Pelukan pertama sang Janda

1071 Kata
Lamunan Ziont buyar melihat wanita yang ada bersamanya saat ini sudah siuman bahkan sudah berbicara walau masih lemah. “Ehh! Dalam keadaan sekarat juga lo masih sempet-sempetnya interview gua. Pentingnya apa coba lo tau tentang gua?” Ketus Ziont yang memang terkenal galak kepada hampir semua orang, kecuali pasien sungguhan yang dia layani di rumah sakit. Saat berseragam dokter, Ziont berubah menjadi malaikat, hingga banyak yang menyukai sosok Ziont sebagai dokter. Bahkan Ziont pernah mendapat penghargaan dari rumah sakit atas pelayanan prima yang dia berikan kepada pasien yang datang dan berobat di rumah sakit padanya. “Apa? Apakah saat ini aku sudah mati? Apa ini sakaratul maut? Apa kamu malaikat pencabut nyawa? Seharusnya gak gitu konsep malaikat…’ ucapnya lirih hingga membuat Ziont kesal. “Sembarangan lo katain gua malaikat pencabut nyawa. Gua yang udah nyelametin lo dengan kasih nafas…upsh!” Ziont secepat menutup bibirnya dengan mata terbelalak lebar. “Apa katamu?” Sahut wanita itu. “Udah, ah! Lo buruan bangun dan buruan balik sana. Lagian ini udah malem. Baju lo basah. Makin masuk…” belum sempat Ziont melanjutkan kalimat sebagai maksud nasehat yang dia berikan kepada wanita itu. Tiba-tiba wanita itu sudah bersin. Hatchimmm! “Yaelaahh…belom juga kelar gua ngomong udah bersin lo..” gumam Ziont mengecilkan volume suaranya. Lalu dia segera mendekat kearah wanita itu dan mengulurkan tangannya karena tidak tega, sebagai seorang dokter membiarkan wanita dalam keadaan sakit berada di sini sendirian. “Ayoo…” “Kemana? Aku tidak punya tujuan pulang. Aku mau di sini…aku mau mati aja..” isaknya membuat Ziont menghembuskan nafasnya kuat. “Ehh! Siapapun elo. Kalau mau mati entar aja. Jangan sekarang…” ketus Ziont menatap wanita itu di gelapnya malam. “Kenapa jadi kau yang mengontrol hidupku. Aku mau mati sekarang itu urusanku, itu hakku! Tidak ada urusannya dengan kamu. Lagians kamu siapa juga aku gak kenal, dan kita belum pernah ketemu sebelumnya…” jawab wanita itu dengan mempertahankan egonya di awal. Dia ingin mengakhiri hidupnya dan menyelsaikan semua kemelut kehidupan dengan nyawanya di pantai ini. “Ehh! Gua bilang jangan sekarang, ya jangan!” Seru Ziont kesal. “Apa hakmu melarangku?” Ketusnya kesal walau masih dengan suara lemah dan sesekali bersin. “Masalahnya, sekarang itu ada gua. Jadi, kalau mau mati tar-tar aja,pas gua kaga di sini…” sahut Ziont kesal sembari menatap tajam wanita keras kepala yang hampir saja kehilangan nyawanya. Meski tatapannya juga tidak menghasilkan efek apapun, karena hari memang sudah mulai malam. Dan pencahayaan di tempat mereka berada masih minim. “Abaikan aja. Lagian siapa suruh nolong…” gerutunya lagi membuat Ziont kesal dan mengangkat wanita itu di taruh di pundaknya. Wanita itu meronta-ronta seperti ulat pinang tersiram garam “Lepasin! Lepasin aku. Aku tidak mau pulang kerumah. Aku tidak punya rumah. Yang aku punya neraka….” Cerocos wanita itu, tapi tak di hiraukan Ziont. “Diem aja, lo! Di kira gua culik lo…” hardik Ziont membuat wanita itu diam sejenak. “Tolooong!! Aku di culik. Tolong selamatkan aku!!” Teriak wanita itu lagi, anehnya aksi wanita itu membuat Ziont tertawa di dalam hati. Ehh! Kenapa gua ketawa? Udah ikutan gila gua? Perjalanan panjang akhirnya tiba di mobil sport miliknya. Ziont membuka pintu mobil dan membantu wanita itu duduk di samping kemudi. “Diem aja, lo! Udah bau kuburan juga masih bawel!” Hardik Ziont dengan sorot mata tajam, tangannya memasang