"Amira, tunggu dulu dong!" seru Raga berusaha menghentikan langkah pacarnya.
Kontan, cewek itu pun menepis tangan Raga yang mencoba menyentuh bahunya. "Gak usah pegang-pegang! Gue jijik sama tangan lo," sembur Amira memelotot.
Raga menghela napas lelah. Dia tidak mengerti kenapa ceweknya bisa semarah itu. Padahal, Raga tidak sedang selingkuh atau berniat untuk mendua. Tapi tak ada angin apalagi hujan, cewek itu malah menunjukkan ekspresi kesal seolah Raga sudah melakukan kesalahan yang fatal.
"Kasih tau dong, di mana letak kesalahan aku?" ujar Raga meminta penjelasan.
"Lo pikir aja sendiri! Gue males kalo harus jelasin bertele-tele. Buang-buang waktu," delik cewek itu sambil melengos pergi.
Raga menggaruk kepalanya yang tidak benar-benar gatal. Dia bingung jika menghadapi kaum berpayudara yang sedang mengamuk tanpa alasan. Jika dilayani, Raga akan terus tersudut tanpa tahu salahnya apa. Tapi jika diabaikan, maka Raga juga yang akan menanggung risikonya.
Terus gue mesti gimana? Jerit Raga membatin.
"Wohoo, Raga mamen! Ngapain lo berdiri di sini kayak manekin?" Tahu-tahu, Ovidius muncul saat hendak menyatroni kantin.
Melihat Ovi datang, rasanya seperti Raga baru saja mendapat siraman air segar di tengah teriknya matahari yang menyengat.
"Kebetulan lo dateng," gumam Raga seraya merangkul Ovi.
"Kebetulan apa sih? Gue masih polos," ujar Ovi malah memasang wajah sok imut.
Untuk sesaat, Raga memutar bola mata. Akan tetapi, selanjutnya cowok itu pun langsung mengungkapkan keluhan yang dimilikinya kepada salah satu teman karibnya di GAS.
"Kasih tau gue, gimana pas lo ngadepin si Shap pas lagi ngamuk?" tanya Raga serius.
Bukannya menjawab, Ovi malah termenung sekaligus berpikir. Hal itu membuat Raga mendadak gemas dan ingin sekali rasanya ia menelan Ovi bulat-bulat.
"Kasih tau gue, b**o!" seru Raga menoyor pelipis Ovi sekilas. Dia kesal, karena bukannya memberi solusi cowok itu justru malah cengengesan.
"Sori, sori, gue suka mendadak lola kalo abis kelar nindih si Shap," kekeh Ovi memasang wajah tak berdosa. Raga sempat membelalak, tapi tidak lama.
"Ah elah, keburu diamuk si Ami gue kalo gini caranya," keluh Raga menepuk jidat.
Kejamnya, Ovi malah tertawa di atas penderitaan Raga. Kurang miris apa lagi sih menjadi Raga? Sudah puasa enaena berhari-hari, sekalinya sudah punya solusi malah Amira yang kini menjauhinya. Poor Raga!
¤¤¤
Sebuah sedan putih berhenti tepat di depan rumah mewah tingkat tiga yang tak lain adalah rumah Amira. Selang beberapa detik, pintu terbuka dan turunlah Amira dari mobil tersebut. Sambil membenarkan letak tas di bahunya, ia pun berterima kasih pada teman yang sudah mengantarnya. Kebetulan, temannya itu juga sedang sama-sama ambil waktu pulang sebelum jam belajar berakhir. Jadi tanpa harus repot mencari taksi, Amira pun meminta tumpangan pada temannya itu.
"Thanks ya udah anter gue balik. Anyway, lo mau mampir?" tawar Amira basa-basi.
"Gak deh, Mi. Gue mau langsung cabut aja, ditungguin bokap soalnya...." ujar Delima salah satu teman seangkatannya di Algateri.
"Oh gitu, oke deh. Gue duluan ya, bye, Del!" lambai Amira sembari siap melangkah. Sementara itu, cewek berponi penuh itu pun langsung melajukan mobilnya meninggalkan Amira yang sudah akan mengayunkan langkah.
Setelah sedan milik Delima melesat jauh, ia pun berjalan memasuki halaman rumah--yang luasnya hampir sama dengan setengahnya lapang futsal--setelah sebelumnya sempat menyahut sapaan kecil satpam jaga yang selalu bertugas membuka pagar.
Melangkah lunglai, ia pun tiba di teras rumah lantas duduk di lantai berundak tiga anak tangga sambil mendesah lelah.
"Hari ini mood gue ambyar banget, butuh yang manis-manis nih biar gak keterusan...." gumamnya merengut.
"Bengong bae nih anak gadis,"
Refleks, Amira pun menoleh ke pusat suara yang ada di belakangnya. Matanya membulat ketika ia mendapati sosok jangkung berbadan kekar yang sudah sangat lama tak dijumpainya itu.
"Bang Ke!!" seru Amira memekik. Spontan, ia pun langsung berdiri dan melompat girang hendak memeluk cowok jangkung yang malah lebih dulu menoyornya.
"Aw, sakit tau! Bukannya sambut pelukan gue malah toyor-toyor gitu aja lo," protes Amira yang tak jadi memeluk.
"Nama Abang Keanu, Amira. Kenapa lo ngeyel panggil Bangke terus sih?" sangkal cowok itu tak terima.
Amira mengerucutkan bibir, "Kan biar gak kepanjangan, jadi gue singkat aja daripada gue panggil Bang Anu...." sanggah Amira beralasan.
