakin kau terlihat seperti buaya.” Bright melipat kedua tangan di depan d**a. “Bukanlah begitu, Midnight?”
Midnight menahan senyuman. “Ya. Aku setuju denganmu.”
“Hei, kalian bersekongkol mempermainkan aku?”
“Ya.” Jawab keduanya kompak sambil tertawa terbahak.
Bright sama sekali tidak menyangka kalau akhirnya akan seperti ini. Dia bahagia karena Brady perlahan bisa melupakan traumanya atas kejadian yang telah menewaskan Drake, mendapatkan kekasih seperti Midnight, dan yang paling penting adalah sebentar lagi mereka akan menjadi oraangtua untuk buah hati pertama mereka. Midnight adalah gadis baik yang telah memaafkan kesalahannya. Hatinya lembut bak malaikat. Setitik rasa iri muncul di hati Bright. Kenapa aku tidak diberi kekasih sebaik Eva dan Midnight seperti kedua kakakku? Apa yang salah denganku?
**
Selepas mengunjungi Midnight dan Brady, Bright kembali ke ruang perawatan Moonlight. Dokter baru saja memeriksa gadis itu, Bright menghampiri pria paruh baya itu dan menanyakan bagaimana kondisi Moonlight. “Kita beruntung dia masih bisa diselamatkan. Kurasa hari ini dia akan siuman.”
“Kapan aku bisa membawanya pulang?”
Sang Dokter mengeluh dalam. “Dia butuh perawatan intensif. Jika kau tidak punya waktu, kau bisa membiarkan keluarganya berjaga di sini.”
“Aku hanya bertanya.” Bright melirik sekilas pada Moonlight yang masih terbaring lemah di tempatnya. “Mungkin saja-“
“Dalam dunia medis, tidak ada yang bisa ditawar. Dia akan dirawat di sini sampai sembuh. Kecuali kau mau menanggung resikonya.”
Ucapan sang dokter menghantam telak hati Bright. Dia mungkin membenci gadis itu tapi membiarkan sesuatu terjadi dengan Moonlight sepertinya ide bagus. “Terserah kau saja. Tolong laporkan padaku apa saja yang menyangkut kesehatan Moonlight.”
“Tentu.”
Setelah mengucapkannya, dokter dan seorang perawat segera meninggalkan ruang perawatan Moonlight. Begitu punggung mereka menghilang di balik pintu, Bright meminta orang-orang yang berada di ruang perawatan Moonlight angkat kaki dari sana. Hari ini ia ingin menghabiskan waktu hanya berdua saja dengan wanita yang selama bertahun-tahun ini mengisi hari-harinya.
Pintu di belakang punggung Bright tertutup rapat. Ia memandangi wajah pucat Moonlight sambil berharap apa yang dilihatnya satu tahun yang lalu hanyalah sebuah ilusi. Bulan demi bulan berlalu tetapi perasaan Bright pada Moonlight tak pernah berubah. Ia masih mencintai gadis itu hingga saat ini.
Belum puas ia memandangi wajah mantah kekasihnya tiba-tiba Bright mendengar sebuah ketukan di pintu. Ia mengambil napas dalam kemudian berbalik menghampiri pintu. Bright bersumpah akan memberi pelajaran kepada siapa pun yang berani mengganggu aktifitasnya. Ia menyentuh ganggang pintu dan betapa terkejutnya Bright saat melihat sosok yang pernah dia temui satu tahun yang lalu.
“Di mana Moonlight?” tanya pria itu langsung pada intinya.
“Dia memaksa masuk.” salah satu bodyguard yang berjaga di depan ruangan menyela lebih dulu. “Kami sudah berusaha menahannya.”
Bright menegakkan punggung. Jika satu tahun yang lalu dia hanya diam saat menghadapi pria ini, kali ini Bright tidak akan melakukan hal bodoh serupa. “Dia di dalam. Kenapa?”
“Kenapa kau tidak mengatakan kalau dia mengalami kecelakaan.! Apa kau sengaja menyembunyikan Moonlight?”
Bright mulai mencium aroma peperangan yang dibawa oleh pria itu. Pria yang membawa Moonlight pergi bersamanya saat Bright hendak melamar gadis itu. “Aku tidak menyembunyikan Moonlight. Lagipula, untuk apa aku melakukannya?”
Si pria angkuh itu tampak marah. “Kalau kau tidak menyembunyikannya, biarkan aku masuk dan membawa Moonlight pergi dari sini.”
“Bagaimana jika aku tidak mau? Dia di sini karena aku. Kau bisa pergi sekarang.”
“Kau,” Si pria menunjuk dengan telunjuknya tepat di depan wajah Bright. “aku tidak akan membiarkan Moonlight bersamamu.”
“Wow… wow…” Bright mundur satu langkah. Dua orang yang berjaga di depan pintu ikut bergerak. Mereka tentu tidak akan membiarkan orang asing menyakiti Tuannya. “Kau berada di wilayahku, Kawan. Jangan coba-coba menyerangku. Kecuali kau mau mati di sini,” ujang Bright lengkap dengan senyum mengejek.
Si pria misterius tampak mempertimbangkan ucapan Bright. Punggungnya yang sempat menegang kini tampak rileks. “Kumohon, biarkan aku masuk dan melihat Moon. Aku tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Yang kudengar dia mengalami kecelakaan lalu dirawat di rumah sakit ini. Aku akan menanggung seluruh biaya perawatan Moon dan mengganti kerugian-“
“Hey, tunggu,” Bright jelas tersinggung saat pria itu mengungkit biaya perawatan Moonlight. “Aku belum jatuh miskin. Biaya perawatan Moonlight bukanlah masalah besar bagiku.”
“Kalau begitu tunggu apa lagi? Bisakah kau membiarkan aku membawanya dari sini?”
“Seharusnya bisa,” Bright mengetukkan kaki di lantai. “tapi aku tidak tahu siapa dirimu dan apa hubunganmu dengan Moonlight. Bagaimana aku bisa percaya kau berniat baik padanya? Bisa saja kau…”
Si Pria mengangkat sebelah alis sambil memandang Bright. “Aku tunangannya.” Ia meragu selama sesaat sebelum melanjutkan. “Kami akan melangsungkan pernikahan bulan depan. Nah, bisakah kau membiarkan aku masuk?”
Bright tidak mempercayai ucapan pria itu begitu saja. Ia menunduk, memeriksa jari-jari pria itu, tidak ada cincin di sana. Itu artinya pria yang mengaku sebagai kekasih Moonlight berbohong padanya. “Sayang sekali aku tidak bisa mempercayaimu.”
“Aku tahu kau dan Moonlight sempat menjalin hubungan cukup lama. Kuingatkan padamu kalau dulu dia lebih memilih aku di banding dirimu. Nah, kuharap kau menyadari posisimu sekarang. Kau hanya masa lalu untuk Moonlight. Sedangkan aku adalah masa depan baginya. Kami punya banyak rencana untuk melangkah ke jenjang pernikahan dan kuharap kau menyadari di mana posisimu, Pria Menyedihkan.”
Setelah mengucapkannya, pria itu mendorong pelan bahu Brighton dan menerobos masuk ke ruang perawatan Moonlight.
Pria menyedihkan? Seburuk itukah Brighton?