sabuk pengaman wanita itu. Tapi sebenarnya percuma sih dia menatap tajam begitu. Hari malam dan lampu remang-remang. Terlebih wanita itu masih bersikukuh dengan pendiriannya untuk mati. Tentu saja dia tidak memperhatikan ekspresi wajah Ziont. “Makanya turunin aku. Aku tidak mau pulang!” Ucapnya dengan tangan mulai menggigil kedinginan di tambah angin malam pantai yang semakin menerpa hingga menusuk ke tulang. Berkali-kali dia bersin. “Lo, bisa diem kaga, sih?!” Tanya Ziont dengan tatapan tajam khas miliknya. “Sebutin alamat, lo.” Imbuhnya dingin sembari menyalakan stop eungine mobil sport miliknya, dan melaju perlahan meninggalkan tepi pantai. Mobil terus melaju menyusuri jalan raya, wanita itu merasakan kedinginan yang amat sangat hingga tubuhnya menggigil, membuat Ziont tidak tega melihatnya. Apes banget nasib gua hari ini. Masa iya gua kudu megangin tangan manusia entah dari planet mana? Kaga mungkin banget. Terutama untuk seorang Ziont. Cowok paling di gemari di Fakultas. Setelah menghembuskan nafasnya sejenak, akhirnya Ziont memeberanikan diri menggenggam tangan wanita itu. Hingga membuat wanita itu menoleh kearahnya. “Sorry. Gua kaga bermaksud apa-apa. Lo kedinginan…” ucap Ziont sembari menoleh kesamping dan merutuk sisi dirinya yang peduli terhadap orang yang sedang sakit. Sial! Gua selalu begini kalau ama pasien. Kali ini pasiennya stress. Biasanya pasien jompo yang butuh perhatian… Ziont mengemudi dengan satu tangannya, sesekali dia melepas tangan wanita itu. Sedangkan wanita itu terlihat pasrah dengan menyandarkan di sandaran mobil dengan mata terpejam. Kepalanya terasa berputar-putar, dna tubuhnya terasa panas. “Dingiin…a-aku gak kuat…” gumamnya sembari menggigil, hingga membuat Ziont menambah kecepatan laju mobilnya, dia tak lagi mempeprdulikan pengendara lain yang melintas dan menyumpah serapah kearahnya. Mimpi apa gua, bolak-balik di sumpah orang. Sekali lagi gua dapet award, nih… hingga akhirnya dia berhenti di sebuah gedung pencakar langit. Dia melihat kearah wanita itu yang sudah pasrah tak berdaya. “Ki-kita dimana?” Tanyanya berusaha membuka matanya tapi tak sanggup karena kepalanya terasa memutar di tambah tubuhnya menggigil kedinginan. “Kita di apartement gua. Tar pas lo udah enakan. Lo minta jemput keluarga lo aja…” ucap Ziont lalu dia menuruni mobil dan berjalan kesamping kearah wanita yang masih mengenakan gaun yang basah. “Aku tidak punya keluarga…” bisiknya lalu kepalanya tersandar di d**a Ziont, dan terkulai lemah. “Ehhh…lo tahan bentar, ya. Kita naik dulu. Tar gua kasih obat buat lo minum biar lo enakan lagi…” ucap Ziont yang terus berjalan menuju lift yang menghubungkan lantai basemant gedung pencakar langit ini ke unit apartement miliknya. “Ehh…lo jangan pejamin mata. Bangun lo…” ucap Ziont membuat wanita itu agar tetap sadar. Beberapa kali lift terbuka dan menampung penghuni unit apartement lainnya yang memasuki lift dan menatapnya aneh, membuatnya tersenyum kecut. Entah apa yang terjadi ama gua selanjutnya. Gua udah benar-benar malu efek si Syafira. Karena dia yang buat gua sampai ke Anyer. Ziont berpura-pura bersikap mesra pada wanita dalam gendongannya. “Sayang…tahan sebentar, kita akan sampai…” Begitu pintu lift terbuka di lantai unit apartement miliknya, dia segera melangkah panjang seolah ingin berlari menuju unit apartement miliknya. Setelah membuka password pintu apartementnya dia segera masuk dan merebahkan wanita itu di ranjang miliknya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN