Bab 10: Tempe Penyet

1032 Kata
Ponsel Andrew bergetar saat ia sedang sibuk-sibuknya membaca grafik penjualan perusahaannya bulan ini. Ia melirik sekilas ke arah ponselnya. 'Mami' Andrew ingin menangkat panggilan telepon tersebut, tapi laporan yang diterimanya lewat email itu harus mendapatkan persetujuannya hari ini juga dan ia tak ada waktu luang mendengarkan ocehan maminya yang unfaedah. Bagaimana tidak unfaedah jika isinya seputar ... 'Bagaimana? Marina bulan ini datang bulan apa udah telat?' 'Vitamin dari dokter Aina masih rutin ia minum, kan?' 'Marina bangun jam berapa?' 'Apa tadi ia menyiapkanmu sarapan?' Dan masih banyak lagi ocehan-ocehan Maminya yang sama sekali tak penting dan selalu berhasil membuat moodnya ambyar berantakan. Kesal sekali. Maka dari itu kini Andrew memilih mengabaikannya sementara saja, ia berharap Tuhan tak mencapnya sebagai anak tiri yang durjana, eh durhaka, kepada ibu peri yang baik. Saking fokusnya Andrew pada laporan kerjanya, ia sampai melupakan jam makan siang, begitupun dengan Rosa karena kerjaan yang menumpuk dari Citra. "Lo yakin gak mau makan siang dulu?" tanya Citra yang ingin mematahkan semangat Rosa. Rosa menggeleng ke arahnya, "jangan panggil gue nanti kalau lo pingsan, ya," kata Citra lagi. Rosa menghentikan aktivitasnya menatap layar komputer di depannya. "Emang ada orang pingsan panggil-panggil? Yang gue tahu hal absurd dan aneh itu cuma dilakuin sama orang mati dan mereka disebut setan," kata Rosa. Citra menggeram kesal. Rosa selalu benar kalau ia salah ucap sedikit saja. Citra akhirnya pasrah, ia pun berdiri dari kursinya dan berjalan keluar ruangannya meninggalkan Rosa. Saat hendak melangkah menuju lift, Citra melirik ke arah bosnya yang ada di dalam kantor. Tumben sekali bos besarnya juga tak keluar makan siang. Selepas kepergian Citra, interkom di ruangan Citra berbunyi dan Rosa segera menekan tombol jawab. "Selamat siang, pak," jawab Rosa memulai sapaan hangat. "Rosa? Mana Citra?" tanya Andrew diseberang sana yang membuat Rosa menautkan alisnya. "Makan siang di jam istirahat, pak," jawab Rosa singkat. Andrew kembali mengangkat wajahnya dan melihat jam yang ada di dinding ruangan kerjanya itu. Pukul dua belas siang lebih sepuluh menit. "Kamu gak makan siang?" tanya Andrew. "Saya bekal, pak," jawab Rosa yang membuat Andrew bernapas panjang. "Ya sudah terserah kamu," kata Andrew pada Rosa. Andrew menutup teleponnya dan kembali fokus kepada pekerjaannnya lagi. Begitupun dengan Rosa. Lima belas menit kemudian, Rosa merenggangkan kedua tangannya dan menoleh ke kanan lalu ke kiri agar tubuhnya tidak terlalu pegal-pegal. Ia kemudian meraih tasnya dan membuka bekal makanan yang ia bawa dari rumah. Masakan sederhana hasil olahannya tadi pagi dan porsinya, porsi kuli. Banyak sekali. Ketika Rosa akan makan, ia teringat akan Andrew yang juga masih berada di dalam kantornya. Rosa menebak kalau Andrew pasti belum makan juga. Rosa akhirnya menahan diri untuk menyuapi dirinya sendiri dan langsung membagi bekal makanannya menjadi dua. Karena ayam gorengnya hanya sepotong, jadi ia mengalah. Baginya Andrew lebih butuh sehat darinya, karena kalau Andrew sakit dia pasti yang kerepotan juga. Ia berdiri dari kursinya dan berjalan ke arah ruangan Andrew. Ia mengetuk pintu ruangan itu sebanyak tiga kali lalu masuk ke dalamnya kemudian tanpa menunggu Andrew mempersilahkannya masuk. Andrew melirik sekilas ke arah pintu dan mengamati Rosa masuk ke ruang kerjanya. Ia pun heran dengan apa yang sedang dibawa oleh Rosa tersebut kepadanya hingga membuatnya menengok ke meja kerjanya saat Rosa meletakkan bekal makanan di meja kerja Andrew. "Apa ini, Rosa?" tanya Andrew pada Rosa. "Bekal pak, bapak gak sempat keluar, jadi silahkan makan," kata Rosa yang langsung berbalik dan hendak pergi. Andrew ingin bilang bahwa ia bisa delivery order tapi gak jadi karena takut menyakiti hati Rosa. Makanan yang ada di depan Andrew terasa aneh di matanya. Pasalnya hanya tempe yang dikukus dan dibumbui pecel lalu ada ayam goreng. Di dalam plastik ada sayur bening bayam. Andrew semakin ragu saja, tapi rasa sungkannya mengalahkan rasa tak berseleranya. Pelan-pelan Andrew membuka bungkusan sayur bening itu dan menuangkannya ke kotak makanan tersebut. Ia belum pernah makan sesederhana itu, potongan ayamnya pun sangat kecil, mungkin hanya bisa sekali gigit bagi mulut Andrew yang besar dan lebar. Andrew menyendok nasi, sayur bening bayam dan tempe penyet pecel jadi satu lalu memakannya. Bola matanya langsung membulat sempurna. Sensasi rasa pedas, asam, manis dan gurih dicampur dengan rasa segar dari kuah bayamnya membuat Andrew tak percaya makanan sederhana itu sangatlah nikmat. Andrew makan lagi dan lagi dengan cepat, saat ia menggigit potongan ayamnya ia juga senang karena ayamnya terasa sangat gurih sekali. Ah, enak sekali, belum pernah ia makan selahap dan seenak itu. Meski pelipisnya sudah mengeluarkan keringat sebesar biji-biji jagung karena sensasi pedas tempe kukus penyet pecel itu, tapi ia terus memacu makannya tersebut hingga habis tak bersisa, bahkan ia sudah tak menggunakan sendok lagi untuk kuah bayam, ia langsung minum kuah bayam itu dari mangkoknya seperti minum air di gelas saja. "Ahhh," ucapnya setelah memakan habis bekal makanan nikmat itu. Rasa pedas itu membuat kedua matanya melek sempurna dan ia siap tempur dengan pekerjaannya yang menumpuk tersebut. Andrew berjalan dari kursinya ke toilet untuk membersihkan bekal makan siang Rosa, setelah bersih ia keluar dari ruang kerja miliknya dan berjalan ke ruang kerja Rosa. Ia masuk setelah mengetuk pintu ruangan Rosa, membuat gadis itu menyudahi acara makan siangnya secara dadakan. Andrew meletakkan bekal makan siang Rosa yang telah kosong dan bersih itu di sisi meja Rosa. "Besok bawakan saya bekal makanan lagi, pekerjaan saya menumpuk," kata Andrew pada Rosa. "Tapi pak, saya gak tahu harus bawa bekal makanan seperti apa, palingan cuma tempe doank, karena kan saya belum gajian. Bapak pasti bosan," kata Rosa. Andrew menggeleng, ia merogoh saku celananya dan mengeluarkan sejumlah uang tunai dari dalam sakunya. Dua juta rupiah, "untuk masak seminggu, mau tempe atau apapun, terserah," kata Andrew. Ya Tuhan banyak banget buat seminggu kalau cuma tempe! Aku bisa korupsi banyak nieh! "Satu lagi, bilang sama bibimu, masakannya enak," kata Andrew. Eh? Jadi ia pikir tuh bekal bibi yang masak dan bukan aku? Ih!!! Nyebelin! Tapi gak masalah, asal dapat duit. Rosa masih senang, jatah makan satu bulannya sudah terjamin oleh Andrew. Ia akan masak sederhana, enak dan nikmat hingga Andrew setiap minggu akan terus memesan padanya dan ia bisa menggunakan uang itu untuk biaya bibinya. Yes! "Ngapain kamu senyum-senyum gitu?" tanya Citra sekembalinya ia dari kantin perusahaan. Rosa mengeleng, ia tak ingin Citra iri dengannya yang akan membuatnya rugi sendiri. Kembali, Rosa menyelesaikan pekerjaannya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN