Raga mengembuskan asap terakhir yang ia hisap dari sebatang rokok yang kini sudah tinggal puntungnya. Melemparkan ke lantai, Raga pun beranjak dari posisi jongkoknya lalu menginjak bekas gulungan tembakau itu dengan sebelah kaki. Seharusnya, ia sedang berada di kelas dan belajar geografi saat ini. Tapi, berhubung pikiran dan hati Raga sedang sama-sama tak mau berada di kelas, ia pun memilih datang ke gudang belakang sekolah demi menghabiskan satu batang rokok dengan tenang tanpa ada gangguan.
Drrt drrt,
Ponsel di dalam saku celananya bergetar. Sebelum melangkah, cowok itu mengeceknya terlebih dahulu. Rupanya, ada pesan masuk dari teman satu kelasnya.
Erik Pradipta : Dimana lo?
Tanpa pikir panjang, Raga pun segera membalas pesan tersebut dengan balik bertanya.
Anda : Ngapa? Kangen lo sama gue?
Erik Pradipta : Najis. Lo kata gue homo!
Raga tertawa. Dia memang suka sekali membuat teman sebangkunya itu sedikit meradang akibat perkataan asal ceplosnya. Entah kenapa, walaupun sedikit norak, tapi Erik adalah partner incrime yang dapat diandalkan saat di kelas.
Erik Pradipta : Tadi cewek lu ke sini. Lo lagi marahan ama dia?
Refleks, air muka Raga pun berubah kala membaca pesan susulan yang Erik kirimkan. Amira datang ke kelas?
Cewek itu sudah pasti mencarinya yang sudah beberapa hari ini tak ingin menemuinya. Raga membuang napas gusar, dia masih kepikiran soal percakapannya dengan sang mama tempo hari. Alhasil, hal itu pun membuat dirinya menjadi ketakutan dan berujung dengan tidak mau menemui si pacar yang justru tak pernah bosan mengiriminya pesan dalam 5 menit sekali di setiap harinya.
"Maafin aku, Mi. Mungkin, setelah aku punya solusi yang bisa bikin hati aku jauh lebih tenang ... aku bakalan langsung temuin kamu buat jelasin semuanya," gumam Raga bertekad. Lantas, ia pun langsung mengayunkan langkah meninggalkan gudang itu tanpa membalas lagi pesan dari Erik.
¤¤¤
Seperginya dari gudang, alih-alih kembali ke kelas dan mengikuti pelajaran yang masih berlangsung, Raga justru malah melipir ke kantin. Sudah dibilang, cowok itu sedang tidak selera untuk menyerap apa-apa saja yang diutarakan oleh gurunya. Jadi, daripada ia tidak konsentrasi dan berakhir dengan diusir dari kelas, maka lebih baik Raga inisiatif sendiri saja memisahkan diri.
Hingga kemudian, kini ia pun sudah duduk di salah satu meja dengan sepiring Taco dan segelas Macchiato kesukaannya yang sudah tersaji di hadapannya.
Taco
Macchiato
Melihat itu, Raga pun kembali menghela napas panjang sambil menopang dagu menggunakan kedua tangannya.
"Kalo lihat makanan, jadi inget sama Amira...." gumamnya merengut. Ceweknya itu memang selalu menyajikan berbagai menu kreasi hasil masakannya sendiri guna disuguhkan dan dicicipi Raga. Jadi, wajar dong kalau cowok itu kini malah teringat dan merindukan Amira.
"Woy, Gasum!" seru sebuah suara bersamaan dengan mendaratnya tepukan ringan di pundak Raga.
Sontak, si pemilik bahu pun menoleh dan mendapati Theo yang kini sedang nyengir lebar di pinggir kursi yang Raga duduki.
"Ngelamun aja nih si Gasum," ucap Theo sembari menempati kursi kosong di seberang Raga.
"Gasum apaan sih? Jangan bikin gue mikir, otak gue lagi gak siap buat diajakin mikir-mikir kek gituan," protes Raga mendelik.
"Ya elah, gitu doang gak tau," ujar Theo mengibas sebelah tangan, "Gasum itu Raga m***m. Biar gak kepanjangan, jadi gue singkat. Hehehe," kekeh Theo cengengesan.
"Sialan lo!" umpat Raga ingin menampol. Hanya saja, saat ini Raga sedang tidak mood main tampol menampol di tengah pikirannya yang masih galau berkepanjangan.
Sedikit mencomot taco yang masih utuh, Theo lantas bertanya, "Lo nape sih? Gue lihat-lihat, kok sering galon gitu akhir-akhir ini...."
Raga menarik napas dalam, lalu mengembuskannya dalam satu desahan kasar. "Gue lagi mikirin hubungan gue sama Ami. Lo masih inget kan sama cerita gue soal enaena kita yang kelewat batas dan bikin gue takut kalo sampe si Ami hamil? Sampe sekarang, hal itu masih jadi momok menakutkan banget buat gue. Gue belum siap jadi bokap, The. Ya kali lah gue mesti gendong anak di usia semuda ini...." cerocos Raga mencoba menumpahkan keluh kesahnya selama ini.
Mendengar curhatan Raga, Theo pun berdecak dan menganggap apa yang temannya itu utarakan hanyalah ketakutan yang biasa saja. Tidak ada yang harus dikhawatirkan selama ia memiliki solusinya.
"Ya elah, Ga. Gitu aja lo pikirin! Lo kan tinggal suruh si Ami minum pil Kb kayak si Vivi biar aman. Kelar kan urusan?" cetus Theo teramat santai.
Kontan, Raga pun membelalak. Pil Kb? Ulang Raga dalam hati. Kemudian, ia pun menepuk jidat spontan saking gemasnya ia pada diri sendiri.
"Kenapa gue gak ada kepikiran ke sana ya sebelumnya?"
"Itu karena lo terlalu m***m, bangke!" seloroh Theo tergelak.
Raga mendengkus sebal. Tapi di luar itu, Raga berterima kasih pada solusi yang sudah Theo berikan. Tanpa berpikir panjang, Raga pun segera beranjak dari tempat duduknya. Dia harus menemui Amira sekarang. Setidaknya, cewek itu mesti tahu apa yang selama ini membuatnya menghindar.
"Makanan lo gimana nih?" teriak Theo sebelum Raga semakin jauh.
"Habisin aja! Gue udah kenyang," sahut Raga sembari berlari.
Sementara itu, Theo berniat menghabiskan Taco dan Macchiato Raga yang masih sangat utuh. Daripada mubadzir kan mending dia lahap. Lumayan, bantuin Raga buat menghindari dosa dari perbuatan membuang-buang makanan.
¤¤¤
Raga berlari menelusuri koridor gedung SMA. Setelah mendapat solusi terbaik dari Theo, ia berniat untuk menemui Amira yang ia rasa pasti masih ada di gedung SMK di jam segini. Beruntung koridor sedang sepi karena bel istirahat belum dibunyikan. Kemudian, dengan lari ala-ala atlet marathon, Raga pun berhasil melintasi lapangan upacara yang menjadi jembatan utama siapapun yang hendak mengunjungi antar gedung. Akan tetapi, di tengah-tengah Raga yang hendak mempercepat larinya, tiba-tiba dari arah berlawanan muncul seorang siswi SMA yang juga sama-sama sedang berlari ke arahnya berada. Hingga seakan tak dapat terhindar lagi, dua manusia itu pun kini bertabrakan sampai akhirnya membuat keduanya saling terjatuh secara serempak.
"Aw," rintih siswi berponi penuh itu. Raga yang juga ikut jatuh terduduk pun sama-sama mengaduh sambil mengelus pantatnya yang mencium aspal lapangan.
Sebagai seorang cowok, Raga pun tidak ingin terlihat lemah. Buru-buru, ia berdiri meski pantatnya masih sedikit ngilu.
"Butuh bantuan?" tawar Raga mengulurkan tangan kanannya. Mendongak, siswi berponi itu pun mengangguk seraya menerima uluran tangan di hadapannya.
Kemudian, Raga pun segera menarik tangan siswi itu dengan satu kali sentakan. Kini, mereka pun sudah sama-sama berdiri sambil mengusap bagian yang ngilu akibat terjatuh sebelumnya.
"Lo gak apa-apa?" tanya keduanya kompak. Sontak, mereka pun saling melihat karena tak menduga akan melontarkan pertanyaan serupa. Raga menggeleng diiringi senyuman kecilnya. Begitupun dengan si cewek berponi itu, dia pun terkekeh kala melihat Raga hanya nyengir tak keruan.
"Sori," ucap mereka lagi berbarengan. Menyebabkan tawa di antara keduanya sama-sama pecah karena merasa lucu sudah berbicara kompakan lagi.
Momen itu sengaja diabadikan oleh seseorang yang ingin sekali menghancurkan hubungan Raga dan pacarnya. Tanpa diketahui siapapun, dia lantas segera mengambil foto dari kejauhan saat Raga dan cewek berponi itu sedang tertawa bersama-sama dalam posisinya masing-masing.
¤¤¤
Amira sedang mendinginkan hati yang bergejolak karena emosi bercampur cemburu. Tidak disangka, Raga yang selama ini ia pikir setia justru malah tega mengkhianati dirinya. Amira heran, memangnya apa yang kurang dari dirinya? Cantik, sudah tentu. Tajir, apalagi. Ahli enaena, sudah jelas.
Pintar masak, jangan ditanya. Terus, apa yang membuat Raga sampai hati ingin mencampakkannya demi cewek lain yang bahkan Amira rasa tidak ada apa-apanya dibanding dirinya? Rebecca hanyalah secuil upil yang jika dibandingkan dengan Amira yang mempunyai segalanya.
"Aga bangke! Gue jadiin perkedel tau rasa lo," gerutu Amira meremas tangan.
Saat ini, cewek itu sedang duduk seorang diri di salah satu meja kantin. Sepasang telinganya sengaja ia sumpal dengan earphone bluetooth yang terhubung ke ponsel canggihnya. Hal itu memang sengaja Amira lakukan. Di saat hati yang sedang hancur seperti ini, Amira bahkan tidak ada selera untuk sekadar bertegur sapa apalagi menjawab banyak sapaan dari orang yang berpapasan dengannya.
Meskipun tersaji segelas mango smothie yang menemani, tapi tetap saja rasanya hampa. Biasanya, Amira selalu suka dengan minuman itu jika diminumnya bersama dengan Raga yang menemaninya nongkrong di kantin. Tapi sayang, sekarang cowok itu sedang berusaha mengasyikan diri dengan cewek lain sekaligus mengabaikannya.
"Gue dosa apa sih sama lo, Ga. Kok berani banget lo main api di belakang gue. Lo pikir gue Lia kali ya, yg akan tetap bersikap tenang meski tau si Ranjiel enaena sama selirnya. Gue juga bukan Shapir yang akan sangat tetap santai walau Ovi jalan bareng sama cewek lain dengan atau tanpa sepengetahuan dia sendiri. Gue ini cuma Amira yang hatinya akan rapuh ketika tau pacarnya sendiri ada main sama cewek lain. Sakit hati gue, Ga...." ungkapnya sambil meneteskan air mata.
"Apa perlu gue telepon si Rhea buat bantuin gue hajar si Aga? Kan gak lucu. Tar cowok gue bonyok-bonyok lagi. Biarpun berengsek tapi kan gue sayang...." rengek Amira memberengut. Bersamaan dengan itu, sebuah usapan kecil pun Amira dapatkan dari tangan besar nan lembut yang saat ia lihat, ternyata tangan itu milik Raga satu-satunya pelaku yang sudah menyebabkan air matanya merembes keluar sarang.
Melihat buliran bening mengalir di kedua belah pipi si pacar, Raga pun terkejut.
"Amira, kamu kenapa menangis?" tanya Raga sedikit khawatir.
Mendapati Raga berada di dekatnya, Amira pun segera menyeka air mata yang membasahi pipinya. Entah tahu dari siapa cowok itu tentang Amira yang sedang berada di kantin saat ini. Kemudian, ia pun mematikan putaran musik di ponselnya sembari beranjak dari duduknya.
"Amira, kamu kenapa?" lontar Raga mengulang.
Alih-alih dijawab dengan lembut, Amira justru malah menyentak cowok itu sembari mendelik, "Gak usah sok care lo sama gue!" Disusul dengan langkahnya yang lekas ia ayunkan guna meninggalkan Raga yang masih berdiri di tempat.
"Loh, aku kan pacar kamu ... wajar dong kalo aku care sama pacar sendiri," protes Raga turut mengikuti.
"Kalo iya lo pacar gue, gak akan mungkin lo jelalatan ke cewek lain. Pergi lo! Gue benci sama cowok model kayak lo...." usir Amira dengan amarah yang mencuat ke ubun-ubun.