4. Amira si Koki GAS

1555 Kata
Amira berkacak pinggang tepat di depan rak panjang nan besar yang diisi oleh deretan bermacam-macam bumbu. Dia sedikit kebingungan ketika hendak memilih salah dua di antara merek bumbu cepat saji yang tersedia. "Mending yang mana ya? Bungkus kuning apa merah?" Gumamnya sambil mengetuk-ketuk dagu. Ini yang Amira khawatirkan jika pergi belanja seorang diri. Tidak ada pihak kedua yang bisa dia ajak bicara untuk sekadar dimintai pendapat. "Si Aga, giliran gue butuh jasa pendapatnya dia malah gak bisa anter. Eh, pas sekali waktu gue minta dibikin melayang pasti aja sempet-sempetin diri buat datang menghadap. Dasar m***m!" Gerutu Amira mendengkus sebal. Siang ini, Amira memang sedang berada di sebuah swalayan. Ia berniat untuk membeli beberapa bahan baku masakan sekaligus bumbu-bumbu yang diperlukan. Sayang, pacarnya tidak bisa ikut menemani dikarenakan cowok itu sedang ada kegiatan ekskul di sekolah katanya. Membuat Amira lantas mengeluh tiada henti kala harus berjalan sendiri di lorong setiap rak. Dering ponsel berbunyi, ketika Amira sudah memutuskan untuk memakai bumbu instan berkemasan kuning. Lantas, gadis berambut panjang tergerai itu pun segera merogoh benda berbunyi tersebut yang bersemayam di dalam sling bag hitamnya. "Loh, Shap telepon? Tumben," gumamnya sewaktu melihat layar ponsel yang menampilkan contact name bertuliskan 'Friendzone si Ovi'. Kemudian, tanpa banyak berpikir lagi Amira pun segera menjawab panggilan tersebut diawali dengan seruan, "Halo?" "Mi, lo lagi di mana? Tolongin gue dah," tanya Shapira sekaligus merengek. Tentu saja hal itu membuat kening Amira mengernyit. "Gue lagi di supermarket, lo kenapa?" Tanya Amira ingin tahu. "Gue hampir mati, Mi. Kalo bisa, tolong bawain gue sushi tuna, atau onigiri salmon. Pliss...." Astaga! Refleks, Amira pun menepuk jidat setelah mendengar ucapan Shapira. Kirain kenapa, tahunya teman segengnya itu minta dibawakan makanan. "Lo kan bisa masak sendiri, Shap. Tumben-tumbenan minta gue bikinin...." ujar Amira heran. "Gak bisa jalan gue, anjir. Kaki gue rasanya lemes parah," Kontan, Amira pun memutar bola mata sekilas. Gak salah lagi, Shapira pasti habis digempur Ovidius berkali-kali. Pikir Amira yakin. "Dihajar berapa ronde emangnya, sampe-sampe lo gak bisa jalan, hem?" Lontar Amira iseng. "Tujuh, Mi, tujuh ... cepetan ya, gue laper, Amiiii!!" Serunya kembali merengek. Amira membuang napas, "Iya, entar balik dari sini gue bikinin lo onigiri. Puas?" "Yeay, makasih, Ami ... anterin ke asrama ya, gue tunggu kiriman lo," ujar Shapira. Kemudian, ia pun memutuskan sambungan secara sepihak. "Ya gusti, kemarin-kemarin si Vivi minta dibawain sushi similikiti, eh sekarang si Shap juga minta dibikinin onigiri salmon. Besok lusa siapa lagi? Rhea sama Lia gak sekalian minta dibikinin makanan juga?" Dumel Amira yang berujung menggembungkan pipi. Walau bagaimanapun, Amira selalu tidak bisa menolak permintaan teman-teman satu gengnya. Ibaratnya, Amira itu sudah dinobatkan sebagai koki andalan oleh penghuni GAS lainnya. Maka, sebagai juru masak yang sudah ahli dalam berkreasi berbagai jenis menu makanan, Amira pun harus siap siaga dalam memenuhi permintaan para sahabatnya. Tidak peduli jika dirinya sedang sibuk sekalipun, untuk anak-anak GAS, apapun akan selalu Amira utamakan.                                                                                       ∞∞∞ "Ragapan!" Cowok itu baru saja keluar dari aula yang dipakai khusus untuk ekskul teater. Lantas, ia menoleh ketika mendengar namanya diserukan sebuah suara. Seandainya yang memanggilnya itu adalah orang penting, mungkin ia akan langsung mendekat tanpa harus dihampiri. Tapi nahas, sosok yang memanggilnya adalah Tuti Maryati. Kakak kelas gak tahu malu yang doyannya bikin hati jengkel penghuni GAS. "Kamu abis latihan teater ya?" Tanya Tuti senyum-senyum sok imut. Padahal mah, amit-amit sampai Raga bergidik. "Apa deh lo panggil-panggil gue?" Lontar cowok itu sewot. "Kalo boleh, aku mau ikut gabung dong sama anak-anak teater kamu. Tadinya, aku mau masuk tim cherleader, tapi setelah dipikir-pikir ... kayaknya aku gak bakalan betah deh di sana, soalnya-" "Udah bikin ketua timnya cidera? Derita lo itu mah, urusan sama gue apa?" Serobot Raga tak mau basa-basi. Tuti mengerjap kaget. Dia tidak menyangka kalau Raga akan tahu secepat itu. "Tapi kan, itu bukan disengaja, Ga. Aku--" "Terus gue harus percaya gitu? Musrik bangkeee!" Umpat Raga teramat sarkastik. Tuti bungkam. Dia kehabisan kata-kata sekarang. Meski begitu, Tuti harus tetap membujuk Raga agar ia mau menerimanya di kelas teater. Seandainya diterima, kan lumayan ... Tuti bisa numpang tenar di grup teater Algateri. Pikirnya berangan-angan. Namun khayalan tidak mampu untuk mengubahnya menjadi nyata. Bahkan sebelum Tuti melancarkan bujukannya, Raga seakan sudah enggan untuk sekadar berlama-lama berbincang dengan si kakak kelasnya tersebut. "Udah ah, gak guna banget gue layanin manusia sejenis lo!" Ujar Raga mendecih, lantas berniat untuk segera pergi seandainya Tuti tidak dengan tiba-tiba mencegah cowok itu. "Ragapan, tunggu!" Seru Tuti seraya memegang pergelangan tangan Raga. Sontak, si pemilik tangan pun buru-buru menepis pegangan yang ia dapat hingga tangan Tuti terempas kuat. Seolah baru saja disentuh tangan yang dilumuri lumpur bercampur kotoran babi, Raga pun mengusap-usapkan pergelangan tangannya ke celana seragamnya. "Mesti dicuci air pake campuran kembang 7 rupa deh ini, takut kena sial gue gara-gara dipegang sama tangan lo!" Tukas Raga bermisuh-misuh. Kemudian, ia langsung melenggang pergi tanpa berniat untuk melayani lagi ocehan kakak kelasnya yang tak tahu diri itu.                                                                                      ∞∞∞ Smoked Salmon Onigiri. "Wah, dari baunya aja udah bikin ngiler nih," ujar Shapira mengendus-endus makanan yang Amira bawa. "Cicipin dulu, baru komentar!" Titah Amira. Kemudian, Shapira pun mengangguk sembari langsung mencomot satu onigirinya menggunakan sumpit yang sekalian Amira sediakan. "Gimana?" Tanya Amira menunggu reaksi temannya. "Bentar, gue kunyah dulu...." ujar Shapira mengangkat sebelah tangan. Sementara Amira hanya memutar bola mata ketika melihat Shapira mulai khusuk dalam menikmati cita rasa masakannya. "Enak gak?" "Wait ya, Mi. Gue belum selesai," ucap Shapira yang justru sudah mengambil onigiri yang kedua. Melihat itu, Amira pun merasa dipermainkan. "Bangke emang lo, Shap! Orang mah nyicipin gigit ujungnya dulu, baru kasih komentar tentang rasa. Bukan kayak elo begini, bilang nyicipin taunya malah keasyikan ngelahap. Doyan apa laper lo?" Semprot Amira mendengkus. Shapira tertawa. Dia memang sedang kelaparan, apa Amira lupa? Seandainya saja dia punya secuil tenaga buat masak, mungkin Shapira tidak akan repot-repot minta dibikinkan pada Amira. Hanya saja sangat disayangkan, setelah digempur sang pacar hingga 7 putaran. Rasanya, untuk berjalan di tempat pun Shapira gak kuat.                                                                                      ∞∞∞ "Lo di mana sih, Ga?" "Ini lagi jalan, tunggu bentar napa sih. Gak sabaran banget kamu, Mi. Udah gak tahan ya pengen aku masukin?" "Aga! Cepetan gak jalannya, atau gue minggat aja nih daripada nunggu lo lama...." omel Amira kesal. Pasalnya, sudah hampir 15 menit ia menunggu Raga datang. Tapi yang ditunggu malah belum muncul juga. Saking sebalnya pada Raga, Amira sampai tidak sempat mencerna perkataan si pacar sebelumnya. Jika saja Amira ngeh, mungkin dia akan mendadak kepanasan dan segera meminta Raga dinginkan dengan lumatan lidahnya. Setelah diusir secara halus oleh Shapira, Amira menelepon Raga. Mengetahui Raga masih ada di sekolah, dia pun menyuruh cowok itu untuk menemuinya di areal yang tak jauh dari asrama Shapira berada. Memang k*****t salah satu sahabatnya itu, bisa-bisanya dia mengusir Amira setelah sebelumnya ia diminta untuk membawakan makanan. Shapira bilang, "Gue mau bobo, tapi gak bisa merem kalo masih ada elo di sini...." kan bangkeeee. Namun tidak mengapa, Amira sudah biasa menghadapi watak teman-teman satu gengnya. Kalau tidak seperti setan kelakuannya, ya bukan GAS dong namanya! Toh, Amira juga kadang suka begitu. Gak pandang buluh kalau tabiat setannya sudah kambuh. "Agaaa, lo masih di mana sih? Jalan lo kenapa mendadak lelet banget kayak siput," dumel Amira. Dia berjanji untuk langsung pulang saja seandainya Raga tidak datang dalam waktu 5 menit lagi. Akan tetapi, niatannya seketika lenyap ketika sepasang tangan tiba-tiba muncul melingkar di sekitar perut ratanya. "Jangan ngomel mulu, nanti cepet tua!" Bisik sebuah suara tepat di telinga sang gadis. Sontak, Amira pun sedikit menoleh guna memastikan dugaannya kalau yang memeluknya dari belakang sekarang itu adalah Raga. Dan memang benar, cowok itu kini sudah menumpukan dagunya di bahu kanan Amira. Pletak, "Aw!" Raga memekik ketika Amira menjitak keningnya. "Sakit, Mi. Anarkis banget sih kamu sama pacar sendiri," protes Raga sambil meraba kening meski tanpa melepas pelukannya. Sementara itu, Amira hanya mengerling jengah seraya berkata, "Sakitan mana sama telapak kaki gue yang dari tadi harus terus berdiri nungguin lo dateng, hah?" Cerocosnya mendelik sebal. "Iya maaf deh, tadi ada kendala sedikit ... masa tadi tangan aku dipegang-pegang sama si Tuti, kan jijik!" Seloroh Raga bergidik ngeri. Spontan, Amira pun memelotot lebar. Melepas pelukan Raga, ia pun kini mengubah posisi berdirinya menjadi berhadapan dengan sang pacar. "Si Tutut megang tangan lo? Kok bisa?" "Tadi dia tuh ngemis-ngemis minta dimasukin ke grup teater yang aku pegang, ya udah jelas jawabannya enggak dong! Eh dia malah maksa sambil pegang-pegang tangan aku," terang Raga sedikit bercerita. Menggeram murka, Amira pun berniat untuk melabrak si Tuti karena sudah lancang menyentuh tangan pacarnya. Hanya saja, Raga keburu mencegahnya. "Minggir ih! Gue mau kasih pelajaran sama si Tutut, berani-beraninya dia megang-megang tangan pacar gue. Apa perlu gue ajak si Rhea buat ngehajar si Tutut?"  Tutur Amira mencak-mencak. "Gak usah, Mi!" Tahan Raga. "Maksud lo?" "Gak usah buru-buru maksudnya," lanjut Raga memperjelas. "Kenapa? Kan lebih cepat lebih baik," ujar Amira heran. "Iyaa, tapi kan kita masih punya urusan yang harus diselesaikan dulu," ungkap Raga membuat Amira kembali mengernyit. "Urusan apa maksud lo?" Raga menghela napas sejenak. Lalu demi mengingatkan kembali pacarnya, ia pun menyorongkan mulutnya ke arah telinga Amira, "Urusan si junior yang minta masuk kandang, masa gitu aja lupa?" Bisiknya s*****l. Seperti biasa, hanya mendengar ucapan yang Raga lontarkan saja Amira langsung siaga dengan gairahnya. Kemudian, seakan lupa dengan niat awalnya, Amira pun langsung mengajak Raga berlari guna mencari ruangan yang cocok untuk mereka pakai sebagai tempat b******a.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN