5. Weekend Galau

1441 Kata
Raga menguap. Dia baru bangun saat matahari sudah berada di atas kepala. Oh ya, Raga memang suka bangun siang kalau weekend tiba. Akhir pekan adalah surga bagi Ragapan Danendra. Dia akan bersikap malas-malasan saat tidak ada hal penting yang perlu dilakukan. Maka ingat hal ini, jangan pernah mengusik waktu me time Raga jika tidak ingin diamuk cowok itu hingga menembus ke tulang belulangnya! "Raga, kamu baru bangun?" Cowok itu menoleh ketika sebuah suara menyapanya. Didapati, wanita cantik berambut sebahu tengah berdiri di belakang sofa yang saat ini sedang Raga tempati. Keningnya mengernyit kala melihat mamanya berada di rumah. "Bentar, ini masih malem ya, Ma?" tanya Raga mirip orang linglung. Fenita berdecak, kakinya lantas melangkah mengelilingi sisi sofa sebelah kiri dan berakhir di sofa single yang lekas ia duduki. "Ngelindur kok di siang bolong. Cuci muka sana! Mentang-mentang sekolah libur, tidur kok sampe kebablasan begitu...." dumel wanita itu geleng-geleng. Nyawa Raga belum terkumpul semua. Jadi, dia hanya bisa bengong kayak ayam kena tetelo saat melihat mamanya duduk anggun menekan remote yang diarahkan ke televisi. Aneh, seingat Raga, mamanya akan ada di rumah ketika malam sudah semakin larut. Baik hari biasa bahkan libur sekalipun. Maka, sangat wajar bukan jika Raga menganggap ini masih malam? "Ga, sekali-sekali ... kamu main dong ke butik. Gak bantu-bantu juga minimal kamu tunjukin muka kamu kek ke karyawan Mama yang ada di sana. Kalau perlu, ajakin juga tuh pacar kamu. Mama gak akan keberatan tuh seandainya pacarmu itu minta salah satu koleksi gaun di butik," celetuk Fenita tiba-tiba. Raga mengerjap, seperti baru saja mendengar sebuah benda mati yang tiba-tiba nyeletuk mengejutkan si pendengar. "Mama tau dari mana Raga punya pacar?" lontar Raga sembari membenarkan posisi tubuhnya menjadi duduk tegak. Fenita mendengkus, sepintas ia melirik anaknya itu disertai dengan senyuman miring yang tersungging di bibir, "Jangan pikir Mama gak tau loh kalo kamu juga suka sesekali nginep di rumah pacarmu pas ibunya lagi ke luar kota. Walaupun Mama ini sibuk, tapi Mama bisa pantau kamu di mana pun kamu berada...." tukas Fenita membuat Raga terperangah. Jangan bilang, mamanya pun tahu kalau ia sering ena-ena di sekolah? Bisa mampus junior Raga kalau kena imbas. "Gak usah panik, Mama gak akan larang kamu buat gak ngelakuin hal di luar batas sama pacar kamu kok! Cuman, Mama minta ... seandainya kamu sudah siap, kamu langsung bilang aja ya sama Mama. Dengan senang hati, Mama pasti akan wujudkan keinginan kamu tanpa pikir panjang," urai Fenita terdengar ambigu. Raga sedikit tidak mengerti dengan perkataan sang mama. Entah karena efek baru bangun tidur atau memang mamanya terlalu bertele-tele dalam berbicara. Raga jadi penasaran, maksud omongan mamanya itu apa? "Raga, kalau sampai kamu bikin pacarmu hamil di luar nikah. Mama gak akan segan-segan buat nikahin kamu sama dia di usia muda seperti ini," cetus Fenita terlampau v****r. Membuat Raga memelotot lebar diiringi dengan ekspresi tercengang yang tercetak kentara di raut tampannya.                                                                                         ¤¤¤ "Apa? Nikah muda?" pekik Oris membelalak. Raga mengangguk lesu. Setelah dia sedikit disentil oleh mamanya, cowok itu memang langsung tancap gas mengunjungi asrama salah satu sahabatnya sesama penghuni GAS. Beruntung dia sedang tidak ada acara apa-apa, Raga jadi punya timing yang pas untuk sekadar curcol sama Oris. "Masa nyokap gue tiba-tiba ngomong begitu. Kan rasanya gue kesindir banget sama ucapannya," keluh Raga mendesah gusar. "Mampus lu! Makanya, insaf lu cepetan. Daripada disuruh nikah muda gara-gara buntingin si Ami. Kan berabe urusannya," seloroh Oris sedikit menasihati. Raga membuang napas kasar. Perkataan yang terucap jelas dari mulut mamanya seakan terus terngiang di telinganya. Bukankah ucapan itu sama saja dengan doa? Lantas, bagaimana kalau misalkan itu semua kejadian? Memangnya, Raga sudah siap mental untuk menghadapi biduk rumah tangga di usia semuda ini? "Oi, balik ke bumi, Kunyuk!" seru Oris memukul bahu Raga. Sontak, cowok itu pun langsung tersadar dari lamunannya. "Jadi gimana dong? Lo ada solusi gak kira-kira?" tanya Raga menatap sahabatnya jengah. "Hah? Lo yakin mau dengar solusi dari gue?" "Ya menurut lo? Selain dengerin solusi dari lo, gue mau apa lagi sampe harus repot-repot dateng ke asrama lo kayak begini? Gimana sih," delik Raga sedikit sensitif. Oris tertawa sejenak, lalu ia berdeham ketika melihat raut muka Raga yang sudah tidak enak dipandang. "Gini deh, Ga. Menurut gue nih ya, mending lo stop dulu aja kegiatan ena ena lo. Maksud gue, daripada lo kena batunya kan ... ya mending lo puasa aja dulu buat masukin lubang si Ami. Simpel banget kan solusi dari gue?" tutur Oris tak muluk-muluk. Raga kembali menghela napas. Terkadang teori itu tak semudah praktik, Bro! Raga tidak yakin akan bisa melakukan apa yang sahabatnya itu sarankan. Bagi Raga, gak ena-ena sehari sama Amira itu rasanya kayak lagi menjalani isolasi selama berbulan-bulan. Raga gak mampu seandainya itu terjadi. Namun apa yang dikatakan Oris itu tidak salah. Bagaimana kalau seandainya Amira tiba-tiba hamil sebelum Raga siap jadi seorang ayah? Cowok itu bisa koma berdiri andai kata hal yang ditakutkannya terjadi. Raga jadi galau. Antara mengikuti saran Oris atau menganggapnya sebagai angin lalu. Oris memang ahli dalam menasihati untuk berhenti melakukan hal intim sebelum waktunya. Bahkan bukan pada Raga saja, pada ketiga sahabat cowok lainnya pun Oris selalu mewanti-wanti seperti itu. Tentu saja Raga maklumi, Oris kan memang masih perjaka asli. Jangankan nancepin juniornya, ciuman saja kayaknya Oris belum pernah. Buktinya, si Rhea dianggurin melulu kan walau setiap saat ada kesempatan. Tuh, pikiran setan di dalam kepala Raga mulai berkeliaran! Jangan sampai deh setannya keluar terus menghasut Raga buat ajak Oris maksiat bareng-bareng. Cukup Ovi, Theo, Ranjiel dan dirinya saja yang membiarkan burungnya bebas masuk lubang. Oris mah jangan dulu, alamat dibakar emak bapaknya kalau dia berani tancap lubang sebelum waktunya.                                                                                        ¤¤¤ Amira menggeram kesal. Sudah seharian ini dia tidak bisa menghubungi sang pacar. Menyebabkan cewek itu mencak-mencak dan bersumpah untuk menendang p****t pacarnya seandainya nanti bertemu. "Si Aga kemana sih? Tumben-tumbenan banget dia susah dihubungin kayak gini," gerutu Amira kesal. Di sampingnya, Viana sedang anteng memakan cup cake yang Amira bawakan setengah jam yang lalu. Ya, merasa bosan diam di rumah, Amira memutuskan untuk bermain ke rumah Viana. Untung saja anak itu sedang tidak keluar rumah, jadi Amira bisa sedikit santai dalam menyatroni rumah sahabatnya. "Vi, menurut lo si Aga kemana ya? Masa udah gue kirimin puluhan chat sama belasan telepon dia gak nyaut juga," curhat Amira melirik Viana. "Dia lagi selingkuh kali, Mi. Makanya gak niat bales chat sama jawab telepon dari lo," sahut Viana sembarang menjawab. Sontak Amira pun memukul lengan Viana setengah sebal. "Aduh, Ami ... sakit ah, kenapa sih pake acara mukul segala. Gue aduin sama Ayang Theo nih biar lo diomelin kayak si Tuti," seloroh Viana mencebik. "Bodo amat, gue gak takut! Lagian, siapa suruh lo ngomong asal jeplak, masih untung mulut lo gak gue sumpel pake remote juga," delik Amira kesal bukan kepalang. "Yee, Ami nyeremin kalo udah ngambek...." ujar Viana pura-pura bergidik, "Santei aja napa sih, Mi. Positif aja, mungkin Raga lagi tidur di pelukan Tuti," "VIVI!!!!" seru Amira melengking, membuat Viana lantas bergegas bangkit sebelum ia ditimpuk sandal yang sudah Amira lepas dari kakinya.                                                                                         ●●● Raga mendesah ketika juniornya dimanjakan oleh tangan Amira. Matanya sampai merem melek saking menikmatinya permainan si pacar. Tidak disangka, Amira pun sudah telanjang bulat saja di depan mata Raga. Padahal, Raga belum sempat tuh lepasin semua pakaian yang melekat di tubuh Amira. Tapi, Raga tidak ambil pusing. Ia justru malah kegirangan ketika dengan sendirinya Amira berdiri mengangkang tepat di atas juniornya yang sudah mengacung tegak. Namun, ketika baru saja Raga menantikan lubang Amira diturunkan, sekonyong-konyong Amira pun berseru, "Aga, tanggung jawab! Gue hamil," Seketika, Raga pun terbangun dari tidurnya. Napasnya begitu memburu. Mimpi yang baru saja dialaminya cukup berhasil membuat butiran keringat mengucur di dahi. Raga benar-benar tidak menduga kalau ketakutannya itu sampai terbawa ke alam mimpi. Dia menarik napas dalam-dalam, kemudian mengembuskannya secara perlahan. "Kayaknya, gue emang harus puasa dulu deh seperti yang dibilang si Oris. Gue mana sanggup kalo sampe si Ami beneran tekdung. Bisa jadi bokap di usia dini kalo gitu ceritanya," gumam Raga sambil membayangkan ketika suatu saat dirinya menggendong bayi dengan seragam Algateri yang melekat di tubuhnya. Kemudian, Amira muncul menggunakan seragam dengan motif serupa. Sambil membawa dot berisi s**u formula di tangan, ia lantas menghampiri Raga. "Nih, s**u buat anak kita. Sesuai kesepakatan, gue sekolah dan elo diam di rumah urusin si bayi," ujar Amira menyodorkan botol dot pada Raga, "Be a nice Dad, Bebi...." lanjut Amira sembari menepuk lengan atas Raga. Sementara itu, ia sendiri mulai melenggang dengan langkah yang ceria. Membayangkan hal itu, Raga pun bergidik ngeri. Dia tidak siap jika harus menjadi seorang ayah di usia yang masih sangat muda. Sejurus kemudian, Raga pun menggeleng keras. Disusul dengan teriakan, "TIDAAAAKK!!!" Raga lantas langsung beranjak pergi meninggalkan kamar bernuansa biru tuanya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN