“Lo sini dulu…gua ambil anduk ama kimono buat lo, dan gua pinjemin dech baju gua yang bisa di pake buat lo…” ucap Ziont sejenak, tapi tangan wanita itu masih dengan erat menggenggamnya, hingga membuat langkahnya terhenti.
“Ja-jangan pergi…aku dingin, gak kuat…” bisiknya membuat Ziont menelan ludahnya sejenak dan wajahnya memerah seketika.
Inget Ziont, dia pasien lo. Jangan ngeres otak lo!
“L-lo, bisa bangun gak. Biar lo ganti pakaian dulu, pakaian basah bikin lo masuk angin dan tambah sakit. Lagian lo ngapain dah pake nyebur ke laut segala, di depan gua lagi. Kaya kaga ada hari lain aja dah lo…” ucap Ziont mulai salah tingkah. “Lagian gua juga kudu ganti pakaian. Pakaian gua basah juga ulah lo!” Ketusnya mencoba mengalihkan dari pikirannya.
“A-aku gak bisa bangkit, kepalu mau pecah rasanya. Menapa harus ganti baju, minum obat aja udab…” wanita itu masih berusaha untuk mempertahankan segalanya.
Sayangnya malam semakin larut, udara air conditioner yang dingin di tambah pakaiannya masih basah.
“Yaudah, lo sini aja dah kalau gitu. Tar gua bantu sebisa gua. Gua juga udah beljar kok dulu waktu kiliah…” imbuh Ziont mulai kehilangan konsentrasi untuk menghadapi pasien, karena matanya tam henti menatap lekukan tubuh sang wanita.
“Bentar, ya! Lo sabar dikit lagi…”
Ziont dengan sigap melangkah ke arah tas medisnya berada. Setelah meraih stetoskop dan obat yang ada di dalam tas medis miliknya, dirinya segera menuju lemari dan mengambil pakaian yang menurut dia cocok untuk wanita mungil yang terlentang di atas kasur miliknya.
Ziont menaruh handuk dan kimono serta pakaian yang akan di kenakan oleh wanita itu di sisinya. Dia men-scan dahi wanita itu dengan menggunakan termometer infrared miliknya. Kedua matanya terbelalak lebar manakala melihat suhu tubuh wanita yang tengah terbaring tak berdaya ini. Dengan sigap dia memasang stetoskop di kedua telinganya. Dan memeriksa kondisi tubuh wanita itu.
Kenapa wajah wanita ini berasa kaga asing di mata gua? Apa dia pacar temen gua? Atau??
Gumam Ziont dalam hati karena merasa wajah wanita yang bersamanya ini sangat tidak asing untuknya. Hanya saja dia lupa dimana pernah bertemu aau melihat wanita ini.
Efek tugas kuliah yang berat dan hafalan yang banyak. Sumpah! Gua lupa dimana gua lihat ni cewek. Ahh… bodo amat. Yang terpenting dia sekarang pasien gua, dan tugas gua sebagai dokter ngebantu dia demi kemanusiaan, titik.
Ziont melanjutkan memeriksa wanita yang bersamanya dimana tadi wanita itu dia temui sedang mencoba bunuh diri. Tapi baru saja dia mencoba memeriksa, tangannya sudah ditahan oleh wanita itu. Wanita cantik itu terlihat meracau tak karuan.
“Aku tidak bohong kalau aku sangat kedinginan, tolong aku…aku dingin. Peluk aku…ku mohon…tanganmu hangat sekali…” bisik wanita itu dengan nada putus asa. Membuat jantung Ziont seperti ingin melompat manakala tangan wanita itu menggenggamnya erat..
“Bangunlah. Ganti pakaianmu dahulu. Kau bisa memakai pakaian olahraga mlikku ini. Kau kedinginan karena kau mengenakan pakaian basah…” ucap Ziont yang menahan nafasnya menatap lekukan tubuh milik wanita itu.
“Bantu aku…” bisik wanita itu lagi, hingga membuat Ziont membantunya duduk dan dengan mata terpejam dia membantu membuka pakaian wanita itu. “Kali ini aja, please…peluk aku…” rengeknya membuat Ziont menelan ludahnya lagi.
“Aku sungguh gak kuatt…tolong…kepalaku terasa memutar…” bisiknya lagi setelah Ziont berhasil menanggalkan pakaian miliknya dengan mata terpejam. “Aduhhh! Sakittt…aku dingiin” rengeknya manja membuat Ziont menghela nafas sejenak.
“Minum obat dulu, gih, tar lo bakalan merasa enakan setelah ini…” ucap Ziont memicingkan sebelah matanya dan menoleh kearah samping dimana dia tadi menaruh obat yang dia ambil dari tas medis miliknya.
Setelah membukakan obat itu, Ziont meraih gelas yang telah berisi air yang telah dia bawa ketika mengambil perlengkapan yang di butuhkan wanita itu.
Dengan sigap Ziont menarik selimut dan menutupi tubuh wanita itu, dengan selimut yang sedikit lembab karena terkena tubuh wanita itu yang tadi mengenakan pakaian basah.
“Minumlah obat ini dulu, tar lo bakalan ngerasa enakan. Lo bawa istirahat dulu aja, lagian udah malem. Besok lo gua anter ke rumah lo…”
Wanita itu tak lagi menghiraukan apa yang di ucapkan Ziont. Dia justru menarik tangan Ziont hingga pria itu jatuh ke atas tubuhnya.
“Ya, ini lebih baik, terasa sedikit hangat. Aku mohon…tolong aku kali ini saja. Sungguh aku gak kuat. Dingin ini seolah menusuk ke tulangku. Aku mau mati rasanya…” bisiknya lagi membuat Ziont menelan ludahnya.
Gua kudu gimana? Apakah gua kudu meluk dia biar dia merasa hangat? Apa gua kaga salah melakukan ini semua. Meskipun ini atas dasar menolong. Tapi gua kaga tau dia siapa terlebih, gua adalah Ziont. Apa kata dunia?
Bisiknya dalam hati. Tapi dia tak tega melihat wanita itu yang begitu memelas dan nada putus asa.
“Ahh! Persetanlah semuanya. Yang jelas gua nolong pasien, titik!” gumamnya lalu membuka seluruh pakaiannya dan masuk ke dalam selimut tebal yang menutupi tubuh wanita itu
“Kenapa obat belum bereaksi selama ini, ya? Apa harus pasang infus? Dalam tiga puluh menit kalau belum ada perubahan gua bawa lo ke rumah sakit…” tutur Ziont yang memeluk tubuh panas wanita yang tak lagi mengenakan sehelai benangpun.
Sebagai pria normal, tentu saja dia tak bisa bereaksi santai menghadapi situasi saat ini. Tanpa sadar kedua tangannya meraih pipi wanita itu dan mencium bibir wanita itu dengan hangat. Dan di luar dugaan wanita itu merespon dengan cepat seolah itu adalah obat yang sangat dia butuhkan.
Wanita itu memeluk Ziont dan menanggalkan seluruh pakaian Ziont hingga berserakan di lantai.
“Ahhh…ini terasa lebih hangat dan nyaman…” bisiknya lagi, lalu membenamkan kepalanya di d**a bidang milik dokter tampan dalam pelukannya.
Ziont tak lagi sanggup berkata sepatahpun, lidahnya kelu. Ada yang harus lebih dia perhatikan dibanding rangkaian kalimat yang akan dia lontarkan
Bagaimana tidak, wanita di dekapannya adalah wanita cantik dengan aroma tubuh yang khas. Ditambah kulit mulusnya membuat nafas Ziont semakin tak beraturan.
“Ahh! Persetan!” bisik Ziont lalu dia beraksi. “Iman gua belum terlalu kuat buat nahan godaan seindah ini…” imbuhnya lagi dengan jantung yang berdegub semakin kencang.