Cowok itu mendengkus. Memang tidak ada mendingnya kalau Amira memanggil dirinya. Kalau tidak bangke, adik sepupunya itu pasti menggantinya dengan sebutan lain yang sama-sama tidak berbobot.
"Jam berapa sampe rumah?" tanya Amira kemudian, mengalihkan pembicaraan yang ujung-ujungnya hanya akan menimbulkan percekcokan saja jika tidak segera dihentikan.
"Baru juga dua jam yang lalu. Abang pikir lo masih lama pulangnya, eh taunya malah kecepetan dari perkiraan Abang sebelumnya," cerocos cowok bernama lengkap Keanu Salendra itu sembari melengos masuk.
Melihat Keanu masuk, Amira pun langsung menguntit. Seketika, mood buruknya lenyap tak berbekas. Keanu datang tanpa diduga, padahal minggu lalu cowok itu bilang lagi sibuk banget di Amsterdam. Tapi, tahu-tahu dia udah nongol aja tanpa memberi kabar terlebih dahulu.
¤¤¤
Raga kesal, jadi dia melampiaskannya dengan cara ngegym. Tidak perlu ke tempat fitnes untuk ngegym ala Raga, soalnya di lantai tiga rumahnya saja Raga memiliki sejumlah fasilitas yang bisa digunakan untuk menghilangkan suntuk. Seperti ruang fitnes, karaoke room, dan juga kolam renang yang didukung dengan tempat bersantai ala-ala di pantai.
Sudah berulang kali ia mengirim pesan w******p pada Amira, tapi seakan dibisukan, cewek itu sama sekali tidak menggubrisnya. Raga semakin gemas, apa yang terjadi pada Amira? Kenapa dia harus marah-marah tanpa alasan yang bahkan Raga sendiri masih bingung letak perkaranya dimana.
"Dosa apa sih gue, kok si Ami sampe segitunya gak balas chat yang gue kirim. Dia gak tau apa kalo gue kangen berat," gerutu Raga di tengah ia yang sedang menggowes alat fitnes jenis static bicycle dengan kayuhan bertempo cepat saking kesalnya ia pada Amira.
Mumpung ada waktu, cowok itu memang sengaja menggunakan alat fitnes tersebut. Di samping ingin melepas penat, dia pun sekaligus ingin melatih otot kakinya dan membakar lemak-lemak jenuh yang selama ini tertimbun gara-gara dicekoki terus hasil masakan Amira.
Akan tetapi, di tengah kegiatannya yang baru beberapa menit berlalu, tahu-tahu ponselnya berdering nyaring. Sepertinya, seseorang telah menelepon dirinya sekarang. Menghentikan aktifitasnya, Raga pun beranjak dan menghampiri ponselnya yang setia berbunyi seakan tak mengenal kata lelah.
Melihat nama yang terpampang di layar berkedip itu, sontak Raga pun mengernyit. Dilihatnya, Erik teman satu kelasnya kembali mengulang panggilan ketika yang pertama tak sempat Raga jawab. Menggeser tanda hijau, cowok itu pun lekas menyahut setelah menempelkan benda tipis tersebut di telinga.
"Halo, Ga?" seru Erik di seberang sana.
"Apaan? Lo ganggu gue lagi ngegym aja," dengkus Raga memutar mata.
"Gue punya info buat lo yang jauh lebih penting dari sekadar ngegym, dan gue yakin ... lo pasti bakal auto serangan jantung kalo denger hal ini," tukas Erik berlebihan. Padahal, Raga sama sekali tidak punya riwayat penyakit jantung di usia semuda ini. Amit-amit juga, pikir Raga ngeri.
"Info apaan? Kalo sekiranya gak guna, mending lo kantongin aja tuh berita daripada bikin gue pengin nabok," cetus Raga sarkastik.
"Ya elah, lo gak percayaan amat sama gue, Ga. Emang sejak kapan gue ada niatan buat mainin lo, hah?"
"Ya udah, buruan bilang. Info apa yang mau lo sampein ke gue?" desak Raga tak sabar.
"Barusan, gue lihat si Ami lagi boncengan sama cowok. Dan dari penglihatan gue, mereka mesra banget, Ga. Gak tau deh kalo lo yang lihat langsung?" ungkap Erik mengejutkan.
"Serius lo?" pekik Raga membelalak, "Emang lo lihat di mana?" lanjutnya menyelidik.
"Gue baru keluar dari dealer, pas mau balik ke parkiran eh gue malah gak sengaja lihat cewek lo lagi dibonceng cowok lain. Mana pake peluk-peluk segala pula. Gue aja yang lihatnya langsung senewen," tutur Erik menggebu-gebu.
"Terus ngapa gak lo ikutin, k*****t? Kalo gini, mana gue tau si Ami sekarang ada di mana...." Raga mulai emosi, dia tidak terima seandainya yang dilihat oleh Erik itu benar adanya bukan hanya sekadar salah lihat.
"Gue lupa anjir. Saking kagetnya, gue malah melongo aja kayak orang b**o," sahut Erik menyesal.
Raga membuang napas kasar. Tangannya pun terkepal kuat. Tanpa pamit, ia pun mengakhiri percakapan. Tidak peduli Erik mendumel atau sebagainya, yang jelas Raga harus mencari tahu keberadaan pacarnya sebelum amarahnya semakin menyelimuti.
"Jadi ini alasannya, Mi? Lo tiba-tiba marah tanpa alasan cuma buat kibulin gue?" gumam Raga tersenyum kecut. Kemudian, ia pun bergegas menelepon si tersangka yang kini entah berada di mana.